Senin, 06 November 2017

Penyuluhan BELAJAR MENJADI SUATU KELOMPOK MASYARAKAT YANG BAIK



BELAJAR MENJADI SUATU KELOMPOK MASYARAKAT YANG BAIK


OLEH :
NAMA           : DEDE IRWANSYAH
NIM                : D1E014017
KELAS          : B





KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017

PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan petunjuk-Nya sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis  untuk penyelesaian makalah tugas akhir mata kuliah Penyuluhan  yang berjudul “Belajar Menjadi Suatu Kelompok Masyarakat Yang Baik” yang merupakan salah satu syarat tugas akhir dari mata kuliah Penyuluhan. Dalam kesempatan kali ini penulis  mengucapkan terimakasih kepada :
1.        Ir. Muhammad  Nushki M.Si selaku dosen pengampu dalam mata kuliah penyuluhan yang telah memberikan materi dan arahan dalam penyusunan tugas akhir ini.
2.        Teman- teman kelas yang telah membantu  proses editing dalam penyusunan tugas akhir makalah penyuluhan ini.
3.        Pihak – pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu memperlancar dalam mengerjakan makalah tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga laporan paper akhir ini dapat bermanfaat dan menjadi informasi bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan tugas selanjutnya.
Purwokerto,  Maret 2017                                                                                            

Penulis


DAFTAR ISI


Cover.............................................................................................................................i
                
                                                                                 










I.                   PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Belajar merupakan suatu salah satu proses dalam sebuah pendidikan baik pendidikan secara formal maupun non formal. Dalam proses belajar seseorang memiliki karakter atau ciri – ciri belajar yang berbeda dalam pelaksanaan proses belajarnya. Sehingga, seseorang memiliki cara tangkap yang berbeda dalam menyerap suatu materi dalam suatu proses pembelajaran karena mengikuti karakter dari masing – masing individu.
Proses pendidikan dalam suatu komunitas mempunyai nilai – nilai yang terkandung dalam komunitas tersebut. Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain berdasarkan hubungan pribadi. Komunitas  memiliki otonomi yaitu kewenangan dan kemampuan untuk mengurus kepentingan sendiri secara bertanggung jawab. Dalam sebuah komunitas seringkali terjadi suatu permasalahan yang biasanya disebabkan oleh suatu perbedaan pendapat yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya konflik antar anggotas komunitas tersebut.
            Manusia dalam kehidupannya membentuk suatu kelompok untuk menjadi dasar kekuatan kelompok tersebut dalam menjalankan sebuah organisasinya. Setiap kelompok memiliki tujuan yang berbeda – beda yang sesuai dengan visi misinya. Dalam suatu kelompok , setiap anggota memerlukan peran dan kedudukan untuk mengisi struktur organisasi kelompok. Untuk mendapatkan suatu kedudukan dalam kelompok diperlukan sebuah kepercayaan dari anggota lain kelompok tersebut. Suatu  kelompok dalam setiap kegiatannaya diatur oleh norma – norma yang berlaku.Sehingga apabila anggota kelompok tersebut melakukan hal yang tidak sesuai dengan norma berlaku perlu ada sebuah sanksi.
Kelompok yang baik adalah kelompok yang mampu mengarahkan setiap anggotanya untuk tetap berperilaku sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Anggota suatu kelompok dapat melakukan tindakan yang tidak terpuji yang bertentangan dengan norma – norma yang berlaku. Salah satu contoh perilaku yang bertentangan dengan norma suatu kelompok adalah tindakan korupsi.  Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul “Belajar Menjadi Suatu Kelompok Masyarakat yang Baik” untuk mengkaji suatu proses pendidikan dalam kelompok.

1.2 Tujuan

1.      Untuk mengetahui dan mengkaji proses pendidkan pada orang dewasa
2.      Untuk mengetahui ciri – ciri belajar dalam suatu kelompok
3.      Untuk mengetahui dan mengkaji nilai – nilai yang terkandung dalam suatu komunitas.
4.      Untuk mengetahui dan mengkaji dinamika dalam suatu kelompok
5.      Untuk mengetahui dan mengkaji perilaku korupsi pada anggota suatu kelompok

           


II.                PENDIDIKAN ORANG DEWASA


Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya( Sudjana, 2008) . Definisi pendidikan orang dewasa merujuk pada kondisi peserta didik orang dewasa baik dilihat dari dimensi fisik (biologis), hukum, sosial dan psikologis. Istilah dewasa didasarkan atas kelengkapan kondisi fisik juga usia, dan kejiwaan, disamping itu pula orang dewasa dapat berperan sesuai dengan tuntutan tugas dari status yang dimilikinya (Kamil,2010).
Pendidikan orang dewasa dalam konteks psikologi. Secara spesifik bahwa pandangan terhadap pendidikan orang dewasa tidak boleh dilepaskan dalam konteks terminology orang dewasa. Pendidikan orang dewasa berimlikasi pada proses pendidikan sistematis yang bertujuan, dan banyak dipengaruhi oleh pengalaman pembelajar. (Effendy , 2011).
Menurut Zainuddin (2016) orang dewasa sebagai peserta didik sangat berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran Orang dewasa adalah unik karena pembelajaran akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai, dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Andragogi bertujuan untuk membantu proses belajar yang dapat mengembangkan dimensi sikap dan perilaku mendewasa (maturity person) seseorang seperti yang tersaji pada dimensi-dimensi mendewasa di atas ( Rosidin, 2013).

2.1  Hambatan Pendidikan Orang Dewasa , Hambatan fisiologik meliputi :

2.1.1Titik Dekat Penglihatan Mulai Jauh

          Mata adalah salah satu panca indera yang sangat penting bagi manusia. Tentu saja tanpa mata, manusia tidak dapat melihat. Namun seringkali fungsi mata sebagai indera penglihat terganggu karena beberapa faktor seperti rabun jauh atau rabun dekat yang disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan yang salah atau mungkin faktor usia (Mosby, 2008).Gangguan tersebut dapat diatasi dengan kacamata atau lensa kontak. Pemakai lensa kontak perlu mengetahui jenis lensa kontak, cara pemakaian, dan perawatan serta menjalankan prinsip penggunaan lensa kontak yang tepat untuk mencegah komplikasi (Sitompul, 2015).
          Hipermetropia atau rabun dekat adalah kelainan refraksi yang menyebabkan fokus bayangan jatuh di belakang retina dalam keadaan mata tidak berakomodasi karena kekuatan pembiasan terlalu lemah atau bola mata terlalu pendek. Hipermetropia dikoreksi dengan lensa cembung (positif/konvergen) untuk memfokuskan cahaya agar jatuh di retina (Panjwani, 2010).
          Orang yang menderita rabun dekat atau hipermetropi tidak mampu melihat dengan jelas objek yang terletak di titik dekatnya tapi tetap mampu melihat dengan jelas objek yang jauh (tak hingga). Titik dekat mata orang yang menderita rabun dekat lebih jauh dari jarak baca normal (PP > 25 cm) (Ilyas, 2009) . Cacat mata hipermetropi dapat diperbaiki dengan menggunakan lensa konvergen yang bersifat mengumpulkan sinar. Jarak fokus lensa yang digunakan untuk memperbaiki mata yang mengalami rabun dekat (hipermitropi) dapat ditentukan berdasarkan persamaan lensa tipis (Priambodo, dkk., 2012).

2.1.2    Titik Jauh Penglihatan Mulai Berkurang, Makin Pendek

            Miopia merupakan salah satu penyebab utama penurunan tajam penglihatan, sedangkan tajam penglihatan yang baik sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. Miopia pada anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi, pendidikan dan tingkat kecerdasan (Tiharyo et al, 2008:104). Koreksi pada miopia perlu diperhatikan untuk mendapatkan tajam penglihatan yang sempurna. Pertumbuhan bola mata pada anak usia sekolah masih terus berubah dalam bentuk dan ukurannya, tajam penglihatan harus diperiksa secara berkala untuk memastikan penglihatan yang baik (Allen& Marrot, 2008).
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. (Irwana  dkk.,2009). Komplikasi pada miopia dapat dicegah dengan menggunakan kaca mata koreksi secara dini. Penggunaan kaca mata koreksi pada anak usia sekolah dengan miopia akan memperbaiki tajam penglihatan dan diharapkan tidak terjadi kesalahan pemahaman (Wong, 2008).
            Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi( Haryono , 2007).

2.1.3    Perlu Penerangan Lebih Banyak

            Cahaya merupakan satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. (Amin, 2011). Pencahayaan mempunyai dua fungsi utama yaitu untuk penglihatan (vision) dan menciptakan suasana interior (estetika). Pencahayaan yang diterapkan pada desain interior terdiri dari pencahayaan alami (cahaya siang, daylight) dan pencahayaan buatan( Taufan, 2011). Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat (Putri, 2010).
            Prinsip umum pencahayaan adalah bahwa cahaya yang berlebihan tidak akan menjadi lebih baik. Penglihatan tidak menjadi lebih baik hanya dari jumlah atau kuantitas cahaya tetapi juga dari kualitasnya. Kuantitas dan kualitas pencahayaan yang baik ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio pencahayaan pada ruangan. (Irianto, 2009). Pencahayaan alami dipahami sebagai cahaya yang berasal dari sinar matahari yang kemudian dipantulkan oleh lingkungan, disebut dengan cahaya siang (daylight) adalah sumber pencahayaan yang sangat baik, termasuk juga untuk ruang interior. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya yang berasal dari hasil karya manusia berupa penerangan buatan atau lampu yang berfungsi menyinari ruangan sebagai pengganti sinar matahari ketika sore hingga malam hari. (Purnama, 2014).

2.1.4    Kontras Warna Cenderung Ke Arah Warna Merah, diatasi dengan Kontas Warna pada Alat Peraga.

            Mata manusia bisa menangkap tujuh juta warna yang berbeda. Tetapi ada beberapa warna utama yang memiliki dampak pada kesehatan dan perasaan.  Dengan menggunakan berbagai nuansa warna dapat membawa harmoni, stabilitas dan keseimbangan.            Mata kita cenderung lebih cepat mengidentifikasi warna merah dalam suatu ruangan. Warna ini dapat mempengaruhi manusia secara fisik seperti meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan laju pernapasan. Warna merah cenderung lebih berpengaruh pada mood pria, karena bisa menciptakan reaksi yang emosional seperti rangsangan dan agresif (Zein, 2013). Pemilihan  warna sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang sehingga mempengaruhi keseimbangan tubuh, emosi dan pikirannya. warna merah artinya berani, bersemangat, hangat, agresif, kemakmuran dan menarik perhatian. Oleh sebab itu penggunaan warna merah pada suatu objek seringkali membuat objek tersebut terasa lebih dekat dari jarak sebenarnya (Sitepu, 2013).
            Menurut Yeni (2011) peranan alat peraga manipulatif dalam pembelajaran matematika adalah dapat membantu anak dalam memahami konsep–konsep matematika yang abstrak. Menurut Dian (2011) keunggulan alat peraga manipulatif adalah dapat membantu mengvisualkan konsep yang abstrak kepada siswa sehingga siswa mudah memahami suatu konsep pembelajaran matematika. Menurut Rahmawati (2008) alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh guru dalam menyampaikan pelajaran matematika agar siswa mudah memahami suatu konsep.

2.1.5   Pendengaran Berkurang

            Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75-140 juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Indonesia termasuk negara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi 4,6 %. (Ferdianta, dkk., 2013). Ambang suara minimal yang dianggap dapat menurunkan fungsi pendengaran adalah 85 dB dengan paparlln lebih dari 8 jam per hari. bising kronik ternyata juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada frekuensi rendah dan sedang (250H2-l kIIz) seperti pada frekuensi tinggi. (Hong, 2009).  Faktor-faktor kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran meliputi tekanan kebisingan, durasi pajanan dalam sehari dan lama bekerja, kerentanan individu, umur, gangguan atau penyakit lain, sifat lingkungan kebisingan, jarak telinga dengan sumber kebisingan dan posisi telinga terhadap sumber bunyi. (Feidihal, 2007).
            Hipertensi merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat dengan timbulnya gangguan pendengaran sensorineural. Kegemukan  diketahui \berhubungan dengan penyakit-penyakit kardiovaskuler. Patofisiologi vaskuler merupakan penjelasan adanya faktor resiko kegemukan pada timbulnya gangguan pendengaran. (Waskito, 2008). Merokok merupakan faktor risiko yang kuat terjadinyanya gangguan pendengaran sensorineural. Nikotin dankarbonmonoksida merupakan bahan yang penting dalam proses kerusakan pada organ pendengaran. Nikotin mempunyai sifat ototoksik dan menyempitkan pembuluh darah sehingga mengurangi pasokan darah ke organ tubuh (Nasri, 2009).

2.1.6    Perbedaan Bunyi Makin Berkurang

            Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel – partikel yang berada di udaran  dan energy yang terkandung didalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat juga menempuh jarak yang sangat jauh (Alfarizki, 2011). Bunyi adalah sensasi yang dirasakan oleh organ pendengaran ketika gelombang bunyi terbentuk di udara melalui getaran yang diterimanya. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga berada pada frekuensi 20−20.000 Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar. Tingkat intensitas bunyi dinyatakan dalam satuan dB atau decibel.1-3 (Susilawati, 2010). Polusi bunyi atau kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia, sehingga seberapa kecil atau lembut bunyi yang terdengar jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan. Gangguan pendengaran akibat bising merupakan gangguan pendengaran neurosensoris yang kedua tersering dijumpai setelah gangguan pendengaran akibat presbikusis (Hidayati, 2007).  Pajanan di atas 85 dB dapat menimbulkan NIHL atau gangguan pendengaran. Kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan lainnya seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Bashirrudin, 2007). Bunyi dengan intensitas tinggi melebihi nilai ambang batas yang ditentukan sangat berbahaya untuk kesehatan indra pendengaran karena dapat menyebabkan penurunan fungsi pendengaran. Intensitas bising yang tinggi menyebabkan tekanan mekanik yang makin tinggi dan kondisi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada koklea terutama organ Corti (Purnanta, 2008).

III.             CIRI-CIRI BELAJAR


3.1   Belajar Adalah Proses Aktif , dan Tidak Kegiatan Belajar Tanpa Aktivitas

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan yang menunjang hasil belajar aktif (Raehang, 2014). Istilah active learning mempunyai konotasi constructivism, yaitu belajar secara aktif . Partisipasi aktif siswa dengan berinteraksi dan memanipulasi lingkungan merupakan syarat dalam aktivitas belajar. Rendahnya  aktivitas belajar peserta yang ditunjukkan dengan keadaan pada proses pembelajaran tidak adanya peserta yang berani mengemukakan pendapat saat kegiatan belajar berlangsung (Kumara 2013).Keterlibatan anak secara aktif dalam suatu aktivitas belajar memungkinkan mereka memperoleh pengalaman yang mendalam tentang bahan yang dipelajari, dan pada ahirnya akan mampu meningkatkan pemahaman anak tentang bahan tersebut. Keterlibatan siswa secara aktif bentuknya bisa secara fisik, dan yang lebih penting lagi secara mental (Suryadi, 2010). Anak yang sedang belajar membaca harus paham akan hubungan antara membaca dan bahasannya, pengajaran membaca harus membuat anak paham bahwa membaca harus menghasilkan pengertian. Kemampuan membaca pemahaman yang dimiliki seseorang bukanlah merupakan kemampuan yang turun-temurun, melainkan hasil proses belajar mengajar yang dilakukan dengan tekun dan terlatih (Laily, 2014). Kegiatan membaca dapat dipandang sebagai kegiatan dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia agar dapat mencapai kemajuan hidup. Membaca adalah sebuah kegiatan sine quo non dalam seluruh proses pendidikan. (Lestyarini, 2010)

3.2    Belajar Hanya Dapat Dilakukan Oleh Individu yang Belajar

          Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar sendiri (tanpa bantuan orang lain) pada saat melakukan pemecahan masalah disebut sebagai actual development, sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potential development (Kumara 2013). Kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, dan merupakan kerja-keras personaliti manusia. Strategi belajar sendiri memuat kegiatan: mengevaluasia diri, mengatur dan mentranformasi, menetapkan tujuan dan rancangan, mencari informasi, mencatat dan memantau, menyusun lingkungan, mencari konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan mereview catatan (Sumarmo 2012). Belajar  mandiri (self-directed learning) adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa seseorang mengambil inisiatif, baik dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam melakukan diagnosis kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. (Yanti, 2011).
          Proses pembelajaran pada setiap orang mempunyai gaya dan cara mengikuti karakter masing-masing individu. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorangyang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Menurut Setiana (2012) terminologi karakter sedikitnya memuat dua hal yaitu values (nilai-nilai) dan kepribadian. Sebagai suatu cerminan dari kepribadian yang utuh, karakter mendasarkan diri pada tata nilai yang dianut masyarakat(Manalu, 2014).

3.3  Kemampuan Belajar Setiap Individu Tidak Sama Perlu Melakukan Sosialisasi dan Individualisme

          Sosialisasi merupakan proses belajar yang dialami individu untuk mengenal dan menghayati norma dan nilai-nilai sosial sehingga terjadi pembentukan perilaku yang sesuai dengan masyarakatnya, (Ruchayati, 2012). Menurut Soekanto (2008), sosialisasi adalah suatu proses anggota masyarakat mempelajari norma-norma dan nilai-nilai sosial dimana ia menjadi anggota. Menurut Widyana (2011) sosialisasi yaitu proses yang membentuk individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup serta bagaimana cara berpikir kelompoknya agar ia dapat berfungsi serta berperan dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan sebuah proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Meskipun prosesnya berlangsung seumur hidup namun sosialisasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi Primer Sosialisasi primer adalah proses sosialisasi yang pertama dialami individu sewaktu kecil di lingkungan keluarga. Keluarga adalah media sosialisasi pertama sebelum anak mengenal dunia luar.Sosialisai Sekunder Sosialisasi sekunder adalah merupakan tahap lanjutan setelah sosialisasi primer. Dalam tahap ini dikenal adanya proses desosialisasi, yaitu proses pencabutan identitas diri yang lama dan dilanjutkan resosialisasi. Resosialiasi adalah pemberian identitas baru yang didapat melalui institusi sosial ( Thomas , 2012).

3.4     Proses Belajar Dipengaruhi Oleh Pengalamannya

          Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang sudah diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu.Yuliawati (2011) menyatakan bahwa pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya. Pendapat lain juga disampaikan oleh Handoko (2009) menyatakan bahwa pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang telah dilakukan seseorang yang memberikan peluang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik selama jangka waktu tertentu. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil seseorang dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
          Pengalaman lebih banyak akan mempunyai tingkat kepuasan kerja lebih tinggi. Dengan semakin banyaknya pengalaman maka tingkat kepuasan akan meningkat dimana dari pengalaman akan lebih berhati-hati serta belajar akan kesalahan-kesalahan sehingga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan akan terasa lebih memuaskan karena pengalaman yang dimiliki (Hamzah, 2009). Husaini Usman (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman kerja karyawan maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian emperik yang dilakukan oleh Zakso (2010) bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

3.5    Proses Belajar Melibatkan Alat Indera

Indera merupakan bagian yang terpenting saat belajar karena indera merupakan salah satu di antara banyak reseptor yang berfungsi menangkap rangsangan (stimulus) dari lingkungan dan diterima oleh individu dalam bentuk sensasi. Muchlis (2011) mengungkapkan bahwa belajar dengan mengalami sesuatu yaitu dengan mempergunakan panca inderanya mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu, sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru, dan kemudian mengolahnya. Saat beraksi terhadap sesuatu yang di pelajari, energi rangsangan mencapai sel panca indera. Energi yang diterima ini mulai membentuk rangkaian kejadian yang mengubah bentuk stimulus luar ke impuls neural yang dapat dikomunikasikan ke otak. Bahkan sebelum pesan neural tersebut mencapai otak, beberapa pengodean dasar dari informasi panca indera telah terjadi (Fledman, 2012). Membaca sebagai suatu aktifitas dalam memperoleh pengetahuan dan informasi sangat penting untuk semua orang. Kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam dunia pendidikan, karena proses belajar-mengajar hampir tidak bisa lepas dari  kegiatan membaca. Membaca memerlukan alat indera yang berperan dominan yaitu penglihatan dari individu yang melakukannya (Situmorang, 2014). Keterampilan membaca merupakan suatu keterampilan dasar yang terus menerus dilakukan. Aspek pendidikan dilakukan dalam bentuk pembinaan kemampuan baca tulis dan pengembangan kebudayaan melalui beragam jenis pendidikan non formal. Oleh karena itu, pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat baik petani, peternak maupun nelayan terhadap lingkungannya marupakan informasi yang penting (Waskita, 2009).

3.6     Proses Belajar Dihambat Oleh Hasil Belajar yang Pernah Diraih

          Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar,karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa- siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya .Ada tidaknya minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dapat dilihat dari cara mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan konsentrasi terhadap materi pelajaran (Sadirman 2008).Kemungkinan yang paling tinggi sebagai penyebab terjadinya hambatan perkembangan belajar ini adalah karena hambatan perkembangan otak (sistem syaraf pusat) pada masa prenatal, perinatal, dan selama usia satu tahun pertama.  (Bachri 2010). Selain itu juga ada beberapa risiko selama kehamilan yang dapat menyebabkan seorang individu mengalami kesulitan belajar ketika sudah masuk usia sekolah, seperti :infeksi rubella, malnutrisi (kekurangan protein dan vitamin yang dibutuhkan tubuh selama dalam kandungan), atau stress yang terus menerus yang dialami oleh ibu yang sedang hamil, dan beberapa faktor instrinsik lainnya (Slameto, 2009)
          Kurangnya dukungan dan motivasi dari dalam diri menjadi salah satu faktor yang menghambat. Dalam hal ini siswa kurang memotivasi dirinya sendiri untuk dapat mencapi tujuan yang diinginkan. Siswa masih belum memiliki tujuan yang kuat sehingga motivasi untuk dirinya sendiripun tidak kuat (Dalyono, 2009).

3.7    Proses Belajar Dipengaruhi Oleh Kebutuhan yang Dirasakan

          Salah satu fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah membentuk individu yang mandiri, utamanya kemandirian dalam belajar. Kemandirian belajar telah menjadi salah satu aspek sikap dalam pendidikan karakter. Semakin tinggi sikap kemandirian belajar seseorang, maka akan memungkinkannya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi (Saefullah, 2013). Menurut Sutari Imam Barnadib (2008), sikap mandiri adalah "Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. Sedangkan Kartini Kartono (2007) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri”. Sikap mandiri adalah kemampuan berdiri sendiri dalam melaksanakan segala kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri. Sikap mandiri meliputi juga kemampuan untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungan, mampu menentukan nasibnya sendiri, mampu  berinisiatif, kreatif, dewasa dalam membawakan dan menempatkan diri, dan yang terpenting tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain. Menurut Muhibin (2008) dalam suatu masyarakat sering dijumpai aneka ragam diantaranya ada yang kaya sedangkan sebagian besar lainnya banyak yang miskin. Hal itu disebabkan karena masyarakat mempunyai kebutuhan status sosial dalam hidupnya. Upaya pencapaian status sosial yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara belajar dan sekolah yqng lebih tinggi.

3.8    Proses Belajar Dipengaruhi Oleh Lingkungan Belajar

          Lingkungan belajar merupakan bagian dari proses belajar yang menciptakan tujuan belajar. Lingkungan belajar tidaklah lepas dari keberadaan siswa dalam belajar. Kebiasaan belajar yang efektif berdampak pada lingkungan belajarnya. Lingkungan belajar yang baik harus diikuti dengan penguatan yang diberikan oleh guru dengan maksimal pula (Sardiman 2009). Lingkungan belajar adalah kondisi dan segala fasilitas yang digunakan untuk kegiatan belajar sehari-hari” (Bambang, 2009). Lingkungan belajar yang kondusif menurut Mohammad Ali (2007) memiliki prinsip yaitu dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk belajar dengan baik dan produktif. Lingkungan belajar yang kondusif meliputi lingkungan lingkungan fisik, lingkungan sosial maupun lingkungan psikologis. Menurut Wibowo (2012) lingkungan yang membentuk suatu lingkungan belajar disebut dengan lingkungan pembelajaran. Lingkungan pembelajaran merupakan sumber materi dan alat bantu pembelajaran. Lingkungan pembelajaran menjadi salah satu faktor terhadap proses pembelajaran . Kondisi lingkungan yang baik akan mempengaruhi semangat belajar. lingkungan belajar dan minat belajar merupakan faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan prestasi belajar siswa.

IV.             KOMUNITAS YANG BAIK MENGANDUNG 9 NILAI


4.1  Setiap Anggota Masyarakat Berinteraksi Satu dengan yang Lain Berdasarkan Hubungan Pribadi

Wiryanto (2009) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2008 ).
Komunikasi dalam suatu organisasi selalu merupakan komunikasi timbal balik, demi kepentingan semua pihak. Dalam berkomunikasi kita menciptakan persamaan pengertian, ide, pemikiran, dan sikap tingkah laku kita terhadap orang lain. Jadi komunikator dan komunikan mempunyai kesamaan dan kesepakatan pesan sehingga menimbulkan suatu pengertian (Rahmanto, 2008). Devito (2011) mengemukakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
Keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain atau individu yang lain. Informasi dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri kepada orang lain tanpa ditutupi dengan jujur apa adanya. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai dalam komunitas (Dayaksini,2009).

4.2    Komunitas Memiliki Otonomi : Kewenangan dan Kemampuan Untuk Mengurus Kepentingan Sendiri Secara Bertanggung Jawab

Kemampuan/kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara konsistensi sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki (Rahmat,2007). Kemampuan kepribadian adalah kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan bijaksana, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, berahlak mulia, mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan diri secara berkelnjutan (Romlah, 2008)
Masyarakat dalam suatu komunitas harus senantiasa bertanggung jawab dalam segala urusannya. Hasan (2010) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Hendra  (2014), kewenangan otonomi diberikan kepada daerah ialah untuk memelihara dan mengembangkan identitas budaya lokal. Tanpa otonomi yang luas, daerah-daerah akan kehilangan identitas budaya lokal baik berupa adat istiadat maupun agama.
Menurut  Ermaya (2015), otonomi desa berarti juga memberi ruang yang luas bagi inisiatif dari bawah (desa). Kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua proses baik dalam pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Otonomi desa mengatur semua yang harus dilakukan oleh masyarakat desa untuk kemajuan desa serta untuk mensejahterakan masyarakat. Otonomi desa bersifat mengikat untuk anggota desa tersebut.

4.3 Komunitas Memiliki Viabilitas : Kemampuan Untuk Memecahkan Masalahnya Sendiri

Penyelesaian masalah (problem solving) merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh pebelajar saat ini. Problem solving didasarkan pada proses kognitif yang merupakan hasil pencarian cara keluar dari kesulitan dan cara untuk menyiasati hambatan. Problem solving merupakan bagian dari proses berpikir (Rosidi, 2016). Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar (Andri, 2010). Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi (Siti, 2006).
   Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan. Masyarakat perlu mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan harus diutamakan pemecahannya. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. (Setiadi dan Kolip, 2010). Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhannya. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. (Cooperrider, 2006).

4.4  Setiap Orang Berkesempatan Sama dan  Bebas Memilih Serta Menyatakan Pendapatnya

Menurut Sargen (Fatah, 2008) bahwa demokrasi mengisyaratkan adanya keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan, adanya persamaan hak diantara warga negara, adanya kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada atau dipertahankan dan dimiliki warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif. Kemerdekaan berpendapat atau kebebasan untuk masyarakat pendapat merupakan salah satu dasar kehidupan masyarakat yang berpemerintahan demokratis (Tuahunse,2009).
Salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah kebebebasan warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat,kebebasan berserikat dan kebebasan beragama, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga negara tersebut (Syamsir,2015).
Syarat adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat, merupakan persyaratan mutlak yang lain, yang harus dimiliki oleh suatu negara demokrasi. Undang-undang yang mengatur mengenai kebebasan menyatakan pendapat harus dengan tegas mentakan adanya kebebasan berpendapat baik secara lisan maupun tertulis (Krisna,2007).
Menurut Widodo (2014) partisipasi masyarakat meningkatkan keberlanjutan ketika masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, masyarakat merasa memiliki dan termotovasi untuk mempertahankannya, namun memakan waktu sumberdaya logistik dan organisasinya merepotkan. Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam kegiatan komunitas.

4.5     Kesempatan Setiap Anggota Masyarakat Untuk Berpartisipasi Aktif Dalam Mengurus Kepentingan Bersama

          Menurut Juliantara (2008) partisipasi diartikan sebagai keterlibatan setiap warga negara yang mempunyai hak dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya, partisipasi masyarakat merupakan kebebasan dan berbicara dan berpartisipasi secara konstruktif.
          Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
          Dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam setiap tahapan pembangunan yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan dan tahap evaluasi (Soetomo,2008).Menurut Rahman (2009), partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat.
          Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2) kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi (Arsam, 2014). Kemauan datangnya dari individu sendiri sedangkan kemampuan berarti datangnya dari pengetahuan yang telah diaplikasikan.

4.6       Komunitas yang Memberi Makna

            Makna hidup adalah hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan.Makna hidup ada pada kehidupan itu sendiri dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Zainal,2011). Manusia sebagai makhluk rohaniah, sangat rentan kehilangan arti,
makna, tujuan atau peran dalam hidupnya. Kehilangan makna hidup akan
mengganggu jiwa dan dapat menimbulkan keputusasaan, merasa diri tak
berharga, bunuh diri, nekad, dan tindakan fatal lainnya. (Ula,2014). Hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna, apabila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningful). Sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless). Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia (aminah 2009).         
            Menurut Isnaningtyas (2013) Kebermaknaan hidup ini memiliki beberapa proses. Adapun proses tersebut diantaranya mengalami kenyataan pahit, kehidupan tak bermakna, pemahaman diri, penemuan kebermaknaan dan tujuan hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan kebermaknaan hidup, dan kebermaknaan hidup yang akan menghasilkan kebahagiaan  Komunitas orang hidup dengan bersosialisasi dengan satu sama lain. Hal ini membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. Oleh karena itu, titik ini, peran penting dalam membuat komunitas yang hidup dan bersemangat. Komunikasi yanga ada harus dijalankan dengan baik sehingga tmbul rasa saling memiliki antara anggota (Mudiyanto dan Bambang, 2009).

4.7     Di Dalam Komunitas Dimungkinkan Adanya Heterogenitas dan Perbedaan Pendapat

Keanekaragaman (heterogenitas) adalah permasalahan yang memang selalu ada dalam kehidupan ini. Masyarakat terbentuk karena adanya perbedaan, sementara perbedaan sendiri menjadikan  kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih hidup, lebih menarik dan layak untuk diperbincangkan (Ika, 2013). Menurut Ni Luh (2013), perbedaan pendapat, percekco­kan kecil dianggap sebagai suatu dinamika kehidupan yang selalu ada dalam kehidupan bersama.  Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang seharusnya terjadi dan tidak perlu dipermasalahkan. Artinya perbedaan yang sifatnya tidak peka dan tidak menimbulkan  sebuah masalah dengan mudah dapat diselesaikan. Perbedaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia. Semakin maju perkembangan jaman, perbedaan pun semakin jelas terlihat. Perbedaan tidak memandang bulu, baik itu hal besar ataupun kecil pasti akan ada perbedaan. (Ema, 2007).
Fenomena mengenai pengambilan keputusan dalam kelompok berbeda dengan pengambilan keputusan secara individu. Dalam pengambilan keputusan secara kelompok, pilihan alternatif pengambilan keputusan akan sangat beragam karena semua anggota kelompok akan mengutarakan idenya masing-masing. (Kerr & Tindale, 2007). Menurut Lumintang (2015) suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, dimana masing-masing pihak merasa dirinyalah yang paling benar. Bila perbedaan pendapat ini cukup tajam, maka dapat menimbulkan rasa yang kurang enak, ketegangan dan sebagainya. Sehingga perlu dilakukan penanganan yang baik dalam mengelola perbedaan tersebut sehingga tercipta pengelolaan konflik yang baik.

4.8     Di dalam Komunitas, Pelayanan Masyarakat Cepat dan Pendek

Mungkin terjadi masyarakat secara keseluruhan yang berada pada wilayah tertentu sama sekali belum berdaya. Dengan demikian, orientasi pemberdayaan memang secara tegas mnunjukan sesuatu target group masyarakat itu sendiri. Di sis lain saat mungkin terjadi bahwa sasaran yang perlu diberdayakan hanyalah merupakan bagian dari suatu masyarakat saja, yaitu khususnya pihak yang belum memiliki daya (Adi, 2008).
   Selama ini kita menyadari bahwa pembangunan yang dilaksanakan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum mencerminkan tingkat pemberdayaan masyarakat (miskin) maupun daerah secara optimal. Bahkan pembangunan yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat sebenarnya (Suparno dan Suhaenah, 2006).
   Peningkatan pemerintah bukan hanya diarahkan pada upaya “penguatan” pemerintah secara sentralistis, melainkan dengan cara memberikan peranan yang lebih besar kepada daerah dan masyarakat melalui strategi dan pola terarah dari konsep desentralisasi (otonomi daerah) (Rohman, 2010).  Pemberdayaan masyarakat harus difokuskan pada kelompok masyarakat didaerah, yang merupakan bagian terbesar dari populasi masyarakat Indonesia. Sehingga merupakan kegiatan strategis yang harus didukung oleh semua komponen bangsa agar dapat memberdayakan dan melepaskan masyarakat didaerah-daerah dari ketergantungannya pada pemerintah pusat (Darmastuti, 2010). Menurut Aryani (2010) upaya perbaikan kualitas pelayanan, akan jauh lebih efektif bagi keberlangsungan bisnis. Upaya perbaikan ini akan menjadikan konsumen makin loyal kepada perusahaan saling berhubungan satu dengan yang lain.

4.9     Di dalam Komunitas Bisa Terjadi Konflik

Asumsi terjadinya konflik sosial ditanah air antara lain karena tidak adanya atau kurangnya pemahaman dan penghargaan atas budaya etnik, maka salah satu untuk menyikapinya adalah dengan mendidik manusia-manusia atau masyarakat agar mereka mengetahui dan menghargai perbedaan budaya tersebut (Azis, 2009). Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan pastilah ada hambatan  yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan.(Wuradji, 2008).
   Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik. Dalam pandangan teori konflik bahwa masyarakat selalu dalam kondisi perubahan, dan setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik di masyarakat (Bambang, 2007). Manajemen (mengelola) konflik adalah salah satu tugas penting seorang manajer. Tidak peduli di jenjang mana manajer tersebut berada atau area bisnis yang dibidanginya, setiap manajer pasti menghadapi banyak masalah yang bersumber dari ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota organisasi (perusahaan).
Setiap konflik ini harus dikelola agar perusahaan dapat mencapai sasaran – sasarannya (Narjono 2014). Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan (Winardi, 2007). Mengingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi yang ada.

V.                DINAMIKA KELOMPOK YANG BAIK


            Secara definitif, kelompok adalah dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama, saling berinteraksi, saling adanya ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama, adanya rasa kebersamaan dan memiliki, mempunyai norma-norma dan nilai-nilai tertentu. Sejak dari awal kehidupannya, manusia telah membentuk kelompok yang kemudian menjadi dasar bagi kehidupan keluarga, perlindungan, pemerintahan, kerja dan lain-lain (Maas, 2008).  Semakin efektif suatu kelompok, semakin baik pula kualitas kehidupan anggota-anggotanya. Agar kelompok tersebut tetap efektif adalah pengetahuan yang cukup tentang dinamika atau proses-proses yang terjadi serta kemampuan kita untuk berperilaku secara efektif dalam kelompok (Wahyuni, 2007).
Kekuatan eksternal mencakup karakteristik demografi, teknologi unggul, peubah pasar, sosial dan tekanan politik (Purhantara, 2009). Kekuatan ini dibagi kedalam dua katagori yaitu lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari elemen-elemen yang memberikan pengaruh tidak langsung pada perusahaan, diantaranya adalah elemen perekonomian, elemen politik dan legal, elemen sosial-budaya, dan elemen lingkungan teknologi. Kekuatan internal meliputi permasalahan manusia dan pengaturan tingkah laku.  Menurut  Zulkarnaen (2013), penyusunan analisis SWOT pada suatu perusahaan juga memerlukan penentuan kekuatan internal, berasal dari dalam diri seseorang berupa sifat - sifat personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha dan berusaha (Koranti, 2013).

5.1    Pendekatan Sosiologis

5.1.1 Tujuan Kelompok

Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau perusahaan tentunya sangat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Struktur organisasi dapat diimplementasikan sesuai sistem kerja organisasi untuk tujuan organisasi yang efektif dan efisien (Gammahendra dkk., 2014)  Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Sosialisasi adalah proses belajar individu untuk mengenal dan menghayati nilai dan  norma sosial sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakat (Tohirin, 2007). Wijaya (2011), berpendapat untuk mencapai suatu tujuan, tercapai atau tidaknya tergantung dari manajemen yang dimilikinya dalam menggerakan orang-orang.
Organisasi merupakan unit sosial yang berusaha mencapai tujuan. Namuri rumusan tujuan yang ideal tidak hanya merurnuskan hasil yarg hendak dicapai. Tujuan organisasi harus dapat menggambarkan keadaan masa akan datang yang senantiasa dikejar dan diupayakan untuk diwujudkan oleh organisasi. Dengan demikian hendaknya tujuan menciptakan sejumlah pedoman bagi landasan kegiatan organisasi dan juga merupakan sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi serta eksistensi organisasi itu sendiri (Musthofa, 2009). Selain itu menurut Irianto (2009) bahwa fungsi tujuan juga sebagai patokan yang dapat dipergunakan oleh anggota organisasi maupun kalangan luar organisesi untuk menilai keberhasilan organisasi.

5.1.2    Jenjang Sosial

Menurut Kusai, dkk (2013) struktur kelompok merupakan hubungan individu dan kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peran masing-masing anggota. Struktur kelompok didefinisikan sebagai model hubungan antar peran/status didalam kelompok dalam hal wewenang mengambil keputusan. Serta berperan juga sebagai jaringan komunikasi untuk menyampaikan informasi baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas Sudjarwo (2011). Menurut pendapat  Wahid (2008), jenjang sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kedudukan dalam kelompok serta prestasi yang menyertai. Contohnya adalah pemberian status anggota kehormatan. Anggota kehormatan ialah orang yang diangkat sebagai anggota khusus oleh perkumpulan karena jasa orang tersebut. Ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan berpengaruh terhadap ketidak jelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-masing anggota, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok (Andarwati et al., 2012).
Jenjang sosial sering terjadi didalam masyarakat. Jenjang sosial atau sering disebut dengan istilah stratification berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan masyarakat. upaya formal yang terencana dan terorganisasi untuk mencapai suatu keseimbangan antara kebutuhan karir seorang individu dengan tuntutan pekerjaan penting dalam suatu organisasi (Tan, 2008). Stratifikasi sosial itu sendiri, sebenarnya merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara sosial didalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda (Qurohman, 2010).

5.1.3    Peran Kedudukan

            Kedudukan seseorang dalam suatu kelompok akan menentukan peranannya dalam kelompok tersebut dan semakin banyak jumlah individu dalam kelompok semakin luas dan kompleks spesialis peranannya, karena kebutuhan adanya lembaga penghubung semakin terasa (Surbakti,2013). Menurut Irianto (2009) peran seseorang didalam kelompok ditentukan oleh ditingkat mana dia berada.
            Semakin tinggi kedudukan akan semakin tinggi pula peranannya misalnya adalah pemimpin, sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pembuat kebijakan, sebagai ahli, sebagai pelaksana, sebagai pengendali, sebagai pemberi hadiah atau hukuman, sebagai teladan dan lambang atau simbol, sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan sebagai pengganti peran anggota lain (Brahmasari dan Agus, 2008). Contoh lain dalam peranan kedudukan ini adalah persamaan antara pria dan wanita.
Menurut Sudarta (2009) Kemitra sejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita adalah suatu kondisi hubungan kedudukan dan peranan yang dinamis antara pria dengan wanita sehingga peran antara wanita dengan kedudukan sesuai dengan koridor tugas masing-masing. Siswanto (2007), bahwa kelompok dengan sumber kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang secara hirarkis mempunyai kedudukan dalam organisasi. Sebagai contoh, kepala bidang perencanaan akan mempunyai kontrol lebih besar terhadap distribusi sumber daya, kepala bagian tata usaha akan mempunyai kontrol lebih besar terhadap ekologi pekerjaan seseorang. Kedudukan kepala bidang akan mampunyai peran yang lebih kompleks dibandingkan dengan peran dari staff pendukungnya dan juga peran tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih.

5.1.4    Kekuasaan

            Kekuasaan memiliki konsep yaitu seperti dikemukakan oleh Surbakti (2013). bahwa dalam perbendaharaan ilmu politik terdapat sejumlah konsep yang berkaitan erat dengan konsep kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasi (persuasion), manipulasi, coercion, force, dan authority (kewenangan). Menurut Burrell dan Gareth (2006) adanya kekuasaan yang lebih tinggi yang mempengaruihi pikiran seseorang.
            Kekuasaan di dalam organisasi, bisa merupakan suatu kekuatan/kelebihan namun dapat pula merupakan suatu ancaman bagi organisasi (Mariant, 2011). Dengan mengetahui sumber-sumber kekuasaan, cara-cara untuk meningkatkan atau mengurangi kekuasaan, dan taktik-taktik untuk mendapatkan kekuasaan, seorang pemimpin dapat mengendalikan kekuasaan yang ada di dalam organisasinya, sehingga dapat lebih efektif mengendalikan organisasi.
Organisasi untuk mencapai tujuannya perlu adanya sumber daya dan salah satu penggerak hal tersebut maka perlu adanya kekuasaan. Kekuasaan atau kepemipinan merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada bawahannya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Kahar, 2008). Menurut Topu (2013)  Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para karyawan, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi.

5.1.5    Kepercayaan

            Kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable), kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak  akan memanfaatkan kelemahan pihak lain (Djati, 2008). Trust (kepercayaan) merupakan variabel yang memediasi hubungan antara sikap tertentu dan behavioral outcomes. Kepuasan yang didorong oleh kepercayaan pada sesuatu  akan lebih menjelaskan loyalitas sesungguhnya (Tjahyadi, 2006).
            Kepercayaan tidak timbul begitu saja harus dilatih dan dibentuk salah satu cara adalah dengan kebiasaan untuk menanamkan sifat percaya tersebut dengan memberikan suasana atau kondisi demokratis, yaitu individu dilatih  untuk  dapat  mengemukakan pendapat kepada pihak lain, dilatih berpikir mandiri dan diberi suasana yang aman sehingga individu tidak takut berbuat kesalahan (afiatin da Budi, 2008). Pendapat lain menambahkan bahwa kepercayaan dan keyakinan perlu dipupuk dan di tumbuhkembangkan secara sistematis (Sarwono, 2007).
     Kelompok yang memiliki kepercayaan akan  mengharapkan hal yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Kelompok yang kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, keyakinan yang kuat dan pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki (Alzachbana, 2013). Menurut  Pool dan Sewell (2007), pengalaman erat kaitannya dengan kepercayaan dalam kelompok, bahwa jika memiliki kepercayaan diri maka akan terasa kehadirannya dalam setiap pertemuan.

5.1.6    Sanksi

            Penghargaan kelompok terdiri atas dua macam, yaitu penghargaan reward dan penghargaan punishment (sanksi). Menurut Feather dalam Lestari (2015) bahwa, keadilan distributif pada umumnya berkisar pada insentif yang meliputi upah, hadiah dan disinsentif yang meliputi denda dan sanksi.
            Menurut Ginting (2006) konsekuensi yang menyenangkan dari luar diri seseorang setelah orang itu melakukan suatu perbuatan yang membuat perbuatan tersebut diulang kembali disebut dengan istilah penguatan berulang atau reinforcement / reward Sebaliknya konsekuensi yang tidak menyenangkan dari pihak luar yang membuat seseorang berhenti atau melemah perilakunya disebut penghukuman atau  punishment. Dari dua bentuk jenis konsekuensi ini, jenis penguatan  (reinforcement) dianjurkan lebih dahulu dicoba untuk memunculkan perilaku yang diinginkan daripada menggunakan hukuman. Pendapat Nurmiyati (2011) menambahkan  Ganjaran dalam bentuk positif  kemudian disebut dengan reward, sedangkan ganjaran dalam bentuk negatif disebut punishment.
            Sanksi ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja individu dalam kelompok. Rangsangan untuk meningkatkan motivasiatau kinerja ini salah satunya adalah dengan memberikan reinforcement berupa pemberian reward. Semua hal yang telah dilakukan harus dihargai agar tidak merasa perbuatnnya sia-sia (Hapsari, 2013). Pendapat Supriyanto (2014) menambahkan bahwa untuk meningkatkan antusias kelompok salah satunya yaitu dengan pemberian reward, reward adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang terhadap sesuatu yang telah dikerjakannya.

5.1.7     Norma

            Menurut Irianto (2009) pergaulan kelompok atau norma kelompok adalah dimana anggota mulai merasakan perlunya kesatuan pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan dalam kelompok agar kelompok bisa bekerja secara efektif dan efesien dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah terciptanya suasana penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga hubungan antar pribadi yang semula penuh dengan keragu-raguan dan konflik satu sama lain akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana untuk pemecahan masalah.
            Norma, adat istiadat dan tata pengaturan sosial lain memainkan peran penting dalam kelompok. Kelembagaan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk pranata dan interaksi sosial verbal (terucapkan) dan interaksi nonverbal (tidak terucapkan) (Suradisastra, 2008). Menurut Wahyuni(2007) bahwa kelompok institusi yang merupakan suatu kumpulan norma-norma atau nilai- nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Pendapat lain menambahkan bahwa Norma adalah aturan yang tidak tertulis yang diterapkan dalam kelompok (Hapsari, 2013).
            Suatu kelompok dapat dikatakan sebagai subkultur karena didalamnya terdapat norma-norma yang hanya berlaku bagi mereka yang sama-sama mengharapkan kebaikan atau keuntungan dari norma tersebut. Sugesti mempunyai peranan besar dalam pembentukan norma-norma kelompok dan norma-norma susila, karena kebanyakan orang mengadaptasi tingkah lakunya pada orang lain tanpa pertimbangan yang matang (Efianingrum, 2006)

5.1.8     Perasaan

            Perasaan dalam kelompok harus dibangun agar anggota kelompok tersebut merasa ada dan diakui oleh kelompok tersebut, menurut Abidin (2009) bahwa kelompok dirasakan sebagai suatu lembaga yang mampu membantu seseorang sebagai anggota kelompok dalam mewujudkan kepentingannya dan juga mampu membantu para anggota menumbuh kembangkan diri secara optimal, produktif, dan positif. Oleh karena itu, kelompok ini merupakan kumpulan kuantitatif dan kualitatif sehingga memiliki kebersamaan kuantitatif (sense of gatherness) yang dapat menjadi generator kelompok tersebut yang memungkinkan sejumlah anggota berkumpul menjadi eksis, hidup, dan menjalankan aktivitas kehidupan kelompoknya dalam mencapai tujuan bersama secara optimal (Maas, 2009).
            Menurut Idrus (2006) Catatan yang perlu diajukan adalah dengan adanya dorongan yang cukup dimungkinkan akan menghasilkan kenyamanan dalam kelompok, harapan lebih lanjut dengan adanya kenyamanan ini adalah setiap individu akan menampilkan unjuk kerja yang baik. Wahyuni (2007) menambahkan bahwa orang akan merasa lebih baik dengan pekerjaan mereka dan lebih menyukai pekerjaan yang berkualitas tinggi. Dengan sendirinya jika orang telah merasa nyaman dengan pekerjaannya, maka akan meningkatkan kepuasan dan kualitas kehidupan kerjanya. Secara psikologis kategorisasi akan menumbuhkan ingroup favoritism dan outgroup derogation. Dekategorisasi merupakan upaya untuk eliminasi bias ingroup favoritism melalui diferensiasi dan tumbuhnya personalisasi (Faturochman, 2008). Hal yang terjadi selanjutnya adalah salinasi kelompok dan deindividuasi anggota-anggotanya.

5.1.9     Fasilitas

            Kelompok harus mempunyai sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan kelompok tersebut agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar (Idrus, 2006). Contoh dalam setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Dari sisi lainnya kelengkapan sarana dan prasarana dapat berdampak positif bagi keberhasilan siswa dalam memperoleh informasi sebagai upaya untuk membentuk karakter dibidang profesi yang siap terjun kedalam dunia kerja (Pratama, 2011).
            Fasilitas ini juga diperlukan untuk dunia perkuliahan. Untuk meningkatkan kepuasan dosen, khususnya dalam  hal kondisi kerja, maka Universitas perlu menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang  mendukung kegiatan tridharma perguruan tinggi,  misalnya dengan menyediakan perpustakaan dengan  koleksi buku terbaru dan ruang baca yang nyaman, serta ruang kerja yang nyaman dan kondusif  untuk bekerja. Selain itu (Seniati, 2006). Irianto (2009) menambahkan bahwa fasilitas-fasilitas yang juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan jasmani dan kesejahteraan psikologis.
            Rusnan dkk. (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberadaan sarana dan prasarana pendukung yang tersedia menjadikan kelompok tani sapi potong di Kepulauan Halmahera menjadi kawasan strategis pengembangan peternakan. Semakin baik prasarana dan sarana yang ada menyebabkan semakin menimbulkan semangat peternak untuk belajar dengan cara mencari informasi kepada sumber-sumber informasi yang dapat diakses (Muatip dkk., 2008).

5.1.10 Tegangan dan Tekanan

Gangguan dapat datang dari mana saja dapat datang dari dalam kelompok atau bahkan datang dari luar. Menurut pendapat Setiawan dan Bram (2012) menyatakan bahwa gangguan dari dalam bisa berupa gangguan psikologis karena adanya tekanan dari luar di mana orang yang bekerja tetapi malah mengalami gangguan psikologis. Dikaitkan dengan kondisi ini, seseorang yang bekerja sesuai dengan potensi dan kemauan tentunya akan mempunyai mental yang sehat. Tentunya hal ini mengindikasikan adanya pengaruh faktor lain yang mendorong timbulnya gangguan psikologis dalam pekerjaan. Pendapat lain menambahkan Salah satu gangguan bahkan hambatan tersebut adalah adanya atmosfer lingkungan pekerjaan yang tidak mendukung (Pratama, 2011).
            Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa dampak negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan pegawai dalam melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya (Utami, 2010). Gangguan dan tekanan dala organisasi adalah hal yang biasa terjadi namun dapat diatasi dengan penciptaan suasana yang nyaman dan kondusif (Wahyuni, 2007).     Tekanan dalam kelompok dapat berupa konformitas yang sangat sering terjadi. Konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, konformitas mencerminkan perubahan perilaku sebagai hasil tekanan kelompok secara nyata atau hanya imajinasi. Hal ini terlihat dari kecendrungan seseorang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap tekanan kelompok sehingga dapat terhindar dari celaan (Myers dalam Putri, 2013).

VI.             PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBERANTASAN KORUPSI

               

6.1    Mengenal Korupsi

6.1.1 Pengertian Korupsi

Secara terminology, korupsi yang berasal dari Bahasa latin: corruptio yang lahir dari kata kerja corrumpere, berarti : “busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok”. Oleh karena itu Transparency International mendefinisikan korupsi sebagai “perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya sendiri atau mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakankekuasaaan public yang dipercayakan kepada mereka “. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan yang buruk, yang merusak, yang menjijikan. Dengan demikian jika perbuatan seseorang menimbulkan kerusakan dan dan keburukan bagi tatanan kehidupan suatu organisasi, instansi, lembaga negara, masyarakat bangsa dan negara, sekalipun dia tidak menerima langsung hasil perbuatannya secara material, perbuatan itu dapat digolongkan sebagai korupsi.
Jika korupsi dianalogikan sebagai tindakan pidana pencurian , maka menurut ajaran agama islam , tangan pencuri harus diptong . tetapi, jika perbuatan tersebut menimbulkan kerusakan ( Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan tatanan masyarakat), maka menurut islam, pelakunya harus dibunuh , disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara silang. Dari dua analaogi ini, dapat difahami bahwa jenis sifat dan bentuk korupsi , beraneka ragam. Salah satu mengapa korupsi sukar diberantas karena baik pemerintah maupun masyarakat kurang memahami dan mengenali dengan betul , jenis-jenis korupsi dan kiat dari pada pelakunya. Jenis dan tipologi korupsi hendaknya dikenali melalui beberapa pendekatan.

6.1.2    Motif Perbuatan

            Terkadang kita menyaksikan seseorang yang tidak tergolong miskin, tetapi melakukan korupsi. Tipologi korupsi ditinjau dari motif perbuatan dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1)   Corruption by need ( korupsi karena keperluan)
Artinya korupsi karena keperluan adalah korupsi yang dilakukan seseorang secara terpaksa karena kedangkalan keimanan dan pengetahuan. Terpaksa karen agaji atau pengahsilan yang diperoleh tidak cukup untuk kepeluan rutin selama sebulan penuh.
2)   Corruption by greed ( korupsi karena serakah)
Korupsi jenis ini biasanya dilakukan oleh para pejabat struktural.
Sikap serakah pejabat seperti ini disebabkan dua faktor yaitu :
(1)     Gengsi, haus pujian dan kehormatan
(2)     Tidak memiliki sense of crisis. Disebabkan sikap serakah untuk memperkaya diri sendiri, sebagian tidak memiliki kepedulian sesama.
3)   Corruption by opportunity (korupsi karena peluang)
Peluang hadir karena tiga aspek utama yaitu :
(1)     Penyelenggara negara yang terlalu birokratis. Contoh sederhananya mengurus SIM, STNK banyak persyaratan yang harus dipenuhi.
(2)     Manajemen yang amburadul
(3)     Pejabat yang kurang bermoral
4)   Corruption by exposes (korupsi yang telanjang)
Disebut dengan jenis korupsi yang telanjang dikarenakan ia berlaku hampir di seluruh strata masyarakat, tetapi tidak dianggap sebagai tindak pidana. Keadaan itu berlaku dari mulai presiden sampai dengan lurah.

6.2     Selintas Pemberantasan Korupsi di Indonesia

6.2.1  KKN Pada Masa Orde Lama

Korupsi yang terjadi pada masa pemerintahan parlementer, terbatas dan masih konvensional , yaitu menggunakan pola katabelece. Namun , pemerintah langsung meresponnya secara dini. Korupsi pada masa orde lama, secara garis besar dapat disebutkan sebagai berikut :
1)        Korupsi Material
Korupsi material yang dilakukan pada masa orde lama dimulai dengan diterbitkannya Inpres No. 018/1964 dan Keppres No. 360/1965 yang berisi ketentuan mengenai penghimpunan dan penggunaan dana revolusi. Dana revolusi adalah dana yang diperoleh melalui cara pengumpulan sumbangan masyarakat atas inisiatif presiden Soekarno.
2)        Korupsi Politik
-          Pembubaran Parlemen
Korupsi politik yang paling fundamental yang dilakukan oleh Soekarno adalah pembubaran parlemen, hasil pemilu (1955) yang terbersih yang pernah dipunyai Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Pembubaran parlemen tersebut dilakukan melalui dekrit 5 Juli 1959 yang berisi dua diktum ,yaitu :
  1. Pembubaran badan konstituante
          Pemilu 1955 merupakan pemilu yang paling demokratis dan luber yang pernah terjadi di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan sampai saat ini. Pemilu yang sangat demoratis inilah yang melahirkan anggota parlemen yang juga demokratis, berjiwa negarawan, jujur adil , sederhana dan tidak koruptif. Kualitas pemilu yang demokratis menghasilkan anggota parlemen yang sangat berkualitas, nasionalis dan negrawan , dibubarkan oleh Soekarno hanya karena kepentingan dan ambisi sektoral dari golongan tertentu yang yang lebih dimotori oleh partai komunis.
  1. Kembali ke UUD 1945 dengan dijiwai Piagam Jakarta.
Salah satu tugas badan konstituante hasil pemilu 1955 adalah menetapakan Dasar Negara Republik Indonesia , menggantikan UUD sementara tahun 1950. Dalam perdebatan di sidang-sidang muncul tiga alternatif dasar negara, yaitu: Islam, Sosialis dan Nasionalisme.
3)        Korupsi Intelektual
Korupsi intelektual yang pertama dilakukan pada masa orde lama yaitu penghianatan terhadap dekrit 5 juli 1959. Ini karena dalam Dekrit 5 Juli 1959 disebutkan “ kembali ke UUD 1945 dengan dijiwai Piagam Jakarta.”. dalam perjalanan sejarah orde lama, ternyata pemerintah tidak menepati janji sebagaimana hakikta dari Diktum 5 Juli 1959. Terjadilah ketidakpuasan di kalangan partai dan ormas Islam yang kemudian merupakan lahan subur bagi operasi intelejen. Salah satu hasil dari operasi intelijen tersebut adalah dideklarasikannya gerakan Darul Islam. Akhirnya umat islam menjadi sasaran
4)        Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemerintah telah mengambil beberapa langkah pemberantasan , setidaknya secara regulasi. Pemberantasan yang dilakukan lebih berupa operasi militer yang tentu bersifat represif. Ternyata tidak ada pengaruh signifikan dari pola ini, antara disebabkan karena kegiatannya tidak terstruktur. 
Korupsi pada orde lama ternyata ada ,  baik korupsi material, korupsi politik maupun korupsi intelektual. Jika warisan Bung Karno warisan barang-barang antik selama menjabar presiden dikategorikan sebagai gratifikasi, berarti korupsi material.

6.3    Pola Korupsi dan Modus Operandinya

6.3.1 Pola Korupsi

Secara operasional, tindak pidana korupsi dapat berlangsung dengan menggunakan beberapa pola, antaranya :
1)        Seistem pemerintahan
Korupsi dapat hidup subur melalui sistem pemerintahan yang diberlakukan suatu negara. Negara yang menerapkan sistem totaliter misalnya cenderung melahirkan sistem yang koruptif. Karena pengawasan dan sosial kontrol dari masyarakat tidak berjalan. Pada umumnya hal ini terjadi di negara sosialis.
2)        Strategi pembangunan ekonomi
Strategi pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan akan melahirkan korupsi karena kekayaan negara hanya dinikmati oleh para konglomerat, elit penguasa serta elit politik. Strategi pembangunan ekonomi mendorong PNS, Penyelenggara Negara dan anggota masyarakat pada umumnya, bersikap konsumtif dan hedonis karena terprovokasi untuk mengejar materi , kekuasaan dan jabatan.
3)        Korupsi kebijakan public
Kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dan DPRD secara beramai-ramai di beberapa daerah di Indonesia serta penyalahgunaan dana haji adalah contoh tentang kebijakan publik yang diciptakan sebagai cover untuk melaksanakan korupsi. Dalam kasus BLBI dan Century yang merupakan cover atas perbuatan korupsi yang dilakuakan pihak-pihak tertentu. Pada masa orde baru , puluhan Keppres yang diterbitkan sebagai cover kegiatan korupsi yang dilaksanakan oleh rezim orde baru , baik dikalangan politisi , pejabat maupun pengusaha. Inilah yang disebut korupsi politik.
4)        Kolusi dan nepotisme
Dengan kolusi dan nepotisme maka kekuasaan rezim akan langgeng karena seluruh lini kekuasaan sudah dikuasai sehingga tidak kekuatan msyarakat yang dapat mengganggu. Pada masa orde baru,  lembaga legislatif digelar sebagai tukang stempel, yaitu tinggal mengesahkan apa yang diinginkan pemerintah. Jika ada anggota legislatif yang melawan , akan direcall.
5)        Penguasaan lembaga formal dan non formal
Jika lemabaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah dikuasai, berarti kebijakan publik dapat dikendalikan sehingga penggelapan atau penyelewengan dan keuangan negara dengan mudah dilakukan. Pada zaman orde baru, jika pemerintah ingin menerapkan suatu kebijakan publik, cukup hanya dengan menguasai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua Umum PB NU dan Ketua Umum PB HMI, tiga pimpinan informal di Indonesia yang dianggap dapat mengendalikan masyarakat.
6)        Pola budaya yang keliru
Salah satu sebab , mengapa korupsi subur di Indonesia adalah karena pola pikir masyarakat yang masih konservatif. Dampak turunannya lahir pola budaya yang keliru, baik dikalangan masyarakat awam maupun pejabat dan kalangan intelektual. Dalam kode etik KPK, ditentukan , pegawai dan pejabat KPK dalam menjalankan tugas ke  daerah : tidak boleh dijemput dan diantar oleh panitia atau pelaksana acara; tidak boleh disediakan penginapan; tidak boleh disediakan makan minum; tidak boleh diberikan oleh-oleh apalagi honor dalam bentuk apapun.
7)        Jaringan internasional
Dengan dalih golbalisasi , 60% pangan di Indonesia berasal dari impor yang pada gilirannya mematikan petani dan nelayan dalam negeri karena harga lebih murah. Industri belum berkembang pesat kaerna di duga API berkolusi dengan pengusaha China.

6.4    Penyebab Korupsi dan Dampaknya

6.4.1 Penyebab Utama Korupsi di Indonesia

Korupsi terjadi karena tiga hal, yaitu ada niat untuk melakukan korupsi, ada kesempatan untuk melakukan korupsi, dan ada proses rasionalisasi terhadap kedua hal tersebut. Korupsi di Indonesia menjadi subur dan merajalela kemana-mana karena tujuh kondisi yaitu :
1)        Penerapan sistem yang keliru
Dalam salah satu sabdanya , Nabi Muhammad mengatakan bahwa onta yang tidak diikat oleh tuannya , jika dicuri, maka pencuri tidak dihudud tetapi di ta’zir. Pencurinya tidak dipotong tangan tetapi cukup dengan ta’zir yaitu hukuman yang diajtuhkan sesuai dengan yang diajtuhkan oleh hakim, sesuai dengan motif perbuatannya. Sebab pemilik onta menciptakan peluang atau kesempatan mencuri.
2)        Gaji yang Rendah
Negara yang baru merdeka, gaji karyawan atau penghasilan anggota masyarakat, selalu kecil. Tetapi jika prioritas pembangunan diletakkan di pembangunan manusia, gaji atau penghasilan yang kecil tidak menimbulkan petaka, antara lain berupa korupsi. Jika pembangunan pada awal kemerdekaan diprioritaskan di sektor pembangunan ekonomi, maka karyawan akan berfikir secara ekonomis pula. Indkatornya mereka akan  mempersoalkan besar kecil gaji yang diterima ketimbang memfokuskan diri pada pengambdian dan pelaksanaan tugas.
3)        Pejabat yang serakah
Pejabat yang serakah akan melakukan berbagai cara, baik langsung mapun tidak langsung yang terkategori sebagai korupsi. Stratategi pembangunan ekonomi yang keliru mendorong masyarakat untuk hedonis dan hidup materialistik sehingga bersikap serakah. Strategi pembangunan yang difokuskn dipembangunan ekonomi , apalagi dengan growth oriented , buka pemerataan melahirkan penyimpangan perilaku PNS , pejabat dan Penyelenggara Negara.
4)        Penegakkan hokum tidak berjalan
Sering kita dengar gurauan di warung pojok “pencuri ayam dipenjarakan, tetapi pejabat yang korup lolos dari jeratan hukum”. Hal ini disebabkan prioritas pembangunan bukan di sektor pendidikan sehingga pada umumnya moral pejabat dan karyawan sebagamana yang diseinggung sebelumnya sangat rawan, dan ditambah dengan gaji yang tidak memadai. Penegakan hukum yang tdiaj berjalan ini melahirkan korupsi baru semakin berantai.
5)        Hukuman yang tidak menimbulkan efek jera
UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi telah maju selangkah di mana terhukum kasus korupsi, selain tindak pidana penjara, yang bersangkutan juga harus mengganti uang negara yang dikorup. Tetapi hukuman ini tidak terlalu efektif bagi mereka yang mempunyai banyak uang. Dengan demikian hukuman gantung atau hukuman tembak mati yang dilaksanakan di Cina terhadap para koruptor perlu dipikirkan untuk diterapkan di Indonesia.
6)        Pengawasan yang lemah
Penyelenggara negara yang baik adalah jika terdapat in build control sistem (pengawasan melekat) dalam setiap unit organisasi. Misalnya ketika seseorang menaiki lift dalam jumlah yang melebihi kapasitas, maka lift tersebut akan berbunyi. Inilah yang disebut dengan  early warning sistem (sistem peringatan dini). Disebabkan pengawasan yang tidak berjalan secara efektif, maka terjadilah kebocoran anggaran di sana-sini. Bahkan menurut pengamat ekonomi, terjadi kebocoran anggaran pembangunan sebesar 45% dan anggaran rutin 30%. Terjadilah illegal loging dan illegal fishing di mana-mana selama puluhan tahun akibat pengawasan yang tidak berjalan secara efektif.
7)        Tidak ada keteladanan pemimpin
Di masyarakat yang agraris, rakyat cenderung peternalistik, yaitu mereka mengikuti apa yang dilakukan pemimpin, senior atau tokoh masyarakat. Dengan penghormatan pada semua pihak, tetapi di lapangan menunjukkan bahwa, sejak orde baru sampai orde reformasi sekarang, boleh dikatakan tidak ada pemimpin nasional maupun lokal yang dapat dijadikan sebagai panutan dalam berperilaku bersih di segala bentuk KKN.
8)        Masyarakat yang apatis
Barangkali, disebabkan anggota masyarakat terlalu sering dililit kesusahan dan penderitaan, mereka cenderung bersifat masa bodoh. Mereka tidak peduli, apakah ada kejahatan di sekitarnya yang dapat merugikan bangsa dan negara atau tidak. Masyarakat yang apatis seperti ini, selain tidak melahirkan suatu mobiltas sosial yang konstruktif, ia juga dapat berfungsi sebagai api dalam sekam sebagaimana yang terjadi selama pemerintahan orde baru. Masyarakat yang apatis seperti ini akan melahirkan beberapa kondisi yang merugikan bangsa dan negara, antara lain : 1) lemahnya kontrol masyarakat, 2) suburnya pungli di instansi layanan publik. Menyadari pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara , khususnya dalam pemberantasan korupsi maka diterbitkan peraturan pemerintah yang menempatkan masyarakat sebagai elemen penting dalam pemberantasan korupsi.umtuk memberantas korupsi di Indonesia harus diterapkan sistem pembangunan yang komprehensif, konpensasi yang mensejahterakan intregitas PNS dan PN yang tinggi, pemimpin yang memberi teladan.

6.5    Jihad Melawan Korupsi

Revolusi budaya sangat penting, bahkan sudah mendesak karena dalam masyarakat agraris, termasuk Indonesia, kehidupan warganya cenderung konservatif. Kesimpulannya semakin tradisional sistem yang diterapkan sementara pola sosio kultural lama masih dominan, senakin banyak untuk mencapai suatu target tertentu. Konsekuensi logisnya, biaya yang dikeluarkan semakin tinggi dan ini mengundang pejabat dan karyawan untuk melakukan KKN. Bagi dunia usaha, cepat atau lambat, perusahaan kecil dapat bangkrut. Dalam kegiatan instansi pemerintah, layanan publik akan sangat buruk, uang Negara banyak terbuang sehingga penghasilan negara merosost yang pada gilirannya rakyat makin sengsara.
Berdasarkan apa yang terjadi selama orde lama dan orde baru dan merujuk delapan penyebab korupsi sebagaimana yang diterangkan dalam bab sebelumnya, kiat pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif, sistemik, dan sinergik yang meliputi aspek pencegahan, represif dan partisipasi masyarakat. Inilah yang dimaksudkan sebagai suatu proses jihad dalam memberantas korupsi. Dalam sosial kultural masyarakat Indonesia pejabat sukar untuk tidak menerima tamu dari kampungnya. Sang pejabat mulai berinisiatif untuk memperoleh penghasilan tambahan agar pemasukan dan pengeluaran rutinnya dapat seimbang. Disinilah mulai tejadi penyalah gunaan kekuasaan wewenang , jabatan dan kesempatan oleh seorang pejabat publik. Semakin trdisional sistem yang diterapkan sementara pola sosial kultural lama masih dominan , semakin banyak fasilitas yang disediakan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu target tertentu. Konsekwensi logisnya , biaya yang dikeluarkan semakin tinngi dan ini mengundang pejabat dan karyawan untuk melakukan KKN.
















VII.          PENUTUP


7.1 Kesimpulan

1. Proses pembelajaran Orang dewasa adalah unik karena pembelajaran akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai, dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya.

2. Pendidikan orang dewasa dapat dihambat oleh faktor fisiologik yaitu faktor pendengaran dan faktor penglihatan.

3.  Ciri – ciri belajar yang baik yaitu adanya peran aktif dari  peserta didik, adanya sosialisasi kepada pesera didik. Proses belajar dipengaruhi pengalaman peserta didik dan hanya dilakukan oleh individu peserta didik.

4. Lingkungan belajar merupakan bagian dari proses belajar yang menciptakan tujuan belajar. Lingkungan belajar tidaklah lepas dari keberadaan siswa dalam belajar.

5. Komuitas yang baik mengandung beberapa makna nilai yakni adanya interakasi antar anggota masyarakatyang satu dengan yang lainnya, adanya kewenangan dan kemampuan untuk mengurus kepentingan sendiri, adanya kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri.
6. Dalam sebuah komunitas setiap orang berkesempatan sama dan bebas serta menyatakan pendapatnya, adanya partisipasi aktif dalam mengurus kepentingan bersama.
7. Semakin efektif suatu kelompok, semakin baik pula kualitas kehidupan anggota-anggotanya. Agar kelompok tersebut tetap efektif adalah pengetahuan yang cukup tentang dinamika atau proses-proses yang terjadi serta kemampuan kita untuk berperilaku secara efektif dalam kelompok.
8. Dalam suatu kelompok atau oragnisasi dibutuhkan adanya kepercayaan pada setiap anggotanya.  Kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable), kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak  akan memanfaatkan kelemahan pihak lain.
9. perbuatan seseorang menimbulkan kerusakan dan dan keburukan bagi tatanan kehidupan suatu organisasi, instansi, lembaga negara, masyarakat bangsa dan negara, sekalipun dia tidak menerima langsung hasil perbuatannya secara material, perbuatan itu dapat digolongkan sebagai korupsi.
10. Semakin trdisional sistem yang diterapkan sementara pola sosial kultural lama masih dominan, semakin banyak fasilitas yang disediakan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu target tertentu. Konsekwensi logisnya, biaya yang dikeluarkan semakin tinggi dan ini mengundang pejabat dan karyawan untuk melakukan KKN.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan upaya yang lebih dalam proses pendidikan orang dewasa maupun pendidikan suatu kelompok, misalnya ketika peserta didik orang dewasa dibutuhkan pendidik yang lebih menarik dalam pembelian materi. Kemudian dalam proses pendidkan orang dewasa juga harus memahami karakter dan budaya masing – masing peserta didik sehingga peserta didik dapat berperan aktif.
2. Pendidikan korupsi harus ditanamkan sejak terbentuknya suatu kelompok atau organisasi sehingga pemahaman dan bahayanya korupsi dapat tertanam sejak dini pada setiap anggota kelompok.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 









DAFTAR PUSTAKA



Abidin, Zainal. 2009. Optimalisasi Konseling Individu dan Kelompok untuk Keberhasilan Siswa. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. 14 (1): 132-148.

Adi, W. 2008. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri Sosial Pada Materi       Interaksi Sosial Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) : 164-173

Afiatin, Tina., Dan Budi Andayai. 2008. “Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Penganggur Melalui Kelompok Dukungan Sosial”. Jurnal Psikologi No 2: 35 – 46.

Alfarizki W. N, Andi Rahmadiansah, dan Wiratno Argo A .2011.”Perancangan Piranti Lunak Untuk Pengukuran Transmission Loss dan Koefisien Serap Bahan Menggunakan Metode Fungsi Transfer”. Jurnal Teknika .

Allen, E dan Marrot. L 2008. Profil Perkembangan Anak. Pt Indeks. Jakarta.

Alzachbana. 2013. "Penerapan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Dengan Topik Konsep Diri Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa Kelas X-7 Sma Negeri 1 Sumenep". Jurnal Bk Unesa , 3(1), 142-150.

Aminah.2009. Kebermaknaan Hidup Pada Orang Tua Dengan Anak Retradasi Mental Di Kota Malang, Skripsi Uin Maliki Malang, 2009

Andarwati, Siti, dkk. 2012. Dinamika Kelompok Peternak Sapi Potong Binaan Universitas Gadjah Mada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sains Peternakan Vol. 10 No. 1: hal 39-46. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Andri, W. 2010. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri Sosial Pada Materi    Interaksi Sosial Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) : 164-173

Ariwibowo , M.S.2012.”Pengaruh Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa PPKn Angkatan 2008/2009 Universitas Ahmad Dahlan Semester Ganjil Tahun Akademik 2010/2011”.Jurnal Citizenship, 1(2) :113

Arsam.2014.” Dialog Interaktif Sebagai UpayaEvaluasi Dakwah”. Addin, Vol. 8, No. 2.

Aryani D, dan F. Rosinta. 2010. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Vol. 17. No.2.



Azis,M. 2009. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Penerbit Teras.Yogyakarta.

Bachri. 2010. “Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada Penelitian Kualitatif”. jurnal teknologipendidikan , 10 (1).

Bambang . 2009. Hubungan antara lingkungan belajar. Jakarta: Forumpenelitian.

Bambang, S. 2007. Pendekatan “ KNOWLEDGE-BASE ECONOMY” Untuk Pengembangan Masyarakat. Ilmu Komputer.

Bashiruddin J, dan Soetirto I.2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam: Soepardi Ea, Iskandar N, Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fk Ui.

Brahmasari, Ida Ayu., dan Agus Suprayetno. 2008. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”. Jurnal manajemen dan kewirausahaan Vol 10 (1): 124−135.

Cooperrider D. L., Whitney D. 2006. A Positive Revolution in Change: Appreciative Inquiry, 1 : 2-3.

Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan,Yogyakarta. Rineka Cipta Djamarah.

Darmastuti, R. & Mustika KP. 2010. Two Ways Com­munications: Sebuah Model Pembelajaran dalam Komunitas Samin di Sukolilo Pati. Ju­rnal Ilmu Komunikasi, 8 (2) : 204-216.

Dayaksini, Tri. 2009. Psikologi Sosial. Malang. Umm Press.

Devito, J.A. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Book.

Dian. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Egc.

Djati, S Pantja. 2008. “Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan Konsumen Terhadap Perusahaan Jasa: (Suatu kajian dan Proposisi)”. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan 6 (2): 114 – 122.

Effendy, L. 2011. Modul Pendidikan Orang Dewasa. Program Studi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian Stpp Bogor. Bogor.

Efianingrum, A. 2006. "Wacana Kekerasan Dalam Interaksi Remaja Kasus Perkelahian Pelajar Di Yogyakarta". Jurnal Humaniora , 1, 1-14.

Ermaya, S.B. 2015. Kemandirian Desa dalam Mewujudkan Pembangunan Kawasan Pedesaaan. Jurnal Litigasi. Vol 16. No. 2.

Fatah, R.E.S. 2008. Masalah Dan Prospek Demokrasi Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Faturochman. 2008. Model-Model Psikologi Kebhinnekatunggalikaan Dan Penerapannya Di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Feldman, Robert. 2012. Pengantar Psikologi edisi ke-10 buku ke-2. Jakarta : Salemba Humanika.

Fredianta, D., Huda, L., dan Ginting, E. 2013. “Analisis Tingkat Kebisingan Untuk Mereduksi Dosis Paparan Bising Di Pt. Xyz”. E-Jurnal Teknik Industri Ft Usu. Vol. 2 No. 1 : 18.

Gammahendra, Fianda , Djamhur Hamid, Muhammad Faisal Riza. 2014. "Pengaruh Struktur Organisasi Terhadap Efektivitas Organisasi (Studi Pada Persepsi Pegawai Tetap Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri)". Jurnal Administrasi Bisnis (Jab) , 7(1), 1-10.

Gibson Burrell And Gareth Morgan. 2006. “Sociological Paradigm And Organisational Analysis (Elements Of The Sociology Of Corporate Life)”. Seminar B :1−5.

Ginting, Vhera. 2006. “Penguatan Membaca, Fasilitas Lingkungan Sekolah Danketerampilan Dasar Membaca Bahasa Indonesia Serta Minat Baca Murid”. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 04:17−48.

Hamzah. 2009. Mananajemn Sumber Daya Manusia. Jakarta: Delima Press.

Handoko, T. Hani. 2009, Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia.Edisi 2. Cetakan Kedelapan Belas. Yogyakarta: BPFE.

Hapsari, Rian Putri. 2013. “Studi Tentang Pelaksanaan Pemberian Reward Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Kelompok-A Di Tk Islam Al-Azhar 35 Surabaya”. Jurnal BK Unesa. 4 (1). 274-284.

Hartono, Yudono Rh, Utomo Pt, Hernowo As.2007. Refraksi Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (Eds).  Bagian Ilmu Penyakit Mata. Fk Ugm. Jogjakarta.

Hasan, S. H. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Materi Disajikan Sebagai Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kemendiknas.

Hendra, O. 2014. Interaksi Sosial Antar Anggota Pesantren Darussa’Adah             Dengan Masyarakat Sekitar Di Desa Pinang Banjar Kecamatan Sungai Lilim Kabupaten Musi Banyuasin.Jurnal Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik          Universitas Sriwijaya.

Hidayati N.2007.”Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan”. Dinamika Teknik Sipil ,7:45-54.

Hidjaz, Taufan. 2011. Interaksi Psiko-Sosial Di Ruang Interior. Bandung: Itenas

Hong.,Shim ,Kim Yd., Cha C.i, Yeo Sg. 2009.” Hearing Threshold Of Korean Adolescents Associated With The Use Of Personal Music Players”. Yonsei Med J.50(6):7.

Husaini Usman. (2011). Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Idrus, Muhamad. 2006. “Implikasi Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan”. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 3(1): 104−107.

Ilyas, S 2009. Kelainan Refraksi dan Kaca Mata. Edisi Ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Irianto, Yoyon Bachtiar. 2009. Dinamika kelompok. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.

Irianto.2009.”Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruang Kuliah dengan Memanfaatkan
Cahaya Alam”. Jetri, 5 (2): 1-20.

Isbandi. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: Dari Pemikiran Menuju Penerapan, Depok: Fisip Iu Press

Isnaningtyas .2013. Proses Pencarian Kebermaknaan Hidup Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan Di Surakarta. Skripsi.Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kahar, Irawaty. A. 2008. “Konsep Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi (Organizational Change) pada Perpustakaan Perguruan Tinggi”. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi 4(1): 21−27.

Kamil, M. 2010. Model Pembelajaran Magang Bagi Peningkatan Kemandirian. Pps Upi. Bandung.

Kartini Kartono. 2000. Psikologi Perkembangan. Bandung: Alumni.

Koranti, K. 2013. "Analisis Pengaruh Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Minat Berwirausaha". Proceeding Pesat (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) , 5, 1-8.

Krisna Harahap.2007. Ham Dan Upaya Penegakannya Di Indonesia. Bandung: Grafiti.

Kumara, A. 2013.” Model Pembelajaran “Active Learning Mata Pelajaran Sains Tingkat Sd Kota Yogyakarta Sebagai Upaya Peningkatan “Life Skills” (Menciptakan Proses Belajar Aktif:Kajian Dari Sudut Pandang Teori Belajar Dan Teori Didaktik1”. Jurnal Psikologi , No. 2, 63 – 91

Kusai, dkk. 2013 Dinamika Kelompok Peudidaya Ikan “Mawar” di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk Vol. 41. No. 1, hal: 25-36. Universitas Riau Pekanbaru.

Laily.,I.F.2014.”Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Memahami Soal Cerita Matematika Sekolah Dasar”. EduMa,3(1).

Lestari, Ananda. 2015. "ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA Usaha Kecil Menengah (Ukm) Makanan Ringan ( Studi Penelitian Ukm Snack Barokah Di Solo )". Diponegoro Journal Of Management , 2(3), 1-13.

Lickona, Thomas. 2012. Educating For Character, Mendidik Untuk Membentuk
Karakter. Bumi Aksara.

Lumintang, J.2015.”Dinamika Konflik Dalam Organisasi”. E-Journal “Acta Diurna”, Volume Iv. No.2.

Maas, Linda.T.2008.”Peranan Dinamika Kelompok Dalam Meningkatkan Efektifitas Kerja Tim”.  Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Manalu,Janrico,M.H.2014.“Pedidikan Karakter Terhadap Pembetukan
Perilaku Mahasiswa(Studi Kasus Proses Pendidikan Karakter Dalam Hmj Sosiolog Universitas Mulawarman Kal-Tim)”. Ejournal Psikologi, 2 (4)  : 26-38.

Mariant, M. M. 2011. "Kekuasaan Dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi". Jurnal Administrasi Bisnis , 7(1), 45-58.

Mohammad Ali. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Muatip, Krismiwati, Basita G. Sugihen, Djoko Susanto Dan Pang S. Asngari. 2008. "Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah, Kasus Peternak Sapi Perah Di Kabupaten Bandung Jawa Barat". Jurnal Penyuluhan , 4(1), 21-29.
Muchlis. 2011. Belajar dan mengajar dalam pandangan al ghazali. IKIP. Bandung

Mudjiyanto, Bambang. 2009. Metode Etnografi Dalam Penelitian Komunikasi.      Jurnal komunikasi massa, 5 (1) : 79-87

Muhibbin Syah. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Musthofa. 2009. “Problematika kepentingan dalam perumusan tujuan organisasi dakwah”. Jurnal dakwah vol 10 (1) : 1−17

Narjono. 2014. “Manajemen Konflik Organisasi Dalam Pandangan Islam (Organizational Conflict Management In Islamic View)”. Jurnal Jibeka Volume 8 No 1

Ni, L.R. 2013. Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai Berita. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10 (1) : 83-96.

Panjwani N.2010.“Pathogenesis Of Acanthamoeba Keratitis”. Ocul Surf,8(2);70-9

Pool, L. D. & Sewell, P. (2007). The Key To Employability : Developing A Practical Model Of Graduate Employability. Journal Of Education And Training , 49(4), 45-52.

Potu,Aurelia. 2013. “Kepemimpinan, Motivasi, Dan Lingkungan Kerja Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo Dan Maluku Utara Di Manado”. Jurnal EMBA Vol 1(4): 1208−1218.

Pratama, Natsir Hendra. 2011. “Studi Kelayakan Sarana Dan Prasarana Laboratorium Komputer Jurusan Teknik Gambar Bangunan Smk Negeri 2 Yogyakarta”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

Prayitno. 2009. Dasar teori dan praksis pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Priambodo , W. W., A. Rizal., dan J. Halomoan .2012. “Perangkat Pengukur Rabun Jauh Dan Rabun Dekat pada Mata Berbasis Mikrokontroler”. Jurnal Teknologi, 5 (2): 92-97.

Purhantara, W. 2009. Organizational Development Based. Jurnal Ekonomi & Pendidikan. 6(2), 154-166.

Purnama, R.2014.” Tinjauan Pencahayaan Pada Restoran Sambara Bandung”. Jurnal Rekajiva .2 (1) :2338 – 1892.

Purnanta Ma, Soekardono S, Rianto Bud, Christanto A. 2008. “ Pengaruh Bising Terhadap Konsentrasi Belajar Murid Sekolah Dasar”. Cermin Dunia Kedokteran , 35:190-8.

Putri, K. R. 2013. "Hubungan Antara Identitas Sosial Dan Konformitas Dengan Perilaku Agresi Pada Suporter Sepakbola Persisam Putra Samarinda". Journal Psikologi , 1 (3), 241-253.

Qurohman, Taufik. 2010. “Sekolah Elit Sebagai Alat Reproduksi Kesenjangan Sosial”. Skripsi. Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Universi Tas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Raehang. 2014. Pembelajaran Aktif Sebagai Induk Pembelajaran Koomperatif. Jurnal Al-Ta’dib. Vol 7(1): 149-168

Rahman, A. 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility sebagai Kenggulan Kompetitif Perusahaan. Jurnal Sinergi (Kajian Bisnis dan Manajemen), 6 (2) : 37-46.  

Rahmanto.2007.”Peranan Komunikasi Dalam Suatu Organisasi “.Jurnal Komunikologi Vol. 1

Rahmawati. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta : Rineka Cipta Candra.

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Pt. Remaja

Riordvan-Eva, P .2009. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology, Edisi Ke-17. Egc. Jakarta.

Rohman, A. 2010. Romours and Realities of Marriage Practices in Contemorary     Samin Society. Jur­nal Humaniora. 22 (2) : 113-124

Romlah,Tatiek. 2008. Teori Dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang

Rosidi, I., dan Y. Hidayat. 2016. Identifikasi Masalah Penyelesaian Masalah Mahasiswa menggunakan Pembelajaran Berbasis Proyeksi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains.

Rosidin. 2013. Konsep Andragogi dalam Al-Quran Sentuhan Islami Orang Dewasa pada Teori dan Praktik Pendidikan Orang Dewasa .Malang: Litera Ulul Albab.

Ruchayati, Siti. 2012. Blak-blakan Bahas Mapel Sosiologi SMA.Yogyakarta :Penerbit Cabe Rawit
Rusnan, Husnatati, Ch. L. Kaunang, Dan Yohanis L. R. Tulung. 2015. "Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Sapi Potong Dengan Pola Integrasi Kelapa–Sapi Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara". Jurnal Zootek ( “Zootek Journal”) , 35 (2), 187-200.

Saefullah., P. Siahaan., dan I. M. Sari.2013.” Hubungan Antara Sikap Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X pada Pembelajaran Fisika Berbasis Portofolio”. Jurnal Wahana Pendidikan Fisika 1 : 26-36.

Sardiman,A.M. 2008 Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sarwono, Sarlito Wiriawan. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Seniati, Liche. 2006. “Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja, dan Iklim Psikologis Terhadap Komitmen Dosen Pada Universitas Indonesia”. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 2: 88-97.

Setiadi, E.,Usman,K. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.

Setiana, L. 2012. Teknik penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Ghalia Indonesia. Bogor

Setyawan, Roni., Dan Bramhadianto. “Job Insecurity Dalam Organisasi”. Jurnal. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Siswanto. 2007. "Politik Dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik)". Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan , 10(4), 159-165.

Sitepu, dan A.Ginting.2013.”Pengaruh Stimulan Warna Dan Bentuk Terhadap Kecendrungan Pemilihan Produk Sabun Cuci Batangan”. E-Jurnal Teknik Industri FtUsu,2(2);7-12.

Siti, A. 2006. Penyuluhan Prikanan. Jurnal Penyuluhan. ISSN, 2(4) : 1858-2664

Sitompul, R. 2015.” Perawatan Lensa Kontak Untuk Mencegah Komplikasi”. Ejki. 3, (1).

Situmorang, S. A. 2014. Meningkatkan Kemampuan Memahami Wacana  Melalui Media Pembelajaran Puzzle. Jurnal Pendidikan. Vol 3(2): 1-10.

Slameto.2009.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempemgaruhinya. Rineka Cipta .Jakarta.

Soekanto . 2010. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kemampuan Komunikasi. Skripsi. Jombang : Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum.

Soetomo. 2008. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudarta, Wayan. 2009. “Peranan Wanita Dalam Pembangunan Berwawasan Gender”. Jurnal. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali

Sudiyono. 2006. Pemberdayaan Masyarakat dalam Otonomi Pendidikan. Jurnal Manajemen Pendidikan. No. 2.

Sudjana, D. (2008). Pendidikan Luar Sekolah, Sejarah, Azas. Falah Production. Bandung.

Sudjarwo. 2012. Perspektif  Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Jakarta: Pusat Penyuluhan Sosial.

Sumarmo, U.2102. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangka pada Peserta Didik. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan. Upi. Bandung.

Suparno., A. Suhaenah. 2006. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jenderal          Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Supriyanti, Bambang. 2014. “Penerapan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Vi B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling Dan Luas Lingkarandi Sdn Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember”. Pancaran, 3 (2): 165-174.

Suradisastra, Kedi. 2008. “Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani”. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol 26 No. 2: 82 – 9.

Surbakti, Ramlan. 2013. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.

Suryadi. 2010. Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian Dari Sudut Pandang Teori Belajar Dan Teori Didaktik. Seminar Nasional Pendidikan Matematika Fmipa. Upi. Bandung.

Sutari Imam Bernadib. 2002. Filsafat Perspektif Baru Pendidikan. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Swiminarni, Putri. 2010. Griya Kreasi. Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. Depok: Pt Penebar Swadaya.
Tan, Foong-Ming. 2008. " Linking Career Development Practices To Turnover Intention: The Mediator Of Perceived Organizational Support". Journal Of Bussiness And Public Affairs , 2, 1-9.

Tiharyo, I, Gunawan, W, dan Suharjo, 2008.”Pertambahan Miopia pada Anak Usia Sekolah Dasar Daerah Perkotaan dan Daerah Pedesaan Di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Opthalmology Indonesia. Vol 6: 104-112.

Tjahyadi, Rulli Irian. 2006. “Brand Trust Dalam Konteks Loyalitas Merek: Peran Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, Dan Karakteristik Hubungan Pelanggan-Merek”. Jurnal Manajement 6(1). 65−78.

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intregrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ula .2014. “Makna Hidup Bagi Narapidana”. Jurnal Hisbah, Vol. 11, No. 1.

Utami, Setyaningsih Sri. 2010. “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar”. Jurnal Manajemen Sumberdaya Manusia. Vol. 4 No.1: 58–67.

Wahid, Abd. 2008. Dinamika Kelompok Tani Pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Das Bila Walanae Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol. 3 No. 2, hal: 111-234.

Wahyuni, sri. 2007. “Kinerja Kelompok Tani Dalam Sistem Usaha Tani Padi Dan Metode Pemberdayaannya”. Jurnal Litbang Pertanian 22 (1) :1−8.

Waskita, A.I. 2009. Pemberdayaan Masyarakat melalui Usaha Pembuatan Suplemen Pakan Ternak (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Boyolali). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Waskito. H .2008.“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran Sensorineural Pekerja Perusahaan Minyak.”Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2 (5).

Widiyan .2011. Sosialisasi Proses Menjadi Anggota Masyarakat.Makalah.Jombang : Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum.

Widodo., Dwi, A.T ., Prabang., KRH, I Gusti Ayu. 2014. Program             Pemberdayaan Msyarakat Didesa Terubatang Kecamatan Selo Kabupaten         Boyolali dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi dan Daya         Dukung Lingkungan Di Taman Nasional Gunung Merbabu. Jurnal Ekosains, 6 (2) : 24-38.

Widodo., Dwi, A.T ., Prabang., Krh, I Gusti Ayu. 2014. Program    Pemberdayaan Msyarakat Didesa Terubatang Kecamatan Selo Kabupaten    Boyolali Dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi Dan Daya    Dukung Lingkungan Di Taman Nasional Gunung Merbabu. Jurnal           Ekosains, 6 (2) : 24-38.

Wijaya, Tirta. 2011. “Manajemen Pembinaan Jama’ah Haji Pada KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Ulul Albaab –Tangerang”. Skripsi. Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Winardi,2004.Manajemen Konflik. Konflik Perubahan Dan Pengembangan.Mandar Maju. Bandung.

Wiryanto. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta: Pt. Grasindo.

Wong, D .2008. Wong’s Essensials Of Pediatric Nursing. Edisi Ke-6. Egc. Jakarta.

Wuradji. 2008. Pengembangan Masyarakat, Sasaran, Arah dan Tujuannya. Makalah Dalam Seminar Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah. IAIN. Sunan Kalijaga.

Yanti ., M. Rachmatin ., dan R. Nurhayati. Studi Jangka Panjang Tentang Efektivitas Intervensi Psikologis dalam Meningkatkan Kemampuan Belajar Mandiri Dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh”. Urnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh,  12 (1): 1-18.

Yeni, Etymukhlesi. (2011). Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif Untuk MeningkatkanPemahamanKonsepGeometri.(Online).(Http://Jurnal.Upi.Edu/File/7Ety_Mukhlesi_Yeni.Pdf).Diaksis 17 April 2017.

Yuliawati. 2011. Pengaruh Pengalaman Kerja, Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Di Konveksi Hasta Karya). Yogyakarta: Fakultas Teknik Industri, Universitas Ahmad Dahlan

Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Zainuddin. 2016. “Implementasi Andragogi di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang”. Jurnal Qolamuna, 2 (1) .

Zakso, A. 2010. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Dasar Negeri. Jurnal Manajemen,2 (4) :1-16.

Zein, A.O., dan Tamara, Khaerunnisa.2013.”Hubungan Warna Dengan Tingkat Stres Pengunjung Healing Resort ”, Jurnal Rekajiva, 1(1).


Zulkarnaen, U. 2013. "Hubungan Fungsi-Fungsi Koperasi Dengan Keberdayaan Peternak Sapi Perah (Relationship Cooperative Function With Empowerment Of Dairy Farmers)". Jurnal Ilmu Ternak , 6(2), 150 – 157.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar