BELAJAR
MENJADI SUATU KELOMPOK MASYARAKAT YANG BAIK
OLEH :
NAMA : DEDE IRWANSYAH
NIM :
D1E014017
KELAS : B
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan karunia dan petunjuk-Nya sehingga memberikan kemudahan dan
kelancaran kepada penulis untuk penyelesaian
makalah tugas akhir mata kuliah Penyuluhan
yang berjudul “Belajar Menjadi Suatu Kelompok
Masyarakat Yang Baik” yang merupakan
salah satu syarat tugas akhir dari mata kuliah Penyuluhan. Dalam kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1.
Ir.
Muhammad Nushki M.Si selaku dosen pengampu
dalam mata kuliah penyuluhan yang telah memberikan materi dan arahan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
2.
Teman- teman
kelas yang telah membantu proses editing
dalam penyusunan tugas akhir makalah penyuluhan ini.
3.
Pihak – pihak
lain yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu memperlancar dalam
mengerjakan makalah tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga laporan paper
akhir ini dapat bermanfaat dan menjadi informasi bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih terdapat kekurangan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan
tugas selanjutnya.
Purwokerto, Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
Cover.............................................................................................................................i
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu
anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Belajar merupakan suatu
salah satu proses dalam sebuah pendidikan baik pendidikan secara formal maupun
non formal. Dalam proses belajar seseorang memiliki karakter atau ciri – ciri
belajar yang berbeda dalam pelaksanaan proses belajarnya. Sehingga, seseorang
memiliki cara tangkap yang berbeda dalam menyerap suatu materi dalam suatu
proses pembelajaran karena mengikuti karakter dari masing – masing individu.
Manusia
dalam kehidupannya membentuk suatu kelompok untuk menjadi dasar kekuatan
kelompok tersebut dalam menjalankan sebuah organisasinya. Setiap kelompok
memiliki tujuan yang berbeda – beda yang sesuai dengan visi misinya. Dalam
suatu kelompok , setiap anggota memerlukan peran dan kedudukan untuk mengisi
struktur organisasi kelompok. Untuk mendapatkan suatu kedudukan dalam kelompok
diperlukan sebuah kepercayaan dari anggota lain kelompok tersebut. Suatu kelompok dalam setiap kegiatannaya diatur oleh
norma – norma yang berlaku.Sehingga apabila anggota kelompok tersebut melakukan
hal yang tidak sesuai dengan norma berlaku perlu ada sebuah sanksi.
Kelompok yang baik
adalah kelompok yang mampu mengarahkan setiap anggotanya untuk tetap
berperilaku sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Anggota suatu kelompok
dapat melakukan tindakan yang tidak terpuji yang bertentangan dengan norma –
norma yang berlaku. Salah satu contoh perilaku yang bertentangan dengan norma
suatu kelompok adalah tindakan korupsi.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menulis makalah
yang berjudul “Belajar Menjadi Suatu Kelompok Masyarakat yang Baik” untuk
mengkaji suatu proses pendidikan dalam kelompok.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan mengkaji proses
pendidkan pada orang dewasa
2.
Untuk mengetahui ciri – ciri belajar
dalam suatu kelompok
3.
Untuk mengetahui dan mengkaji nilai –
nilai yang terkandung dalam suatu komunitas.
4.
Untuk mengetahui dan mengkaji dinamika
dalam suatu kelompok
5.
Untuk mengetahui dan mengkaji perilaku
korupsi pada anggota suatu kelompok
II.
PENDIDIKAN ORANG
DEWASA
Makna pendidikan secara
sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya
sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan
pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya( Sudjana, 2008) .
Definisi pendidikan orang dewasa merujuk pada kondisi peserta didik orang
dewasa baik dilihat dari dimensi fisik (biologis), hukum, sosial dan
psikologis. Istilah dewasa didasarkan atas kelengkapan kondisi fisik juga usia,
dan kejiwaan, disamping itu pula orang dewasa dapat berperan sesuai dengan
tuntutan tugas dari status yang dimilikinya (Kamil,2010).
Pendidikan orang dewasa
dalam konteks psikologi. Secara spesifik bahwa pandangan terhadap pendidikan orang
dewasa tidak boleh dilepaskan dalam konteks terminology orang dewasa. Pendidikan
orang dewasa berimlikasi pada proses pendidikan sistematis yang bertujuan, dan
banyak dipengaruhi oleh pengalaman pembelajar. (Effendy , 2011).
2.1 Hambatan Pendidikan Orang
Dewasa , Hambatan fisiologik meliputi :
2.1.1Titik Dekat
Penglihatan Mulai Jauh
Mata adalah salah satu panca indera yang sangat penting
bagi manusia. Tentu saja tanpa mata, manusia tidak dapat melihat. Namun
seringkali fungsi mata sebagai indera penglihat terganggu karena beberapa
faktor seperti rabun jauh atau rabun dekat yang disebabkan oleh faktor
keturunan, kebiasaan yang salah atau mungkin faktor usia (Mosby, 2008).Gangguan
tersebut dapat diatasi dengan kacamata atau lensa kontak. Pemakai lensa kontak
perlu mengetahui jenis lensa kontak, cara pemakaian, dan perawatan serta menjalankan
prinsip penggunaan lensa kontak yang tepat untuk mencegah komplikasi (Sitompul,
2015).
Hipermetropia atau
rabun dekat adalah kelainan refraksi yang menyebabkan fokus bayangan jatuh di
belakang retina dalam keadaan mata tidak berakomodasi karena kekuatan pembiasan
terlalu lemah atau bola mata terlalu pendek. Hipermetropia dikoreksi dengan lensa
cembung (positif/konvergen) untuk memfokuskan cahaya agar jatuh di retina (Panjwani,
2010).
Orang yang menderita rabun dekat atau hipermetropi tidak
mampu melihat dengan jelas objek yang terletak di titik dekatnya tapi tetap
mampu melihat dengan jelas objek yang jauh (tak hingga). Titik dekat mata orang
yang menderita rabun dekat lebih jauh dari jarak baca normal (PP > 25 cm)
(Ilyas, 2009) . Cacat mata hipermetropi dapat diperbaiki dengan menggunakan
lensa konvergen yang bersifat mengumpulkan sinar. Jarak fokus lensa yang
digunakan untuk memperbaiki mata yang mengalami rabun dekat (hipermitropi)
dapat ditentukan berdasarkan persamaan lensa tipis (Priambodo, dkk., 2012).
2.1.2 Titik Jauh
Penglihatan Mulai Berkurang, Makin Pendek
Miopia merupakan salah satu penyebab utama penurunan
tajam penglihatan, sedangkan tajam penglihatan yang baik sangat diperlukan
dalam proses belajar mengajar. Miopia pada anak akan berefek pada karir, sosial
ekonomi, pendidikan dan tingkat kecerdasan (Tiharyo et al, 2008:104).
Koreksi pada miopia perlu diperhatikan untuk mendapatkan tajam penglihatan yang
sempurna. Pertumbuhan bola mata pada anak usia sekolah masih terus berubah
dalam bentuk dan ukurannya, tajam penglihatan harus diperiksa secara berkala
untuk memastikan penglihatan yang baik (Allen& Marrot, 2008).
Miopia merupakan
kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa
akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini
objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang
saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat
bayangan yang kabur. (Irwana dkk.,2009).
Komplikasi pada miopia dapat dicegah dengan menggunakan kaca mata koreksi
secara dini. Penggunaan kaca mata koreksi pada anak usia sekolah dengan miopia
akan memperbaiki tajam penglihatan dan diharapkan tidak terjadi kesalahan
pemahaman (Wong, 2008).
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan
kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6,
dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi( Haryono ,
2007).
2.1.3 Perlu Penerangan
Lebih Banyak
Cahaya merupakan satu bagian dari berbagai jenis
gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki
panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dibedakan dari energi cahaya
lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. (Amin, 2011). Pencahayaan mempunyai
dua fungsi utama yaitu untuk penglihatan (vision) dan menciptakan suasana interior (estetika). Pencahayaan
yang diterapkan pada desain interior terdiri dari pencahayaan alami (cahaya
siang, daylight) dan
pencahayaan buatan( Taufan, 2011). Pencahayaan merupakan salah satu faktor
untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat
dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat
melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat (Putri, 2010).
Prinsip umum pencahayaan adalah bahwa cahaya yang
berlebihan tidak akan menjadi lebih baik. Penglihatan tidak menjadi lebih baik
hanya dari jumlah atau kuantitas cahaya tetapi juga dari kualitasnya. Kuantitas
dan kualitas pencahayaan yang baik ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat
rasio pencahayaan pada ruangan. (Irianto, 2009). Pencahayaan alami dipahami
sebagai cahaya yang berasal dari sinar matahari yang kemudian dipantulkan oleh
lingkungan, disebut dengan cahaya siang (daylight)
adalah sumber pencahayaan yang sangat baik, termasuk juga untuk ruang interior.
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya yang
berasal dari hasil karya manusia berupa penerangan buatan atau lampu yang berfungsi
menyinari ruangan sebagai pengganti sinar matahari ketika sore hingga malam
hari. (Purnama, 2014).
2.1.4 Kontras Warna Cenderung Ke Arah Warna
Merah, diatasi dengan Kontas Warna pada Alat Peraga.
Mata manusia bisa menangkap tujuh juta warna yang
berbeda. Tetapi ada beberapa warna utama yang memiliki dampak pada kesehatan
dan perasaan. Dengan menggunakan
berbagai nuansa warna dapat membawa harmoni, stabilitas dan keseimbangan. Mata kita cenderung lebih cepat
mengidentifikasi warna merah dalam suatu ruangan. Warna ini dapat mempengaruhi
manusia secara fisik seperti meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan laju
pernapasan. Warna merah cenderung lebih berpengaruh pada mood pria, karena bisa
menciptakan reaksi yang emosional seperti rangsangan dan agresif (Zein, 2013). Pemilihan warna sangat berpengaruh terhadap kondisi
psikologis seseorang sehingga mempengaruhi keseimbangan tubuh, emosi dan pikirannya.
warna merah artinya berani, bersemangat, hangat, agresif, kemakmuran dan
menarik perhatian. Oleh sebab itu penggunaan warna merah pada suatu objek
seringkali membuat objek tersebut terasa lebih dekat dari jarak sebenarnya
(Sitepu, 2013).
Menurut Yeni (2011) peranan alat peraga manipulatif dalam
pembelajaran matematika adalah dapat membantu anak dalam memahami konsep–konsep
matematika yang abstrak. Menurut Dian (2011) keunggulan alat peraga manipulatif
adalah dapat membantu mengvisualkan konsep yang abstrak kepada siswa sehingga
siswa mudah memahami suatu konsep pembelajaran matematika. Menurut Rahmawati
(2008) alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh guru
dalam menyampaikan pelajaran matematika agar siswa mudah memahami suatu konsep.
2.1.5 Pendengaran Berkurang
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun
2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75-140
juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Indonesia termasuk negara dengan
prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi 4,6 %. (Ferdianta, dkk.,
2013). Ambang suara minimal yang dianggap dapat menurunkan fungsi pendengaran
adalah 85 dB dengan paparlln lebih dari 8 jam per hari. bising kronik ternyata
juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada frekuensi rendah dan sedang
(250H2-l kIIz) seperti pada frekuensi tinggi. (Hong, 2009). Faktor-faktor kebisingan yang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran meliputi tekanan kebisingan, durasi pajanan
dalam sehari dan lama bekerja, kerentanan individu, umur, gangguan atau
penyakit lain, sifat lingkungan kebisingan, jarak telinga dengan sumber
kebisingan dan posisi telinga terhadap sumber bunyi. (Feidihal, 2007).
Hipertensi merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan
yang kuat dengan timbulnya gangguan pendengaran sensorineural. Kegemukan diketahui \berhubungan dengan
penyakit-penyakit kardiovaskuler. Patofisiologi vaskuler merupakan penjelasan
adanya faktor resiko kegemukan pada timbulnya gangguan pendengaran. (Waskito,
2008). Merokok merupakan faktor risiko yang kuat terjadinyanya gangguan pendengaran
sensorineural. Nikotin dankarbonmonoksida merupakan bahan yang penting dalam
proses kerusakan pada organ pendengaran. Nikotin mempunyai sifat ototoksik dan
menyempitkan pembuluh darah sehingga mengurangi pasokan darah ke organ tubuh
(Nasri, 2009).
2.1.6 Perbedaan
Bunyi Makin Berkurang
Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel – partikel
yang berada di udaran dan energy yang
terkandung didalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat juga menempuh jarak
yang sangat jauh (Alfarizki, 2011). Bunyi adalah sensasi yang dirasakan oleh
organ pendengaran ketika gelombang bunyi terbentuk di udara melalui getaran
yang diterimanya. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang
terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga berada pada frekuensi 20−20.000
Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar. Tingkat intensitas bunyi
dinyatakan dalam satuan dB atau decibel.1-3
(Susilawati, 2010). Polusi bunyi atau kebisingan adalah bunyi yang tidak
dikehendaki dan mengganggu manusia, sehingga seberapa kecil atau lembut bunyi
yang terdengar jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan.
Gangguan pendengaran akibat bising merupakan gangguan pendengaran neurosensoris
yang kedua tersering dijumpai setelah gangguan pendengaran akibat presbikusis
(Hidayati, 2007). Pajanan di atas 85 dB
dapat menimbulkan NIHL atau gangguan pendengaran. Kebisingan juga dapat
menimbulkan keluhan lainnya seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi
yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Bashirrudin, 2007). Bunyi dengan
intensitas tinggi melebihi nilai ambang batas yang ditentukan sangat berbahaya
untuk kesehatan indra pendengaran karena dapat menyebabkan penurunan fungsi
pendengaran. Intensitas bising yang tinggi menyebabkan tekanan mekanik yang
makin tinggi dan kondisi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada koklea
terutama organ Corti (Purnanta, 2008).
III.
CIRI-CIRI BELAJAR
3.1 Belajar Adalah Proses Aktif , dan Tidak Kegiatan Belajar
Tanpa Aktivitas
3.2 Belajar Hanya
Dapat Dilakukan Oleh Individu yang Belajar
Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses
belajar sendiri (tanpa bantuan orang lain) pada saat melakukan pemecahan
masalah disebut sebagai actual development, sedangkan perkembangan yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potential development
(Kumara 2013). Kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri,
dan merupakan kerja-keras personaliti manusia. Strategi belajar sendiri memuat
kegiatan: mengevaluasia diri, mengatur dan mentranformasi, menetapkan tujuan
dan rancangan, mencari informasi, mencatat dan memantau, menyusun lingkungan,
mencari konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial,
dan mereview catatan (Sumarmo 2012). Belajar
mandiri (self-directed learning) adalah suatu proses yang
menunjukkan bahwa seseorang mengambil inisiatif, baik dengan atau tanpa bantuan
orang lain, dalam melakukan diagnosis kebutuhan belajar mereka, merumuskan
tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan melaksanakan
strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri.
(Yanti, 2011).
Proses pembelajaran pada setiap orang mempunyai gaya dan
cara mengikuti karakter masing-masing individu. Karakter adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorangyang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Menurut Setiana (2012)
terminologi karakter sedikitnya memuat dua hal yaitu values (nilai-nilai) dan
kepribadian. Sebagai suatu cerminan dari kepribadian yang utuh, karakter
mendasarkan diri pada tata nilai yang dianut masyarakat(Manalu, 2014).
3.3 Kemampuan Belajar Setiap Individu Tidak Sama Perlu Melakukan
Sosialisasi dan Individualisme
Sosialisasi merupakan proses belajar yang dialami individu
untuk mengenal dan menghayati norma dan nilai-nilai sosial sehingga terjadi
pembentukan perilaku yang sesuai dengan masyarakatnya, (Ruchayati, 2012).
Menurut Soekanto (2008), sosialisasi adalah suatu proses anggota masyarakat
mempelajari norma-norma dan nilai-nilai sosial dimana ia menjadi anggota.
Menurut Widyana (2011) sosialisasi yaitu proses yang membentuk individu melalui
belajar dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup serta bagaimana cara berpikir
kelompoknya agar ia dapat berfungsi serta berperan dalam kelompoknya.
Sosialisasi merupakan sebuah proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia.
Meskipun prosesnya berlangsung seumur hidup namun sosialisasi dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer adalah proses sosialisasi yang pertama dialami individu
sewaktu kecil di lingkungan keluarga. Keluarga adalah media sosialisasi pertama
sebelum anak mengenal dunia luar.Sosialisai Sekunder Sosialisasi sekunder
adalah merupakan tahap lanjutan setelah sosialisasi primer. Dalam tahap ini
dikenal adanya proses desosialisasi, yaitu proses pencabutan identitas
diri yang lama dan dilanjutkan resosialisasi. Resosialiasi adalah
pemberian identitas baru yang didapat melalui institusi sosial ( Thomas ,
2012).
3.4 Proses Belajar
Dipengaruhi Oleh Pengalamannya
Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang
sudah diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat perbuatan atau pekerjaan
yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu.Yuliawati (2011)
menyatakan bahwa pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan
frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya. Pendapat lain juga
disampaikan oleh Handoko (2009) menyatakan bahwa pengalaman kerja seseorang
menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang telah dilakukan seseorang yang
memberikan peluang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih
baik selama jangka waktu tertentu. Semakin luas pengalaman kerja seseorang,
semakin terampil seseorang dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Pengalaman lebih banyak akan mempunyai tingkat kepuasan
kerja lebih tinggi. Dengan semakin banyaknya pengalaman maka tingkat kepuasan
akan meningkat dimana dari pengalaman akan lebih berhati-hati serta belajar
akan kesalahan-kesalahan sehingga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan akan
terasa lebih memuaskan karena pengalaman yang dimiliki (Hamzah, 2009). Husaini
Usman (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman
kerja karyawan maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian emperik yang dilakukan oleh Zakso (2010) bahwa
tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan.
3.5 Proses Belajar
Melibatkan Alat Indera
Indera merupakan bagian
yang terpenting saat belajar karena indera merupakan salah satu di antara
banyak reseptor yang berfungsi menangkap rangsangan (stimulus) dari lingkungan
dan diterima oleh individu dalam bentuk sensasi. Muchlis (2011) mengungkapkan
bahwa belajar dengan mengalami sesuatu yaitu dengan mempergunakan panca
inderanya mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium,
lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu, sehingga diharapkan
seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru, dan kemudian mengolahnya. Saat beraksi terhadap sesuatu yang di pelajari, energi
rangsangan mencapai sel panca indera. Energi yang diterima ini mulai membentuk
rangkaian kejadian yang mengubah bentuk stimulus luar ke impuls neural yang
dapat dikomunikasikan ke otak. Bahkan sebelum pesan neural tersebut mencapai
otak, beberapa pengodean dasar dari informasi panca indera telah terjadi
(Fledman, 2012). Membaca sebagai suatu aktifitas dalam
memperoleh pengetahuan dan informasi sangat penting untuk semua orang.
Kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam dunia pendidikan, karena
proses belajar-mengajar hampir tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Membaca memerlukan alat
indera yang berperan dominan yaitu penglihatan dari individu yang melakukannya
(Situmorang, 2014). Keterampilan membaca merupakan suatu keterampilan dasar
yang terus menerus dilakukan. Aspek pendidikan dilakukan dalam bentuk pembinaan
kemampuan baca tulis dan pengembangan kebudayaan melalui beragam jenis
pendidikan non formal. Oleh karena itu, pemahaman mengenai proses adaptasi
masyarakat baik petani, peternak maupun nelayan terhadap lingkungannya
marupakan informasi yang penting (Waskita, 2009).
3.6 Proses Belajar
Dihambat Oleh Hasil Belajar yang Pernah Diraih
Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar,karena bila
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa- siswa tidak
akan belajar dengan sebaik-baiknya .Ada tidaknya minat siswa terhadap suatu
mata pelajaran dapat dilihat dari cara mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya
catatan, dan konsentrasi terhadap materi pelajaran (Sadirman 2008).Kemungkinan
yang paling tinggi sebagai penyebab terjadinya hambatan perkembangan belajar
ini adalah karena hambatan perkembangan otak (sistem syaraf pusat) pada masa
prenatal, perinatal, dan selama usia satu tahun pertama. (Bachri 2010). Selain itu juga ada beberapa
risiko selama kehamilan yang dapat menyebabkan seorang individu mengalami
kesulitan belajar ketika sudah masuk usia sekolah, seperti :infeksi rubella,
malnutrisi (kekurangan protein dan vitamin yang dibutuhkan tubuh selama dalam
kandungan), atau stress yang terus menerus yang dialami oleh ibu yang sedang
hamil, dan beberapa faktor instrinsik lainnya (Slameto, 2009)
Kurangnya dukungan dan motivasi dari dalam diri menjadi
salah satu faktor yang menghambat. Dalam hal ini siswa kurang memotivasi
dirinya sendiri untuk dapat mencapi tujuan yang diinginkan. Siswa masih belum
memiliki tujuan yang kuat sehingga motivasi untuk dirinya sendiripun tidak kuat
(Dalyono, 2009).
3.7 Proses Belajar
Dipengaruhi Oleh Kebutuhan yang Dirasakan
Salah satu fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah
membentuk individu yang mandiri, utamanya kemandirian dalam belajar.
Kemandirian belajar telah menjadi salah satu aspek sikap dalam pendidikan
karakter. Semakin tinggi sikap kemandirian belajar seseorang, maka akan
memungkinkannya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi (Saefullah, 2013). Menurut Sutari Imam Barnadib (2008),
sikap mandiri adalah "Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi
hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu
sendiri tanpa bantuan orang lain”. Sedangkan Kartini Kartono (2007) yang mengatakan
bahwa kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri
sendiri”. Sikap mandiri adalah kemampuan berdiri sendiri dalam melaksanakan
segala kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri. Sikap mandiri meliputi juga
kemampuan untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungan, mampu
menentukan nasibnya sendiri, mampu
berinisiatif, kreatif, dewasa dalam membawakan dan menempatkan diri, dan
yang terpenting tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain. Menurut Muhibin
(2008) dalam suatu masyarakat sering dijumpai aneka ragam diantaranya ada yang
kaya sedangkan sebagian besar lainnya banyak yang miskin. Hal itu disebabkan
karena masyarakat mempunyai kebutuhan status sosial dalam hidupnya. Upaya
pencapaian status sosial yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara belajar dan
sekolah yqng lebih tinggi.
3.8 Proses Belajar
Dipengaruhi Oleh Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar merupakan bagian dari proses belajar
yang menciptakan tujuan belajar. Lingkungan belajar tidaklah lepas dari keberadaan
siswa dalam belajar. Kebiasaan belajar yang efektif berdampak pada lingkungan
belajarnya. Lingkungan belajar yang baik harus diikuti dengan penguatan yang
diberikan oleh guru dengan maksimal pula (Sardiman 2009). Lingkungan belajar
adalah kondisi dan segala fasilitas yang digunakan untuk kegiatan belajar
sehari-hari” (Bambang, 2009). Lingkungan belajar yang kondusif menurut Mohammad
Ali (2007) memiliki prinsip yaitu dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif
untuk belajar dengan baik dan produktif. Lingkungan belajar yang kondusif
meliputi lingkungan lingkungan fisik, lingkungan sosial maupun lingkungan
psikologis. Menurut Wibowo (2012) lingkungan yang membentuk suatu lingkungan
belajar disebut dengan lingkungan pembelajaran. Lingkungan pembelajaran merupakan
sumber materi dan alat bantu pembelajaran. Lingkungan pembelajaran menjadi
salah satu faktor terhadap proses pembelajaran . Kondisi lingkungan yang baik
akan mempengaruhi semangat belajar. lingkungan belajar dan minat belajar merupakan faktor-faktor yang
sangat berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
IV.
KOMUNITAS YANG BAIK
MENGANDUNG 9 NILAI
4.1 Setiap Anggota Masyarakat Berinteraksi Satu dengan yang Lain
Berdasarkan Hubungan Pribadi
Wiryanto (2009)
menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada
gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Komunikasi antar pribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2008 ).
Komunikasi dalam suatu
organisasi selalu merupakan komunikasi timbal balik, demi kepentingan semua
pihak. Dalam berkomunikasi kita menciptakan persamaan pengertian, ide,
pemikiran, dan sikap tingkah laku kita terhadap orang lain. Jadi komunikator
dan komunikan mempunyai kesamaan dan kesepakatan pesan sehingga menimbulkan
suatu pengertian (Rahmanto, 2008). Devito (2011) mengemukakan bahwa keterbukaan
diri adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri
kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
4.2 Komunitas Memiliki Otonomi : Kewenangan dan Kemampuan Untuk
Mengurus Kepentingan Sendiri Secara Bertanggung Jawab
Kemampuan/kompetensi
adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara konsistensi sebagai
perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki
(Rahmat,2007). Kemampuan kepribadian adalah kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan bijaksana, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
berahlak mulia, mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan diri secara
berkelnjutan (Romlah, 2008)
Masyarakat dalam suatu
komunitas harus senantiasa bertanggung jawab dalam segala urusannya. Hasan
(2010) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut
Hendra (2014), kewenangan otonomi
diberikan kepada daerah ialah untuk memelihara dan mengembangkan identitas
budaya lokal. Tanpa otonomi yang luas, daerah-daerah akan kehilangan identitas
budaya lokal baik berupa adat istiadat maupun agama.
Menurut Ermaya (2015), otonomi desa berarti juga
memberi ruang yang luas bagi inisiatif dari bawah (desa). Kebebasan untuk
menentukan dirinya sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua proses baik
dalam pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Otonomi desa mengatur semua yang harus dilakukan oleh masyarakat
desa untuk kemajuan desa serta untuk mensejahterakan masyarakat. Otonomi desa
bersifat mengikat untuk anggota desa tersebut.
4.3 Komunitas
Memiliki Viabilitas : Kemampuan Untuk Memecahkan Masalahnya Sendiri
Penyelesaian masalah
(problem solving) merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh pebelajar
saat ini. Problem solving didasarkan pada proses kognitif yang merupakan hasil
pencarian cara keluar dari kesulitan dan cara untuk menyiasati hambatan.
Problem solving merupakan bagian dari proses berpikir (Rosidi, 2016).
Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari
proses berpikir. Sering dianggap merupakan
proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol
lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar (Andri, 2010). Di dalam
masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka
tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu,
masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya
masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi (Siti, 2006).
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk
mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana
kebersamaan. Masyarakat perlu mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling
menekan. Dan harus diutamakan pemecahannya. Tujuan utama pemberdayaan
masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. (Setiadi dan Kolip,
2010). Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti
bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi
kebutuhannya. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian
masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong
diri sendiri. (Cooperrider, 2006).
4.4 Setiap Orang Berkesempatan Sama dan Bebas Memilih
Serta Menyatakan Pendapatnya
Menurut Sargen (Fatah,
2008) bahwa demokrasi mengisyaratkan adanya keterlibatan rakyat dalam
pengambilan keputusan, adanya persamaan hak diantara warga negara, adanya
kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada atau dipertahankan dan dimiliki
warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif. Kemerdekaan berpendapat
atau kebebasan untuk masyarakat pendapat merupakan salah satu dasar kehidupan
masyarakat yang berpemerintahan demokratis (Tuahunse,2009).
Salah satu hal yang
sangat penting dalam demokrasi adalah kebebebasan warga negara dalam berbagai
aspek, baik itu kebebasan berpendapat,kebebasan berserikat dan kebebasan
beragama, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan dalam konstitusi
negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga negara tersebut
(Syamsir,2015).
Syarat adanya kebebasan
untuk menyatakan pendapat dan berserikat, merupakan persyaratan mutlak yang
lain, yang harus dimiliki oleh suatu negara demokrasi. Undang-undang yang
mengatur mengenai kebebasan menyatakan pendapat harus dengan tegas mentakan
adanya kebebasan berpendapat baik secara lisan maupun tertulis (Krisna,2007).
Menurut Widodo (2014)
partisipasi masyarakat meningkatkan keberlanjutan ketika masyarakat terlibat
dalam pengambilan keputusan, masyarakat merasa memiliki dan termotovasi untuk
mempertahankannya, namun memakan waktu sumberdaya logistik dan organisasinya
merepotkan. Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam kegiatan komunitas.
4.5 Kesempatan Setiap Anggota Masyarakat Untuk Berpartisipasi
Aktif Dalam Mengurus Kepentingan Bersama
Menurut Juliantara (2008) partisipasi diartikan sebagai
keterlibatan setiap warga negara yang mempunyai hak dalam pembuatan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang
mewakili kepentingannya, partisipasi masyarakat merupakan kebebasan dan
berbicara dan berpartisipasi secara konstruktif.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi
yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi masyarakat
sangat diharapkan dalam setiap tahapan pembangunan yang dimulai dari tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan dan tahap evaluasi
(Soetomo,2008).Menurut Rahman (2009), partisipasi dalam pengembangan komunitas
harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam
masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan
masyarakat.
Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia
untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut
didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2)
kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi (Arsam,
2014). Kemauan datangnya dari individu sendiri sedangkan kemampuan berarti
datangnya dari pengetahuan yang telah diaplikasikan.
4.6 Komunitas yang Memberi Makna
Makna hidup adalah hal yang dianggap sangat penting dan
berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan
tujuan dalam kehidupan.Makna hidup ada pada kehidupan itu sendiri dan dapat
ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
(Zainal,2011). Manusia sebagai makhluk rohaniah, sangat rentan kehilangan arti,
makna, tujuan atau peran dalam hidupnya. Kehilangan makna hidup akan
mengganggu jiwa dan dapat menimbulkan keputusasaan, merasa diri tak
berharga, bunuh diri, nekad, dan tindakan fatal lainnya. (Ula,2014). Hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna, apabila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningful). Sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless). Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia (aminah 2009).
makna, tujuan atau peran dalam hidupnya. Kehilangan makna hidup akan
mengganggu jiwa dan dapat menimbulkan keputusasaan, merasa diri tak
berharga, bunuh diri, nekad, dan tindakan fatal lainnya. (Ula,2014). Hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna, apabila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningful). Sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless). Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia (aminah 2009).
Menurut Isnaningtyas (2013) Kebermaknaan hidup ini
memiliki beberapa proses. Adapun proses tersebut diantaranya mengalami
kenyataan pahit, kehidupan tak bermakna, pemahaman diri, penemuan kebermaknaan
dan tujuan hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan
pemenuhan kebermaknaan hidup, dan kebermaknaan hidup yang akan menghasilkan
kebahagiaan Komunitas orang hidup dengan
bersosialisasi dengan satu sama lain. Hal ini membantu dalam membangun perdamaian
dan harmoni dalam masyarakat. Oleh karena itu, titik ini, peran penting dalam
membuat komunitas yang hidup dan bersemangat. Komunikasi yanga ada harus
dijalankan dengan baik sehingga tmbul rasa saling memiliki antara anggota
(Mudiyanto dan Bambang, 2009).
4.7 Di Dalam
Komunitas Dimungkinkan Adanya Heterogenitas dan Perbedaan
Pendapat
Keanekaragaman (heterogenitas)
adalah permasalahan yang memang selalu ada dalam kehidupan ini. Masyarakat
terbentuk karena adanya perbedaan, sementara perbedaan sendiri menjadikan
kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih hidup, lebih menarik dan layak
untuk diperbincangkan (Ika, 2013). Menurut Ni
Luh (2013), perbedaan pendapat, percekcokan kecil dianggap sebagai suatu
dinamika kehidupan yang selalu ada dalam kehidupan bersama. Perbedaan
pendapat adalah sesuatu yang seharusnya terjadi dan tidak perlu
dipermasalahkan. Artinya perbedaan yang sifatnya tidak peka dan tidak
menimbulkan sebuah masalah dengan mudah
dapat diselesaikan. Perbedaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh
manusia. Semakin maju perkembangan jaman, perbedaan pun semakin jelas terlihat.
Perbedaan tidak memandang bulu, baik itu hal besar ataupun kecil pasti akan ada
perbedaan. (Ema, 2007).
Fenomena mengenai
pengambilan keputusan dalam kelompok berbeda dengan pengambilan keputusan
secara individu. Dalam pengambilan keputusan secara kelompok, pilihan
alternatif pengambilan keputusan akan sangat beragam karena semua anggota
kelompok akan mengutarakan idenya masing-masing. (Kerr & Tindale, 2007).
Menurut Lumintang (2015) suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat,
dimana masing-masing pihak merasa dirinyalah yang paling benar. Bila perbedaan
pendapat ini cukup tajam, maka dapat menimbulkan rasa yang kurang enak,
ketegangan dan sebagainya. Sehingga perlu dilakukan penanganan yang baik dalam
mengelola perbedaan tersebut sehingga tercipta pengelolaan konflik yang baik.
4.8 Di dalam Komunitas,
Pelayanan Masyarakat Cepat dan Pendek
Mungkin terjadi
masyarakat secara keseluruhan yang berada pada wilayah tertentu sama sekali
belum berdaya. Dengan demikian, orientasi pemberdayaan memang secara tegas
mnunjukan sesuatu target group masyarakat itu sendiri. Di sis lain
saat mungkin terjadi bahwa sasaran yang perlu diberdayakan hanyalah merupakan
bagian dari suatu masyarakat saja, yaitu khususnya pihak yang belum memiliki
daya (Adi, 2008).
Selama ini kita menyadari bahwa pembangunan yang dilaksanakan baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum mencerminkan tingkat
pemberdayaan masyarakat (miskin) maupun daerah secara optimal. Bahkan
pembangunan yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan
kebutuhan masyarakat sebenarnya (Suparno dan Suhaenah, 2006).
Peningkatan pemerintah bukan hanya diarahkan pada upaya
“penguatan” pemerintah secara sentralistis, melainkan dengan cara memberikan
peranan yang lebih besar kepada daerah dan masyarakat melalui strategi dan pola
terarah dari konsep desentralisasi (otonomi daerah) (Rohman, 2010). Pemberdayaan masyarakat harus difokuskan pada
kelompok masyarakat didaerah, yang merupakan bagian terbesar dari populasi
masyarakat Indonesia. Sehingga merupakan kegiatan strategis yang harus didukung
oleh semua komponen bangsa agar dapat memberdayakan dan melepaskan masyarakat
didaerah-daerah dari ketergantungannya pada pemerintah pusat (Darmastuti,
2010). Menurut Aryani (2010) upaya perbaikan kualitas pelayanan, akan jauh
lebih efektif bagi keberlangsungan bisnis. Upaya perbaikan ini akan menjadikan
konsumen makin loyal kepada perusahaan saling berhubungan satu dengan yang
lain.
4.9 Di dalam Komunitas Bisa Terjadi Konflik
Asumsi terjadinya
konflik sosial ditanah air antara lain karena tidak adanya atau kurangnya
pemahaman dan penghargaan atas budaya etnik, maka salah satu untuk menyikapinya
adalah dengan mendidik manusia-manusia atau masyarakat agar mereka mengetahui
dan menghargai perbedaan budaya tersebut (Azis, 2009). Konflik adalah sesuatu
yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama
masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik
senantiasa “mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa
yang mereka inginkan pastilah ada hambatan
yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan.(Wuradji,
2008).
Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat,
tentunya harus diketahui penyebab konflik. Dalam pandangan teori konflik bahwa
masyarakat selalu dalam kondisi perubahan, dan setiap elemen dalam masyarakat
memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik di masyarakat (Bambang, 2007).
Manajemen (mengelola) konflik adalah salah satu tugas penting seorang manajer.
Tidak peduli di jenjang mana manajer tersebut berada atau area bisnis yang
dibidanginya, setiap manajer pasti menghadapi banyak masalah yang bersumber
dari ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota organisasi (perusahaan).
Setiap konflik ini
harus dikelola agar perusahaan dapat mencapai sasaran – sasarannya (Narjono
2014). Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal
dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik
yang merugikan (Winardi, 2007). Mengingat kegagalan dalam mengelola konflik
dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi yang ada.
V.
DINAMIKA KELOMPOK YANG
BAIK
Secara definitif, kelompok adalah
dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama, saling berinteraksi,
saling adanya ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama, adanya rasa
kebersamaan dan memiliki, mempunyai norma-norma dan nilai-nilai tertentu. Sejak
dari awal kehidupannya, manusia telah membentuk kelompok yang kemudian menjadi
dasar bagi kehidupan keluarga, perlindungan, pemerintahan, kerja dan lain-lain
(Maas, 2008). Semakin efektif suatu
kelompok, semakin baik pula kualitas kehidupan anggota-anggotanya. Agar
kelompok tersebut tetap efektif adalah pengetahuan yang cukup tentang dinamika
atau proses-proses yang terjadi serta kemampuan kita untuk berperilaku secara
efektif dalam kelompok (Wahyuni, 2007).
5.1 Pendekatan Sosiologis
5.1.1 Tujuan Kelompok
Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau
perusahaan tentunya sangat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun
tidak langsung. Struktur organisasi dapat diimplementasikan sesuai sistem kerja
organisasi untuk tujuan organisasi yang efektif dan efisien (Gammahendra dkk.,
2014) Sejumlah sosiolog menyebut
sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus
dijalankan oleh individu. Sosialisasi adalah proses belajar individu untuk
mengenal dan menghayati nilai dan norma
sosial sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan
tuntutan atau perilaku masyarakat (Tohirin, 2007). Wijaya (2011), berpendapat
untuk mencapai suatu tujuan, tercapai atau tidaknya tergantung dari manajemen
yang dimilikinya dalam menggerakan orang-orang.
Organisasi merupakan unit sosial yang berusaha mencapai
tujuan. Namuri rumusan tujuan yang ideal tidak hanya merurnuskan hasil yarg
hendak dicapai. Tujuan organisasi harus dapat menggambarkan keadaan masa akan
datang yang senantiasa dikejar dan diupayakan untuk diwujudkan oleh organisasi.
Dengan demikian hendaknya tujuan menciptakan sejumlah pedoman bagi landasan
kegiatan organisasi dan juga merupakan sumber legitimasi yang membenarkan
setiap kegiatan organisasi serta eksistensi organisasi itu sendiri (Musthofa,
2009). Selain itu menurut Irianto (2009) bahwa fungsi tujuan juga sebagai
patokan yang dapat dipergunakan oleh anggota organisasi maupun kalangan luar
organisesi untuk menilai keberhasilan organisasi.
5.1.2 Jenjang Sosial
Menurut Kusai, dkk (2013) struktur
kelompok merupakan hubungan individu dan kelompok yang disesuaikan dengan
posisi dan peran masing-masing anggota. Struktur kelompok
didefinisikan sebagai model hubungan antar peran/status didalam kelompok dalam
hal wewenang mengambil keputusan. Serta berperan juga sebagai jaringan
komunikasi untuk menyampaikan informasi baik dari atas ke bawah maupun dari
bawah ke atas Sudjarwo (2011). Menurut pendapat
Wahid
(2008), jenjang sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kedudukan dalam
kelompok serta prestasi yang menyertai. Contohnya adalah pemberian status
anggota kehormatan. Anggota kehormatan ialah orang yang diangkat sebagai
anggota khusus oleh perkumpulan karena jasa orang tersebut. Ketidakjelasan
mengenai struktur kelompok akan berpengaruh terhadap ketidak jelasan kedudukan,
peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-masing anggota, sehingga pelaksanaan
kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan kelompok (Andarwati et al., 2012).
Jenjang sosial sering terjadi
didalam masyarakat. Jenjang sosial atau sering disebut dengan istilah stratification berasal dari kata strata
atau stratum yang berarti lapisan masyarakat. upaya formal yang terencana dan terorganisasi untuk mencapai
suatu keseimbangan antara kebutuhan karir seorang individu dengan tuntutan
pekerjaan penting dalam suatu organisasi (Tan, 2008).
Stratifikasi sosial itu sendiri,
sebenarnya merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara sosial
didalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda (Qurohman,
2010).
5.1.3 Peran
Kedudukan
Kedudukan
seseorang dalam suatu kelompok akan menentukan peranannya dalam kelompok
tersebut dan semakin banyak jumlah individu dalam kelompok semakin luas dan
kompleks spesialis peranannya, karena kebutuhan adanya lembaga penghubung
semakin terasa (Surbakti,2013). Menurut Irianto (2009) peran seseorang didalam
kelompok ditentukan oleh ditingkat mana dia berada.
Semakin
tinggi kedudukan akan semakin tinggi pula peranannya misalnya adalah pemimpin,
sembilan peranan kepemimpinan seorang
dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pembuat kebijakan, sebagai
ahli, sebagai pelaksana, sebagai pengendali, sebagai pemberi hadiah atau
hukuman, sebagai teladan dan lambang atau simbol, sebagai tempat menimpakan
segala kesalahan, dan sebagai pengganti peran anggota lain (Brahmasari dan
Agus, 2008). Contoh lain dalam peranan kedudukan ini adalah persamaan antara
pria dan wanita.
Menurut Sudarta (2009) Kemitra sejajaran yang harmonis
antara pria dengan wanita adalah suatu kondisi hubungan kedudukan dan peranan
yang dinamis antara pria dengan wanita sehingga peran antara wanita dengan
kedudukan sesuai dengan koridor tugas masing-masing. Siswanto
(2007), bahwa kelompok
dengan sumber kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-orang
yang secara hirarkis mempunyai kedudukan dalam organisasi. Sebagai contoh,
kepala bidang perencanaan akan mempunyai kontrol lebih besar terhadap
distribusi sumber daya, kepala bagian tata usaha akan mempunyai kontrol lebih
besar terhadap ekologi pekerjaan seseorang. Kedudukan kepala bidang akan
mampunyai peran yang lebih kompleks dibandingkan dengan peran dari staff
pendukungnya dan juga peran tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih.
5.1.4 Kekuasaan
Kekuasaan
memiliki konsep yaitu seperti dikemukakan oleh Surbakti (2013). bahwa dalam
perbendaharaan ilmu politik terdapat sejumlah konsep yang berkaitan erat dengan
konsep kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasi (persuasion), manipulasi, coercion, force, dan authority (kewenangan). Menurut Burrell
dan Gareth (2006) adanya
kekuasaan yang lebih tinggi yang mempengaruihi pikiran seseorang.
Kekuasaan di dalam organisasi, bisa
merupakan suatu kekuatan/kelebihan namun dapat pula merupakan suatu ancaman
bagi organisasi (Mariant,
2011) .
Dengan mengetahui sumber-sumber kekuasaan, cara-cara untuk meningkatkan atau
mengurangi kekuasaan, dan taktik-taktik untuk mendapatkan kekuasaan, seorang
pemimpin dapat mengendalikan kekuasaan yang ada di dalam organisasinya,
sehingga dapat lebih efektif mengendalikan organisasi.
Organisasi untuk
mencapai tujuannya perlu adanya sumber daya dan salah satu penggerak hal
tersebut maka perlu adanya kekuasaan. Kekuasaan atau kepemipinan merupakan proses mempengaruhi atau
memberi contoh oleh pemimpin kepada bawahannya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi (Kahar, 2008). Menurut Topu (2013)
Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh
para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk
memperjelas tujuan organisasi bagi para karyawan, bawahan, atau yang
dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu
menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi.
5.1.5 Kepercayaan
Kepercayaan
adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable), kepercayaan merupakan keyakinan
mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain
(Djati, 2008). Trust (kepercayaan)
merupakan variabel yang memediasi hubungan antara sikap tertentu dan behavioral
outcomes. Kepuasan yang didorong oleh kepercayaan pada sesuatu akan lebih menjelaskan loyalitas sesungguhnya
(Tjahyadi, 2006).
Kepercayaan
tidak timbul begitu saja harus dilatih dan dibentuk salah satu cara adalah
dengan kebiasaan untuk menanamkan sifat percaya tersebut dengan memberikan
suasana atau kondisi demokratis, yaitu individu dilatih untuk
dapat mengemukakan pendapat
kepada pihak lain, dilatih berpikir mandiri dan diberi suasana yang aman
sehingga individu tidak takut berbuat kesalahan (afiatin da Budi, 2008).
Pendapat lain menambahkan bahwa kepercayaan dan keyakinan perlu dipupuk dan di
tumbuhkembangkan secara sistematis (Sarwono, 2007).
Kelompok yang memiliki kepercayaan akan mengharapkan hal yang
realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran
positif dan dapat menerimanya. Kelompok yang kepercayaan diri bagus, mereka
memiliki perasaan positif terhadap dirinya, keyakinan yang kuat dan pengetahuan
akurat terhadap kemampuan yang dimiliki (Alzachbana, 2013). Menurut Pool dan Sewell (2007), pengalaman erat kaitannya dengan
kepercayaan dalam kelompok, bahwa jika memiliki kepercayaan diri maka akan
terasa kehadirannya dalam setiap pertemuan.
5.1.6 Sanksi
Penghargaan
kelompok terdiri atas dua macam, yaitu penghargaan reward dan penghargaan punishment
(sanksi). Menurut Feather dalam Lestari (2015) bahwa, keadilan distributif pada umumnya
berkisar pada insentif yang meliputi upah, hadiah dan disinsentif yang meliputi
denda dan sanksi.
Menurut
Ginting (2006) konsekuensi yang menyenangkan dari luar diri seseorang setelah
orang itu melakukan suatu perbuatan yang membuat perbuatan tersebut diulang
kembali disebut dengan istilah penguatan berulang atau reinforcement / reward Sebaliknya
konsekuensi yang tidak menyenangkan dari pihak luar yang membuat seseorang
berhenti atau melemah perilakunya disebut penghukuman atau punishment.
Dari dua bentuk jenis konsekuensi ini, jenis penguatan (reinforcement)
dianjurkan lebih dahulu dicoba untuk memunculkan perilaku yang diinginkan
daripada menggunakan hukuman. Pendapat Nurmiyati (2011) menambahkan Ganjaran dalam bentuk positif kemudian disebut dengan reward, sedangkan
ganjaran dalam bentuk negatif disebut punishment.
Sanksi
ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja individu dalam kelompok. Rangsangan
untuk meningkatkan motivasiatau kinerja ini salah satunya adalah dengan
memberikan reinforcement berupa
pemberian reward. Semua hal yang telah dilakukan harus dihargai agar tidak
merasa perbuatnnya sia-sia (Hapsari, 2013). Pendapat Supriyanto (2014)
menambahkan bahwa untuk meningkatkan antusias kelompok salah satunya yaitu
dengan pemberian reward, reward adalah penghargaan yang diberikan kepada
seseorang terhadap sesuatu yang telah dikerjakannya.
5.1.7 Norma
Menurut
Irianto (2009) pergaulan
kelompok atau norma kelompok adalah dimana anggota mulai merasakan perlunya
kesatuan pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan
dalam kelompok agar kelompok bisa bekerja secara efektif dan efesien dalam
memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Kondisi akhir dari tahap pembentukan
norma ini adalah terciptanya suasana penuh keharmonisan dalam kelompok,
sehingga hubungan antar pribadi yang semula penuh dengan keragu-raguan dan
konflik satu sama lain akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana
untuk pemecahan masalah.
Norma, adat istiadat dan tata
pengaturan sosial lain memainkan peran penting dalam kelompok. Kelembagaan
tersebut dimanifestasikan dalam bentuk pranata dan interaksi sosial verbal
(terucapkan) dan interaksi nonverbal (tidak terucapkan) (Suradisastra, 2008).
Menurut Wahyuni(2007) bahwa kelompok institusi yang merupakan suatu kumpulan
norma-norma atau nilai- nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Pendapat lain menambahkan bahwa Norma adalah
aturan yang tidak tertulis yang diterapkan dalam kelompok (Hapsari, 2013).
Suatu kelompok dapat dikatakan
sebagai subkultur karena didalamnya terdapat norma-norma yang hanya berlaku
bagi mereka yang sama-sama mengharapkan kebaikan atau keuntungan dari norma
tersebut. Sugesti mempunyai peranan besar dalam pembentukan
norma-norma kelompok dan norma-norma susila, karena kebanyakan orang
mengadaptasi tingkah lakunya pada orang lain tanpa pertimbangan yang matang (Efianingrum, 2006)
5.1.8 Perasaan
Perasaan
dalam kelompok harus dibangun agar anggota kelompok tersebut merasa ada dan
diakui oleh kelompok tersebut, menurut Abidin (2009) bahwa kelompok dirasakan
sebagai suatu lembaga yang mampu membantu seseorang sebagai anggota kelompok
dalam mewujudkan kepentingannya dan juga mampu membantu para anggota menumbuh
kembangkan diri secara optimal, produktif, dan positif. Oleh karena itu,
kelompok ini merupakan kumpulan kuantitatif dan kualitatif sehingga memiliki kebersamaan
kuantitatif (sense of gatherness)
yang dapat menjadi generator kelompok tersebut yang memungkinkan sejumlah
anggota berkumpul menjadi eksis, hidup, dan menjalankan aktivitas kehidupan
kelompoknya dalam mencapai tujuan bersama secara optimal (Maas, 2009).
Menurut
Idrus (2006) Catatan yang perlu diajukan adalah dengan adanya dorongan yang
cukup dimungkinkan akan menghasilkan kenyamanan dalam kelompok, harapan lebih
lanjut dengan adanya kenyamanan ini adalah setiap individu akan menampilkan
unjuk kerja yang baik. Wahyuni (2007) menambahkan bahwa orang akan merasa lebih
baik dengan pekerjaan mereka dan lebih menyukai pekerjaan yang berkualitas
tinggi. Dengan sendirinya jika orang telah merasa nyaman dengan pekerjaannya,
maka akan meningkatkan kepuasan dan kualitas kehidupan kerjanya. Secara psikologis kategorisasi akan
menumbuhkan ingroup favoritism dan outgroup derogation.
Dekategorisasi merupakan upaya untuk eliminasi bias ingroup
favoritism melalui diferensiasi dan tumbuhnya personalisasi (Faturochman, 2008) . Hal yang terjadi
selanjutnya adalah salinasi kelompok dan deindividuasi anggota-anggotanya.
5.1.9 Fasilitas
Kelompok
harus mempunyai sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan kelompok tersebut
agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar (Idrus, 2006).
Contoh dalam setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Dari sisi lainnya
kelengkapan sarana dan prasarana dapat berdampak positif bagi keberhasilan
siswa dalam memperoleh informasi sebagai upaya untuk membentuk karakter
dibidang profesi yang siap terjun kedalam dunia kerja (Pratama, 2011).
Fasilitas ini juga diperlukan untuk
dunia perkuliahan. Untuk meningkatkan kepuasan dosen, khususnya dalam hal kondisi kerja, maka Universitas perlu
menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang
mendukung kegiatan tridharma perguruan tinggi, misalnya dengan menyediakan perpustakaan
dengan koleksi buku terbaru dan ruang
baca yang nyaman, serta ruang kerja yang nyaman dan kondusif untuk bekerja. Selain itu (Seniati, 2006).
Irianto (2009) menambahkan bahwa fasilitas-fasilitas yang juga diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan jasmani dan kesejahteraan psikologis.
Rusnan dkk. (2015) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa keberadaan sarana dan prasarana pendukung yang
tersedia menjadikan kelompok tani sapi potong di Kepulauan Halmahera menjadi
kawasan strategis pengembangan peternakan. Semakin baik prasarana dan sarana
yang ada menyebabkan semakin menimbulkan semangat peternak untuk belajar dengan
cara mencari informasi kepada sumber-sumber informasi yang dapat diakses
(Muatip dkk., 2008).
5.1.10 Tegangan dan Tekanan
Gangguan
dapat datang dari mana saja dapat datang dari dalam kelompok atau bahkan datang
dari luar. Menurut pendapat Setiawan dan Bram (2012) menyatakan bahwa gangguan
dari dalam bisa berupa gangguan psikologis karena adanya tekanan dari luar di
mana orang yang bekerja tetapi malah mengalami gangguan psikologis. Dikaitkan
dengan kondisi ini, seseorang yang bekerja sesuai dengan potensi dan kemauan
tentunya akan mempunyai mental yang sehat. Tentunya hal ini mengindikasikan
adanya pengaruh faktor lain yang mendorong timbulnya gangguan psikologis dalam
pekerjaan. Pendapat lain menambahkan Salah satu gangguan bahkan hambatan
tersebut adalah adanya atmosfer lingkungan pekerjaan yang tidak mendukung
(Pratama, 2011).
Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa
dampak negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan pegawai dalam
melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang
mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya (Utami, 2010). Gangguan dan
tekanan dala organisasi adalah hal yang biasa terjadi namun dapat diatasi
dengan penciptaan suasana yang nyaman dan kondusif (Wahyuni, 2007). Tekanan dalam kelompok
dapat berupa konformitas yang sangat sering terjadi. Konformitas merupakan perubahan
perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, konformitas mencerminkan
perubahan perilaku sebagai hasil tekanan kelompok secara nyata atau hanya
imajinasi. Hal ini terlihat dari kecendrungan seseorang untuk selalu menyamakan
perilakunya terhadap tekanan kelompok sehingga dapat terhindar dari celaan
(Myers dalam Putri, 2013).
VI.
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MELALUI PEMBERANTASAN KORUPSI
6.1 Mengenal
Korupsi
6.1.1 Pengertian Korupsi
Secara terminology, korupsi yang berasal dari Bahasa
latin: corruptio yang lahir dari kata
kerja corrumpere, berarti : “busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok”. Oleh karena itu Transparency
International mendefinisikan korupsi sebagai “perilaku pejabat publik, baik
politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya sendiri atau mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakankekuasaaan public yang dipercayakan kepada mereka “. Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan yang buruk, yang
merusak, yang menjijikan. Dengan demikian jika perbuatan
seseorang menimbulkan kerusakan dan dan keburukan bagi tatanan kehidupan suatu
organisasi, instansi, lembaga negara, masyarakat bangsa dan negara, sekalipun
dia tidak menerima langsung hasil perbuatannya secara material, perbuatan itu
dapat digolongkan sebagai korupsi.
6.1.2 Motif
Perbuatan
Terkadang kita
menyaksikan seseorang yang tidak tergolong miskin, tetapi melakukan korupsi. Tipologi korupsi ditinjau dari motif perbuatan dibagi
menjadi empat jenis yaitu:
1) Corruption
by need ( korupsi karena
keperluan)
Artinya korupsi karena keperluan adalah korupsi yang
dilakukan seseorang secara terpaksa karena kedangkalan keimanan dan
pengetahuan. Terpaksa karen agaji atau pengahsilan yang
diperoleh tidak cukup untuk kepeluan rutin selama sebulan penuh.
2) Corruption
by greed ( korupsi karena
serakah)
Korupsi jenis ini biasanya
dilakukan oleh para pejabat struktural.
Sikap serakah pejabat seperti ini disebabkan dua
faktor yaitu :
(1) Gengsi, haus pujian dan kehormatan
(2) Tidak memiliki sense
of crisis. Disebabkan sikap serakah untuk memperkaya diri sendiri, sebagian
tidak memiliki kepedulian sesama.
3) Corruption
by opportunity (korupsi
karena peluang)
Peluang hadir karena tiga aspek utama yaitu :
(1) Penyelenggara negara yang terlalu birokratis.
Contoh sederhananya mengurus SIM, STNK banyak persyaratan yang harus dipenuhi.
(2) Manajemen yang amburadul
(3) Pejabat yang kurang bermoral
4) Corruption
by exposes (korupsi
yang telanjang)
Disebut dengan jenis korupsi yang telanjang
dikarenakan ia berlaku hampir di seluruh strata masyarakat, tetapi tidak
dianggap sebagai tindak pidana. Keadaan itu berlaku
dari mulai presiden sampai dengan lurah.
6.2 Selintas
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
6.2.1 KKN Pada Masa
Orde Lama
Korupsi yang terjadi pada masa pemerintahan parlementer,
terbatas dan masih konvensional , yaitu menggunakan pola katabelece. Namun ,
pemerintah langsung meresponnya secara dini. Korupsi pada
masa orde lama, secara garis besar dapat disebutkan sebagai berikut :
1)
Korupsi Material
Korupsi material yang dilakukan pada
masa orde lama dimulai dengan diterbitkannya Inpres No. 018/1964 dan Keppres
No. 360/1965 yang berisi ketentuan mengenai penghimpunan dan penggunaan dana
revolusi. Dana
revolusi adalah dana yang diperoleh melalui cara pengumpulan sumbangan
masyarakat atas inisiatif presiden Soekarno.
2)
Korupsi Politik
-
Pembubaran
Parlemen
Korupsi politik yang paling fundamental yang dilakukan
oleh Soekarno adalah pembubaran parlemen, hasil pemilu (1955) yang terbersih
yang pernah dipunyai Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Pembubaran parlemen tersebut
dilakukan melalui dekrit 5 Juli 1959 yang berisi dua diktum ,yaitu :
- Pembubaran badan konstituante
Pemilu 1955
merupakan pemilu yang paling demokratis dan luber yang pernah terjadi di
Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan sampai saat ini. Pemilu yang sangat
demoratis inilah yang melahirkan anggota parlemen yang juga demokratis, berjiwa
negarawan, jujur adil , sederhana dan tidak koruptif. Kualitas pemilu yang
demokratis menghasilkan anggota parlemen yang sangat berkualitas, nasionalis
dan negrawan , dibubarkan oleh Soekarno hanya karena kepentingan dan ambisi
sektoral dari golongan tertentu yang yang lebih dimotori oleh partai komunis.
- Kembali ke UUD 1945 dengan
dijiwai Piagam Jakarta.
Salah satu tugas badan konstituante hasil pemilu 1955 adalah
menetapakan Dasar Negara Republik Indonesia , menggantikan UUD sementara tahun
1950. Dalam perdebatan di sidang-sidang muncul tiga alternatif dasar negara,
yaitu: Islam, Sosialis dan Nasionalisme.
3)
Korupsi Intelektual
Korupsi intelektual yang pertama
dilakukan pada masa orde lama yaitu penghianatan terhadap dekrit 5 juli 1959. Ini karena dalam Dekrit 5 Juli 1959
disebutkan “ kembali ke UUD 1945 dengan dijiwai Piagam Jakarta.”. dalam
perjalanan sejarah orde lama, ternyata pemerintah tidak menepati janji
sebagaimana hakikta dari Diktum 5 Juli 1959. Terjadilah ketidakpuasan di
kalangan partai dan ormas Islam yang kemudian merupakan lahan subur bagi
operasi intelejen. Salah satu hasil dari operasi intelijen tersebut adalah
dideklarasikannya gerakan Darul Islam. Akhirnya umat islam menjadi sasaran
4)
Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemerintah telah mengambil beberapa langkah pemberantasan ,
setidaknya secara regulasi. Pemberantasan yang dilakukan lebih
berupa operasi militer yang tentu bersifat represif. Ternyata tidak ada pengaruh
signifikan dari pola ini, antara disebabkan karena kegiatannya tidak
terstruktur.
Korupsi
pada orde lama ternyata ada , baik
korupsi material, korupsi politik maupun korupsi intelektual. Jika warisan Bung
Karno warisan barang-barang antik selama menjabar presiden dikategorikan
sebagai gratifikasi, berarti korupsi material.
6.3 Pola Korupsi dan
Modus Operandinya
6.3.1 Pola Korupsi
Secara operasional, tindak pidana
korupsi dapat berlangsung dengan menggunakan beberapa pola, antaranya :
1)
Seistem pemerintahan
Korupsi dapat hidup subur melalui sistem pemerintahan yang
diberlakukan suatu negara. Negara yang menerapkan sistem totaliter misalnya
cenderung melahirkan sistem yang koruptif. Karena pengawasan dan sosial kontrol
dari masyarakat tidak berjalan. Pada umumnya hal ini terjadi di negara
sosialis.
2)
Strategi pembangunan ekonomi
Strategi pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan
akan melahirkan korupsi karena kekayaan negara hanya dinikmati oleh para
konglomerat, elit penguasa serta elit politik. Strategi pembangunan ekonomi
mendorong PNS, Penyelenggara Negara dan anggota masyarakat pada umumnya,
bersikap konsumtif dan hedonis karena terprovokasi untuk mengejar materi ,
kekuasaan dan jabatan.
3)
Korupsi kebijakan public
Kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dan DPRD secara
beramai-ramai di beberapa daerah di Indonesia serta penyalahgunaan dana haji
adalah contoh tentang kebijakan publik yang diciptakan sebagai cover untuk
melaksanakan korupsi. Dalam kasus BLBI dan Century yang merupakan cover atas
perbuatan korupsi yang dilakuakan pihak-pihak tertentu. Pada masa orde baru ,
puluhan Keppres yang diterbitkan sebagai cover kegiatan korupsi yang
dilaksanakan oleh rezim orde baru , baik dikalangan politisi , pejabat maupun
pengusaha. Inilah yang disebut korupsi politik.
4)
Kolusi dan nepotisme
Dengan kolusi dan nepotisme maka kekuasaan rezim akan
langgeng karena seluruh lini kekuasaan sudah dikuasai sehingga tidak kekuatan
msyarakat yang dapat mengganggu. Pada masa orde baru, lembaga legislatif digelar sebagai tukang
stempel, yaitu tinggal mengesahkan apa yang diinginkan pemerintah. Jika ada
anggota legislatif yang melawan , akan direcall.
5)
Penguasaan lembaga formal dan non
formal
Jika lemabaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah
dikuasai, berarti kebijakan publik dapat dikendalikan sehingga penggelapan atau
penyelewengan dan keuangan negara dengan mudah dilakukan. Pada zaman orde baru,
jika pemerintah ingin menerapkan suatu kebijakan publik, cukup hanya dengan
menguasai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua Umum PB NU dan Ketua Umum PB HMI,
tiga pimpinan informal di Indonesia yang dianggap dapat mengendalikan
masyarakat.
6)
Pola budaya yang keliru
Salah satu sebab , mengapa korupsi subur di Indonesia adalah
karena pola pikir masyarakat yang masih konservatif. Dampak turunannya lahir
pola budaya yang keliru, baik dikalangan masyarakat awam maupun pejabat dan
kalangan intelektual. Dalam kode etik KPK, ditentukan , pegawai dan pejabat KPK
dalam menjalankan tugas ke daerah :
tidak boleh dijemput dan diantar oleh panitia atau pelaksana acara; tidak boleh
disediakan penginapan; tidak boleh disediakan makan minum; tidak boleh
diberikan oleh-oleh apalagi honor dalam bentuk apapun.
7)
Jaringan internasional
Dengan
dalih golbalisasi , 60% pangan di Indonesia berasal dari impor yang pada
gilirannya mematikan petani dan nelayan dalam negeri karena harga lebih murah.
Industri belum berkembang pesat kaerna di duga API berkolusi dengan pengusaha
China.
6.4 Penyebab Korupsi dan
Dampaknya
6.4.1 Penyebab Utama
Korupsi di Indonesia
Korupsi terjadi karena tiga hal,
yaitu ada niat untuk melakukan korupsi, ada kesempatan untuk melakukan korupsi,
dan ada proses rasionalisasi terhadap kedua hal tersebut. Korupsi di Indonesia
menjadi subur dan merajalela kemana-mana karena tujuh kondisi yaitu :
1)
Penerapan sistem yang keliru
Dalam salah satu sabdanya , Nabi Muhammad mengatakan bahwa
onta yang tidak diikat oleh tuannya , jika dicuri, maka pencuri tidak dihudud
tetapi di ta’zir. Pencurinya tidak dipotong tangan tetapi cukup dengan ta’zir
yaitu hukuman yang diajtuhkan sesuai dengan yang diajtuhkan oleh hakim, sesuai
dengan motif perbuatannya. Sebab pemilik onta menciptakan peluang atau
kesempatan mencuri.
2)
Gaji yang Rendah
Negara yang baru merdeka, gaji karyawan atau penghasilan
anggota masyarakat, selalu kecil. Tetapi jika prioritas pembangunan diletakkan
di pembangunan manusia, gaji atau penghasilan yang kecil tidak menimbulkan
petaka, antara lain berupa korupsi. Jika pembangunan pada awal kemerdekaan
diprioritaskan di sektor pembangunan ekonomi, maka karyawan akan berfikir
secara ekonomis pula. Indkatornya mereka akan
mempersoalkan besar kecil gaji yang diterima ketimbang memfokuskan diri
pada pengambdian dan pelaksanaan tugas.
3)
Pejabat yang serakah
Pejabat
yang serakah akan melakukan berbagai cara, baik langsung mapun tidak langsung
yang terkategori sebagai korupsi. Stratategi pembangunan ekonomi yang keliru
mendorong masyarakat untuk hedonis dan hidup materialistik sehingga bersikap
serakah. Strategi pembangunan yang difokuskn dipembangunan ekonomi , apalagi
dengan growth oriented , buka
pemerataan melahirkan penyimpangan perilaku PNS , pejabat dan Penyelenggara
Negara.
4)
Penegakkan hokum tidak berjalan
Sering kita dengar
gurauan di warung pojok “pencuri ayam dipenjarakan, tetapi pejabat yang korup
lolos dari jeratan hukum”. Hal ini disebabkan prioritas pembangunan bukan di
sektor pendidikan sehingga pada umumnya moral pejabat dan karyawan sebagamana
yang diseinggung sebelumnya sangat rawan, dan ditambah dengan gaji yang tidak
memadai. Penegakan hukum yang tdiaj berjalan ini melahirkan korupsi baru
semakin berantai.
5)
Hukuman yang tidak menimbulkan efek
jera
UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi telah maju selangkah di mana
terhukum kasus korupsi, selain tindak pidana penjara, yang bersangkutan juga
harus mengganti uang negara yang dikorup. Tetapi hukuman ini tidak terlalu
efektif bagi mereka yang mempunyai banyak uang. Dengan demikian hukuman gantung
atau hukuman tembak mati yang dilaksanakan di Cina terhadap para koruptor perlu
dipikirkan untuk diterapkan di Indonesia.
6)
Pengawasan yang lemah
Penyelenggara negara yang baik adalah
jika terdapat in build control sistem
(pengawasan melekat) dalam setiap unit organisasi. Misalnya ketika seseorang
menaiki lift dalam jumlah yang
melebihi kapasitas, maka lift
tersebut akan berbunyi. Inilah yang disebut dengan early
warning sistem (sistem peringatan dini). Disebabkan pengawasan yang tidak
berjalan secara efektif, maka terjadilah kebocoran anggaran di sana-sini.
Bahkan menurut pengamat ekonomi, terjadi kebocoran anggaran pembangunan sebesar
45% dan anggaran rutin 30%. Terjadilah illegal loging dan illegal fishing di
mana-mana selama puluhan tahun akibat pengawasan yang tidak berjalan secara
efektif.
7)
Tidak ada keteladanan pemimpin
Di masyarakat yang
agraris, rakyat cenderung peternalistik, yaitu mereka mengikuti apa yang
dilakukan pemimpin, senior atau tokoh masyarakat. Dengan penghormatan pada
semua pihak, tetapi di lapangan menunjukkan bahwa, sejak orde baru sampai orde
reformasi sekarang, boleh dikatakan tidak ada pemimpin nasional maupun lokal
yang dapat dijadikan sebagai panutan dalam berperilaku bersih di segala bentuk
KKN.
8)
Masyarakat yang apatis
Barangkali, disebabkan
anggota masyarakat terlalu sering dililit kesusahan dan penderitaan, mereka
cenderung bersifat masa bodoh. Mereka tidak peduli, apakah ada kejahatan di
sekitarnya yang dapat merugikan bangsa dan negara atau tidak. Masyarakat yang
apatis seperti ini, selain tidak melahirkan suatu mobiltas sosial yang
konstruktif, ia juga dapat berfungsi sebagai api dalam sekam sebagaimana yang
terjadi selama pemerintahan orde baru. Masyarakat yang apatis seperti ini akan
melahirkan beberapa kondisi yang merugikan bangsa dan negara, antara lain : 1)
lemahnya kontrol masyarakat, 2) suburnya pungli di instansi layanan publik.
Menyadari pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara , khususnya
dalam pemberantasan korupsi maka diterbitkan peraturan pemerintah yang
menempatkan masyarakat sebagai elemen penting dalam pemberantasan korupsi.umtuk
memberantas korupsi di Indonesia harus diterapkan sistem pembangunan yang
komprehensif, konpensasi yang mensejahterakan intregitas PNS dan PN yang
tinggi, pemimpin yang memberi teladan.
6.5 Jihad Melawan Korupsi
Revolusi budaya sangat penting,
bahkan sudah mendesak karena dalam masyarakat agraris, termasuk Indonesia,
kehidupan warganya cenderung konservatif. Kesimpulannya semakin tradisional
sistem yang diterapkan sementara pola sosio kultural lama masih dominan,
senakin banyak untuk mencapai suatu target tertentu. Konsekuensi logisnya,
biaya yang dikeluarkan semakin tinggi dan ini mengundang pejabat dan karyawan
untuk melakukan KKN. Bagi dunia usaha, cepat atau lambat, perusahaan kecil
dapat bangkrut. Dalam kegiatan instansi pemerintah, layanan publik akan sangat
buruk, uang Negara banyak terbuang sehingga penghasilan negara merosost yang
pada gilirannya rakyat makin sengsara.
Berdasarkan apa yang terjadi selama
orde lama dan orde baru dan merujuk delapan penyebab korupsi sebagaimana yang
diterangkan dalam bab sebelumnya, kiat pemberantasan korupsi harus dilakukan
secara komprehensif, sistemik, dan sinergik yang meliputi aspek pencegahan, represif
dan partisipasi masyarakat. Inilah yang dimaksudkan sebagai suatu proses jihad
dalam memberantas korupsi. Dalam
sosial kultural masyarakat Indonesia pejabat sukar untuk tidak menerima tamu
dari kampungnya. Sang pejabat mulai berinisiatif untuk memperoleh penghasilan
tambahan agar pemasukan dan pengeluaran rutinnya dapat seimbang. Disinilah
mulai tejadi penyalah gunaan kekuasaan wewenang , jabatan dan kesempatan oleh
seorang pejabat publik. Semakin trdisional sistem yang diterapkan sementara
pola sosial kultural lama masih dominan , semakin banyak fasilitas yang
disediakan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu target
tertentu. Konsekwensi logisnya , biaya yang dikeluarkan semakin tinngi dan ini
mengundang pejabat dan karyawan untuk melakukan KKN.
VII.
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Proses
pembelajaran Orang dewasa adalah unik karena pembelajaran akan berlangsung jika
dia terlibat langsung, idenya dihargai, dan materi ajar sangat dibutuhkannya
atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya.
2. Pendidikan orang dewasa dapat dihambat oleh faktor
fisiologik yaitu faktor pendengaran dan faktor penglihatan.
3. Ciri – ciri belajar yang baik yaitu adanya peran aktif dari peserta didik, adanya sosialisasi kepada
pesera didik. Proses belajar dipengaruhi pengalaman peserta didik dan hanya
dilakukan oleh individu peserta didik.
4. Lingkungan belajar merupakan bagian dari
proses belajar yang menciptakan tujuan belajar. Lingkungan belajar tidaklah
lepas dari keberadaan siswa dalam belajar.
5.
Komuitas yang baik mengandung beberapa makna nilai yakni adanya interakasi
antar anggota masyarakatyang satu dengan yang lainnya, adanya kewenangan dan
kemampuan untuk mengurus kepentingan sendiri, adanya kemampuan untuk memecahkan
masalah sendiri.
6. Dalam sebuah komunitas setiap orang berkesempatan
sama dan bebas serta menyatakan pendapatnya, adanya partisipasi aktif dalam
mengurus kepentingan bersama.
8. Dalam suatu kelompok atau oragnisasi dibutuhkan
adanya kepercayaan pada setiap anggotanya.
Kepercayaan
adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable), kepercayaan merupakan keyakinan
mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain.
9.
perbuatan
seseorang menimbulkan kerusakan dan dan keburukan bagi tatanan kehidupan suatu
organisasi, instansi, lembaga negara, masyarakat bangsa dan negara, sekalipun
dia tidak menerima langsung hasil perbuatannya secara material, perbuatan itu
dapat digolongkan sebagai korupsi.
10.
Semakin trdisional sistem yang
diterapkan sementara pola sosial kultural lama masih dominan, semakin banyak
fasilitas yang disediakan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu target tertentu. Konsekwensi logisnya, biaya yang dikeluarkan semakin
tinggi dan ini mengundang pejabat dan karyawan untuk melakukan KKN.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan upaya
yang lebih dalam proses pendidikan orang dewasa maupun pendidikan suatu
kelompok, misalnya ketika peserta didik orang dewasa dibutuhkan pendidik yang
lebih menarik dalam pembelian materi. Kemudian dalam proses pendidkan orang
dewasa juga harus memahami karakter dan budaya masing – masing peserta didik
sehingga peserta didik dapat berperan aktif.
2.
Pendidikan korupsi harus ditanamkan sejak terbentuknya suatu kelompok atau
organisasi sehingga pemahaman dan bahayanya korupsi dapat tertanam sejak dini
pada setiap anggota kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Zainal. 2009. Optimalisasi Konseling Individu dan Kelompok untuk Keberhasilan Siswa. Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan. 14 (1): 132-148.
Adi, W. 2008. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri
Sosial Pada Materi Interaksi Sosial
Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) :
164-173
Afiatin,
Tina., Dan Budi Andayai. 2008. “Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Penganggur
Melalui Kelompok Dukungan Sosial”. Jurnal
Psikologi No 2: 35 – 46.
Alfarizki W. N, Andi Rahmadiansah, dan Wiratno Argo
A .2011.”Perancangan Piranti Lunak
Untuk Pengukuran Transmission Loss dan Koefisien Serap Bahan Menggunakan Metode Fungsi
Transfer”. Jurnal Teknika .
Allen, E dan Marrot. L 2008. Profil Perkembangan
Anak. Pt Indeks. Jakarta.
Alzachbana. 2013. "Penerapan
Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Dengan Topik Konsep Diri Untuk Meningkatkan
Percaya Diri Siswa Kelas X-7 Sma Negeri 1 Sumenep". Jurnal Bk Unesa
, 3(1), 142-150.
Aminah.2009. Kebermaknaan Hidup Pada Orang Tua
Dengan Anak Retradasi Mental Di Kota Malang, Skripsi Uin Maliki Malang, 2009
Andarwati, Siti, dkk. 2012. Dinamika Kelompok Peternak Sapi Potong Binaan
Universitas Gadjah Mada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sains Peternakan Vol. 10 No. 1:
hal 39-46. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Andri, W. 2010. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri
Sosial Pada Materi Interaksi Sosial
Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) :
164-173
Ariwibowo ,
M.S.2012.”Pengaruh Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa PPKn Angkatan 2008/2009 Universitas Ahmad
Dahlan Semester Ganjil Tahun
Akademik 2010/2011”.Jurnal Citizenship, 1(2) :113
Arsam.2014.” Dialog
Interaktif Sebagai UpayaEvaluasi Dakwah”. Addin, Vol. 8, No. 2.
Aryani D, dan F. Rosinta. 2010. Pengaruh Kualitas
Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Vol.
17. No.2.
Azis,M. 2009. Metodologi
Pengembangan Masyarakat. Penerbit Teras.Yogyakarta.
Bachri. 2010. “Meyakinkan Validitas Data Melalui
Triangulasi pada Penelitian Kualitatif”. jurnal
teknologipendidikan , 10 (1).
Bambang . 2009. Hubungan antara lingkungan
belajar. Jakarta: Forumpenelitian.
Bashiruddin J, dan Soetirto I.2007. Gangguan
Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam:
Soepardi Ea, Iskandar N, Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi Ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fk Ui.
Brahmasari,
Ida Ayu., dan Agus Suprayetno. 2008. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”. Jurnal manajemen dan kewirausahaan Vol 10
(1): 124−135.
Cooperrider D. L., Whitney D. 2006. A Positive Revolution in Change:
Appreciative Inquiry, 1 : 2-3.
Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan,Yogyakarta.
Rineka Cipta Djamarah.
Darmastuti, R. & Mustika KP. 2010. Two Ways Communications:
Sebuah Model Pembelajaran dalam Komunitas Samin di Sukolilo Pati. Jurnal Ilmu Komunikasi,
8 (2) : 204-216.
Dayaksini, Tri. 2009. Psikologi Sosial.
Malang. Umm Press.
Devito, J.A. 2011. Komunikasi Antarmanusia.
Jakarta: Professional Book.
Dian. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Egc.
Djati, S
Pantja. 2008. “Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan Konsumen
Terhadap Perusahaan Jasa: (Suatu kajian dan Proposisi)”. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan 6 (2): 114 – 122.
Effendy, L. 2011. Modul Pendidikan Orang Dewasa. Program Studi
Penyuluhan Pertanian Jurusan
Penyuluhan Pertanian Stpp Bogor.
Bogor.
Efianingrum, A. 2006. "Wacana
Kekerasan Dalam Interaksi Remaja Kasus Perkelahian Pelajar Di Yogyakarta".
Jurnal Humaniora , 1, 1-14.
Ermaya, S.B. 2015. Kemandirian Desa dalam Mewujudkan
Pembangunan Kawasan Pedesaaan. Jurnal
Litigasi. Vol 16. No. 2.
Fatah, R.E.S. 2008. Masalah Dan Prospek Demokrasi
Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Faturochman. 2008. Model-Model
Psikologi Kebhinnekatunggalikaan Dan Penerapannya Di Indonesia. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Feldman, Robert. 2012. Pengantar Psikologi edisi ke-10 buku ke-2. Jakarta :
Salemba Humanika.
Fredianta, D., Huda, L., dan Ginting, E. 2013.
“Analisis Tingkat Kebisingan Untuk Mereduksi Dosis Paparan Bising Di Pt. Xyz”. E-Jurnal
Teknik Industri Ft Usu. Vol. 2 No. 1 : 18.
Gammahendra, Fianda , Djamhur
Hamid, Muhammad Faisal Riza. 2014. "Pengaruh Struktur Organisasi Terhadap
Efektivitas Organisasi (Studi Pada Persepsi Pegawai Tetap Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Kediri)". Jurnal Administrasi Bisnis (Jab) , 7(1),
1-10.
Gibson Burrell And Gareth Morgan. 2006. “Sociological Paradigm And Organisational Analysis (Elements
Of The Sociology Of Corporate Life)”. Seminar
B :1−5.
Ginting, Vhera. 2006. “Penguatan Membaca, Fasilitas Lingkungan Sekolah
Danketerampilan Dasar Membaca Bahasa Indonesia Serta Minat Baca Murid”. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 04:17−48.
Hamzah. 2009. Mananajemn Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Delima Press.
Handoko, T. Hani. 2009, Manajemen Personalia
dan Sumber Daya
Manusia.Edisi 2. Cetakan Kedelapan Belas. Yogyakarta: BPFE.
Manusia.Edisi 2. Cetakan Kedelapan Belas. Yogyakarta: BPFE.
Hapsari,
Rian Putri. 2013. “Studi Tentang Pelaksanaan Pemberian Reward Dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar Kelompok-A Di Tk Islam Al-Azhar 35 Surabaya”. Jurnal BK Unesa. 4 (1). 274-284.
Hartono, Yudono Rh, Utomo Pt, Hernowo As.2007. Refraksi Dalam: Ilmu Penyakit Mata.
Suhardjo, Hartono (Eds). Bagian Ilmu Penyakit Mata. Fk Ugm.
Jogjakarta.
Hasan, S. H. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya
Dan Karakter Bangsa. Materi Disajikan Sebagai Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk
Daya Saing Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kemendiknas.
Hendra, O. 2014. Interaksi Sosial Antar Anggota Pesantren
Darussa’Adah Dengan Masyarakat
Sekitar Di Desa Pinang Banjar Kecamatan Sungai Lilim Kabupaten Musi Banyuasin.Jurnal Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
Hidayati N.2007.”Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap
Kebisingan”. Dinamika Teknik Sipil
,7:45-54.
Hidjaz, Taufan. 2011. Interaksi Psiko-Sosial Di
Ruang Interior. Bandung: Itenas
Husaini Usman. (2011). Manajemen: Teori, Praktik dan
Riset Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Idrus, Muhamad. 2006. “Implikasi Iklim Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan”. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.
3(1): 104−107.
Ilyas, S 2009. Kelainan Refraksi dan Kaca Mata.
Edisi Ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Irianto, Yoyon Bachtiar. 2009. Dinamika kelompok. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.
Irianto.2009.”Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruang Kuliah dengan Memanfaatkan
Cahaya Alam”. Jetri, 5 (2): 1-20.
Cahaya Alam”. Jetri, 5 (2): 1-20.
Isbandi. 2007. Perencanaan Partisipatoris
Berbasis Aset Komunitas: Dari Pemikiran Menuju Penerapan, Depok:
Fisip Iu Press
Isnaningtyas .2013. Proses
Pencarian Kebermaknaan Hidup Pada Remaja
Yang Tinggal Di Panti Asuhan Di Surakarta.
Skripsi.Fakultas Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kahar,
Irawaty. A. 2008. “Konsep Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi
(Organizational Change) pada Perpustakaan Perguruan Tinggi”. Jurnal Studi
Perpustakaan dan Informasi 4(1): 21−27.
Kamil, M. 2010. Model Pembelajaran Magang Bagi
Peningkatan Kemandirian. Pps Upi. Bandung.
Kartini Kartono. 2000. Psikologi Perkembangan. Bandung:
Alumni.
Koranti, K. 2013. "Analisis
Pengaruh Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Minat Berwirausaha". Proceeding
Pesat (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) , 5,
1-8.
Krisna Harahap.2007. Ham Dan Upaya Penegakannya
Di Indonesia. Bandung: Grafiti.
Kumara, A. 2013.” Model
Pembelajaran “Active Learning” Mata
Pelajaran Sains Tingkat Sd Kota
Yogyakarta Sebagai Upaya Peningkatan
“Life Skills” (Menciptakan Proses Belajar Aktif:Kajian Dari
Sudut Pandang Teori Belajar Dan Teori Didaktik1”. Jurnal Psikologi , No. 2, 63 – 91
Kusai, dkk. 2013 Dinamika Kelompok Peudidaya Ikan “Mawar” di Kecamatan
Beringin Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk Vol. 41. No. 1, hal: 25-36.
Universitas Riau Pekanbaru.
Laily.,I.F.2014.”Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Memahami Soal Cerita Matematika Sekolah Dasar”. EduMa,3(1).
Lestari, Ananda. 2015.
"ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA Usaha Kecil Menengah (Ukm) Makanan
Ringan ( Studi Penelitian Ukm Snack Barokah Di Solo )". Diponegoro
Journal Of Management , 2(3), 1-13.
Lickona, Thomas. 2012. Educating For Character,
Mendidik Untuk Membentuk
Karakter. Bumi Aksara.
Karakter. Bumi Aksara.
Lumintang, J.2015.”Dinamika
Konflik Dalam Organisasi”.
E-Journal “Acta Diurna”, Volume Iv. No.2.
Maas,
Linda.T.2008.”Peranan Dinamika Kelompok Dalam Meningkatkan Efektifitas Kerja
Tim”. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Manalu,Janrico,M.H.2014.“Pedidikan
Karakter Terhadap Pembetukan
Perilaku Mahasiswa(Studi Kasus Proses Pendidikan Karakter Dalam Hmj Sosiolog Universitas Mulawarman Kal-Tim)”. Ejournal Psikologi, 2 (4) : 26-38.
Perilaku Mahasiswa(Studi Kasus Proses Pendidikan Karakter Dalam Hmj Sosiolog Universitas Mulawarman Kal-Tim)”. Ejournal Psikologi, 2 (4) : 26-38.
Mariant, M. M. 2011.
"Kekuasaan Dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi". Jurnal
Administrasi Bisnis , 7(1), 45-58.
Mohammad Ali. (2007). Ilmu dan aplikasi
pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Muatip, Krismiwati, Basita G.
Sugihen, Djoko Susanto Dan Pang S. Asngari. 2008. "Kompetensi
Kewirausahaan Peternak Sapi Perah, Kasus Peternak Sapi Perah Di Kabupaten
Bandung Jawa Barat". Jurnal Penyuluhan , 4(1), 21-29.
Muchlis. 2011. Belajar dan mengajar dalam
pandangan al ghazali. IKIP. Bandung
Mudjiyanto, Bambang. 2009. Metode Etnografi Dalam
Penelitian Komunikasi. Jurnal
komunikasi massa, 5 (1) : 79-87
Muhibbin Syah. (2008). Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Musthofa. 2009. “Problematika kepentingan dalam
perumusan tujuan organisasi dakwah”. Jurnal
dakwah vol 10 (1) : 1−17
Narjono. 2014. “Manajemen
Konflik Organisasi Dalam Pandangan Islam (Organizational Conflict
Management In Islamic View)”.
Jurnal Jibeka Volume 8 No 1
Ni, L.R. 2013. Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas
terhadap Nilai Berita. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10 (1) : 83-96.
Panjwani N.2010.“Pathogenesis Of Acanthamoeba
Keratitis”. Ocul Surf,8(2);70-9
Pool, L. D. & Sewell, P.
(2007). The Key To Employability : Developing A Practical Model Of Graduate
Employability. Journal Of Education And Training , 49(4), 45-52.
Potu,Aurelia.
2013. “Kepemimpinan, Motivasi, Dan Lingkungan Kerja Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Karyawan Pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo Dan Maluku
Utara Di Manado”. Jurnal EMBA Vol 1(4): 1208−1218.
Pratama, Natsir Hendra. 2011. “Studi Kelayakan Sarana Dan Prasarana Laboratorium Komputer
Jurusan Teknik Gambar Bangunan Smk Negeri 2 Yogyakarta”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
Prayitno. 2009. Dasar teori dan praksis
pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Priambodo , W. W., A. Rizal., dan J. Halomoan .2012. “Perangkat Pengukur Rabun Jauh Dan
Rabun Dekat pada Mata Berbasis
Mikrokontroler”. Jurnal Teknologi,
5 (2): 92-97.
Purhantara, W. 2009. Organizational
Development Based. Jurnal Ekonomi & Pendidikan. 6(2),
154-166.
Purnama, R.2014.” Tinjauan Pencahayaan Pada Restoran Sambara
Bandung”. Jurnal Rekajiva .2 (1) :2338 – 1892.
Purnanta Ma, Soekardono S, Rianto Bud, Christanto A.
2008. “ Pengaruh Bising Terhadap Konsentrasi Belajar Murid Sekolah Dasar”. Cermin Dunia Kedokteran , 35:190-8.
Putri, K. R. 2013. "Hubungan
Antara Identitas Sosial Dan Konformitas Dengan Perilaku Agresi Pada Suporter
Sepakbola Persisam Putra Samarinda". Journal Psikologi , 1 (3),
241-253.
Qurohman,
Taufik. 2010. “Sekolah Elit Sebagai Alat Reproduksi Kesenjangan Sosial”. Skripsi. Program Studi Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin Universi Tas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Raehang. 2014. Pembelajaran Aktif Sebagai Induk
Pembelajaran Koomperatif. Jurnal
Al-Ta’dib. Vol 7(1): 149-168
Rahman, A. 2009. Implementasi Corporate Social
Responsibility sebagai Kenggulan Kompetitif Perusahaan. Jurnal Sinergi (Kajian Bisnis dan Manajemen), 6 (2) :
37-46.
Rahmanto.2007.”Peranan
Komunikasi Dalam Suatu Organisasi “.Jurnal Komunikologi Vol. 1
Rahmawati. 2008. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.Jakarta : Rineka Cipta Candra.
Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi.
Bandung: Pt. Remaja
Riordvan-Eva, P .2009. Vaughan & Asbury’s
General Opthalmology, Edisi Ke-17. Egc. Jakarta.
Rohman, A. 2010. Romours and Realities of Marriage
Practices in Contemorary Samin
Society. Jurnal Humaniora. 22 (2) : 113-124
Romlah,Tatiek. 2008. Teori Dan Praktek Bimbingan
Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang
Rosidi, I., dan Y. Hidayat. 2016. Identifikasi
Masalah Penyelesaian Masalah Mahasiswa menggunakan Pembelajaran Berbasis
Proyeksi. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Sains.
Rosidin. 2013. Konsep Andragogi dalam Al-Quran
Sentuhan Islami Orang Dewasa pada Teori dan Praktik Pendidikan Orang
Dewasa .Malang: Litera Ulul Albab.
Ruchayati, Siti. 2012. Blak-blakan Bahas Mapel
Sosiologi SMA.Yogyakarta :Penerbit Cabe Rawit
Rusnan, Husnatati, Ch. L. Kaunang,
Dan Yohanis L. R. Tulung. 2015. "Analisis Potensi Dan Strategi
Pengembangan Sapi Potong Dengan Pola Integrasi Kelapa–Sapi Di Kabupaten
Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara". Jurnal Zootek ( “Zootek
Journal”) , 35 (2), 187-200.
Saefullah., P. Siahaan.,
dan I. M. Sari.2013.” Hubungan Antara Sikap Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X pada Pembelajaran
Fisika Berbasis Portofolio”.
Jurnal Wahana Pendidikan Fisika 1 :
26-36.
Sardiman,A.M. 2008 Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sarwono,
Sarlito Wiriawan. 2007. Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka.
Seniati, Liche. 2006. “Pengaruh Masa Kerja, Trait
Kepribadian, Kepuasan Kerja, dan Iklim Psikologis Terhadap Komitmen Dosen Pada
Universitas Indonesia”.
Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10,
No. 2: 88-97.
Setiadi, E.,Usman,K. 2011. Pengantar Sosiologi.
Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.
Setiana, L. 2012. Teknik penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Ghalia Indonesia. Bogor
Setyawan,
Roni., Dan Bramhadianto. “Job Insecurity Dalam Organisasi”. Jurnal. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi
Jurusan Manajemen Universitas Kristen Maranatha Bandung.
Siswanto. 2007. "Politik Dalam
Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik)". Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan , 10(4), 159-165.
Sitepu, dan
A.Ginting.2013.”Pengaruh Stimulan Warna Dan Bentuk Terhadap Kecendrungan Pemilihan Produk Sabun Cuci Batangan”. E-Jurnal Teknik Industri FtUsu,2(2);7-12.
Siti, A. 2006. Penyuluhan Prikanan. Jurnal Penyuluhan. ISSN,
2(4) : 1858-2664
Sitompul, R. 2015.”
Perawatan Lensa Kontak Untuk Mencegah Komplikasi”. Ejki. 3, (1).
Situmorang, S. A. 2014. Meningkatkan Kemampuan
Memahami Wacana Melalui Media
Pembelajaran Puzzle. Jurnal Pendidikan.
Vol 3(2): 1-10.
Slameto.2009.Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempemgaruhinya. Rineka Cipta .Jakarta.
Soekanto . 2010. Hubungan Antara Kepercayaan Diri
Dengan Kemampuan Komunikasi. Skripsi. Jombang : Fakultas Psikologi
Universitas Darul ‘Ulum.
Soetomo. 2008. Strategi-Strategi Pembangunan
Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudarta,
Wayan. 2009. “Peranan Wanita Dalam Pembangunan Berwawasan Gender”. Jurnal. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali
Sudiyono. 2006. Pemberdayaan Masyarakat dalam
Otonomi Pendidikan. Jurnal Manajemen
Pendidikan. No. 2.
Sudjana, D. (2008). Pendidikan Luar Sekolah, Sejarah,
Azas. Falah Production. Bandung.
Sudjarwo. 2012. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Jakarta:
Pusat Penyuluhan Sosial.
Sumarmo, U.2102. Kemandirian Belajar: Apa,
Mengapa, dan Bagaimana Dikembangka pada Peserta Didik. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan. Upi. Bandung.
Suparno., A. Suhaenah. 2006. Membangun Kompetensi Belajar.
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Supriyanti, Bambang. 2014. “Penerapan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas Vi B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling Dan
Luas Lingkarandi Sdn Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember”. Pancaran, 3 (2): 165-174.
Suradisastra, Kedi. 2008. “Strategi Pemberdayaan
Kelembagaan Petani”. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol 26 No. 2: 82 – 9.
Surbakti,
Ramlan. 2013. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: Grasindo.
Suryadi. 2010. Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian Dari Sudut Pandang Teori Belajar Dan
Teori Didaktik. Seminar Nasional
Pendidikan Matematika Fmipa. Upi.
Bandung.
Sutari Imam Bernadib. 2002. Filsafat Perspektif
Baru Pendidikan. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Swiminarni, Putri. 2010. Griya Kreasi. Tata
Cahaya Interior Rumah Tinggal. Depok: Pt Penebar Swadaya.
Tan, Foong-Ming. 2008. "
Linking Career Development Practices To Turnover Intention: The Mediator Of
Perceived Organizational Support". Journal Of Bussiness And Public
Affairs , 2, 1-9.
Tiharyo, I, Gunawan, W, dan Suharjo,
2008.”Pertambahan Miopia pada Anak Usia Sekolah Dasar Daerah Perkotaan dan
Daerah Pedesaan Di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Opthalmology
Indonesia. Vol 6: 104-112.
Tjahyadi,
Rulli Irian. 2006. “Brand Trust Dalam Konteks Loyalitas Merek: Peran
Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, Dan Karakteristik Hubungan
Pelanggan-Merek”. Jurnal Manajement 6(1).
65−78.
Tohirin.
2007. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah
dan Madrasah (Berbasis Intregrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ula .2014. “Makna Hidup
Bagi Narapidana”.
Jurnal Hisbah, Vol. 11, No. 1.
Utami,
Setyaningsih Sri. 2010. “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi Dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Jumantono Kabupaten
Karanganyar”. Jurnal Manajemen Sumberdaya
Manusia. Vol. 4 No.1: 58–67.
Wahid, Abd. 2008. Dinamika Kelompok Tani Pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan di Das Bila Walanae Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol. 3 No. 2,
hal: 111-234.
Wahyuni,
sri. 2007. “Kinerja Kelompok Tani Dalam Sistem Usaha Tani Padi Dan Metode
Pemberdayaannya”. Jurnal Litbang
Pertanian 22 (1) :1−8.
Waskita, A.I. 2009. Pemberdayaan Masyarakat melalui
Usaha Pembuatan Suplemen Pakan Ternak (Studi Kasus pada Masyarakat Desa
Gedangan, Kecamatan Cepogo, Boyolali). Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Waskito. H .2008.“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Gangguan Pendengaran Sensorineural Pekerja Perusahaan Minyak.”Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2
(5).
Widiyan .2011. Sosialisasi Proses Menjadi Anggota
Masyarakat.Makalah.Jombang : Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum.
Widodo., Dwi, A.T ., Prabang., KRH, I Gusti Ayu.
2014. Program Pemberdayaan
Msyarakat Didesa Terubatang Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi dan
Daya Dukung Lingkungan Di Taman
Nasional Gunung Merbabu. Jurnal Ekosains, 6 (2) : 24-38.
Widodo., Dwi, A.T ., Prabang., Krh, I Gusti Ayu.
2014. Program Pemberdayaan Msyarakat
Didesa Terubatang Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi Dan Daya Dukung Lingkungan Di Taman Nasional Gunung Merbabu. Jurnal Ekosains, 6 (2) :
24-38.
Wijaya,
Tirta. 2011. “Manajemen Pembinaan Jama’ah Haji Pada KBIH (Kelompok Bimbingan
Ibadah Haji) Ulul Albaab –Tangerang”. Skripsi.
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Winardi,2004.Manajemen
Konflik. Konflik Perubahan Dan
Pengembangan.Mandar Maju. Bandung.
Wiryanto.
2009. Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta: Pt. Grasindo.
Wong, D .2008. Wong’s Essensials Of Pediatric
Nursing. Edisi Ke-6. Egc. Jakarta.
Wuradji. 2008. Pengembangan Masyarakat, Sasaran, Arah dan Tujuannya. Makalah
Dalam Seminar Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah. IAIN.
Sunan Kalijaga.
Yanti ., M. Rachmatin ., dan R. Nurhayati. Studi Jangka Panjang Tentang Efektivitas Intervensi Psikologis dalam
Meningkatkan Kemampuan Belajar
Mandiri Dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh”. Urnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak
Jauh, 12 (1): 1-18.
Yeni, Etymukhlesi. (2011). Pemanfaatan Benda-Benda
Manipulatif Untuk MeningkatkanPemahamanKonsepGeometri.(Online).(Http://Jurnal.Upi.Edu/File/7Ety_Mukhlesi_Yeni.Pdf).Diaksis 17 April
2017.
Yuliawati. 2011. Pengaruh Pengalaman Kerja,
Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
(Studi Kasus Di Konveksi Hasta Karya). Yogyakarta: Fakultas Teknik
Industri, Universitas Ahmad Dahlan
Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan, Bandung:
Pt Remaja Rosdakarya.
Zainuddin.
2016. “Implementasi Andragogi di
Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang”. Jurnal Qolamuna, 2 (1) .
Zakso, A. 2010.
Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Kepala
Sekolah Dasar Negeri. Jurnal Manajemen,2 (4) :1-16.
Zein, A.O., dan Tamara, Khaerunnisa.2013.”Hubungan Warna Dengan Tingkat Stres
Pengunjung Healing Resort ”, Jurnal
Rekajiva, 1(1).
Zulkarnaen, U. 2013. "Hubungan
Fungsi-Fungsi Koperasi Dengan Keberdayaan Peternak Sapi Perah (Relationship
Cooperative Function With Empowerment Of Dairy Farmers)". Jurnal Ilmu
Ternak , 6(2), 150 – 157.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar