MAKALAH PENYULUHAN
SOSIALISASI PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DI DESA KEMBARAN
OLEH : KELOMPOK 12B
DEDE IRWANSYAH D1E014017
RISQI SAHAWALUDIN D1E014129
FEBY KURNIA UTAMI D1E014029
FUTIHA RIZQUNA A D1E014107
M. SAIFUDDIN N D1E014168
MUHAMMAD ILHAM D1E011113
FAUZI RAMADHANI D1E0141089
ANTONIO GINTING D1B015001
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan (cognitive), sikap (affective) dan tindakan (behavior) masyarakat petani peternak, terjadinya pertumbuhan ekonomi dan pertanian yang berkelanjutan. Desa kembaran merupakan salah satu daerah di kecamatan kembaran kabupaten banyumas yang memiliki potensi peternakan. Jumlah ternak sapi di desa kembaran memiliki populasi yang lumayan banyak. Perkembangan usaha peternakan yang semakin pesat tersebut ternyata menimbulkan dampak, yaitu terakumulasinya limbah peternakan berupa kotoran (feses). Potensi limbah peternakan berupa kotoran ternak (feses) di Indonesia cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari satu ekor sapi dewasa menghasilkan feses sekitar 20 kg/hari. Berdasarkan dari data tersebut jika dikonversikan dalam 2 skala industri sapi perah dengan jumlah antara 1500-7000 ekor, maka akan menghasilkan feses sebanyak 30-140 ton per hari atau sekitar 10,9- 51,1 ribu ton per tahun. Pengelolaan limbah kotoran ternak (feses) perlu dilakukan secara tepat. Bila kotoran ternak tersebut tidak dikelola dengan baik, limbah yang dihasilkan akan menimbulkan masalah pada aspek produksi dan lingkungan seperti menimbulkan bau, menjadi sumber penyebaran penyakit bagi ternak dan manusia, serta bila berdekatan dengan lokasi perumahan akan menimbulkan protes dari masyarakat dan pencemaran air. Secara umum inovasi pengolahan limbah peternakan berupa kotoran ternak (feses) sudah banyak dilakukan, seperti pemanfaatan feses sebagai pembuatan pupuk kompos, biogas, campuran pakan lele, pembuatan batu bata, dan gerabah. Masyarakat desa kembaran belum banyak mengetahui cara pembuatan biogas dari feses sapi. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi tentang tatacara pebuatan biogas dari kotoran sapi.
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui cara pemanfaatan limbah kotoran sapi.
2. Meningkatkan potensi limbah dari peternakan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Masalah
- Kurangnya Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Sapi
Peningkatan populasi ternak sapi di Desa kembaran telah meningkatkan limbah yang dihasilkan. Pembuangan kotoran ternak sembarangan yang tidak ditangani secara baik telah menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar desa, baik air, tanah dan udara (bau). Kotoran hewan yang berupa cairan dengan sengaja dialirkan ke sungai sedangkan kotoran padat dibiarkan tertumpuk di sekitar kandang. Timbulnya bau dan pencemaran ini yang kadang memicu konflik sosial, dengan adanya komplain dari masyarakat setempat. Dengan populasi 35 ekor sapi untuk satu kelompok tani, dengan asumsi rata - rata per ekor sapi menghasilkan 15 kg kotoran padat, limbah yang dihasilkan dapat mencapai kurang lebih 525 kg per hari. Keberadaan limbah kotoran sapi yang melimpah tersebut tentunya merupakan potensi energi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di Desa kembaran. Berdasarkan penelitian dari Arinal Hamni (2009), setiap 2 ekor ternak sapi/kerbau atau 30 kg kotoran padat dapat dihasilkan ± 1 m3biogas. Dengan rata-rata 525 kg/hari kotoran sapi maka potensi energi yang dihasilkan bisa mencapai 17,5 mper hari. Kesetaraan 1mbiogas sama dengan 0,46 kg elpiji, 3,50 kg kayu bakar, 0,62 liter minyak tanah maka potensi energi di Desa kembaran untuk satu kelompok tani sama dengan 8 kg elpiji, 61 kg kayu bakar dan 11 liter minyak tanah atau cukup untuk digunakan 8-10 rumah tangga per hari. Dengan melihat potensi yang ada, tentunya kalau dikelola dengan baik, Desa kembaran bisa menjadi desa mandiri energi dan merupakan peluang usaha baru, untuk produk biogas maupun residu dari instalasi biogas yang berupa pupuk organik.
2.2 Penyebab masalah
- Pengetahuan Teknologi Pengolahan Limbah Feses Sapi Yang Minim
Minimnya pengetahuan dan latar belakang pendidikan yang rendah dari para peternak sapi di Desa Kembaran menjadikan kesadaran akan lingkungan menjadi kurang, terkait juga dengan adanya teknologi pengolahan limbah kotoran hewan dan manfaat yang ada. Teknologi instalasi biogas dari kotoran hewan, meskipun sudah mereka dengar akan tetapi kurang tahunya pengetahuan cara membuat instalasi biogas dan anggapan besarnya anggaran menjadikan, menjadikan mereka memilih solusi negatif dalam penanganan limbah kotoran hewan agar kelangsungan usaha ternak dapat berkelanjutan.
2.3 Alternatif
1. Pembuatan saluran feses yang memadai
2. Mengarahkan masyarakat untuk membuat biogas
3. Peternak yang berdekatan lokasi dikelompokan, sehingga feses yang ditampung lebih banyak
Dalam mengembangkan ternak sapi potong tentunya tidak terlepas dari peranan kelompok tani ternak dalam mengupayakan ternaknya agar mendapat nilai tambah serta efisien dalam pengelolaannya Upaya yang perlu dikembangkan dalam membina dan memantapkan kelompok peternak adalah memperkuat kelembagaan ekonomi petani petemak di pedesaan Untuk itu diperlukan pendekatan yang efektif Agar petani/peternak dapat memanfaatkan program Pembangunan yang ada, secara berkelanjutan, melalui penumbuhan rasa memiliki, partisipasi dan pengembangan kreatifitas, disertai dukungan masyarakat lainnya sehingga dapat berkembang dan dikembangkan oleh masyarakat tani disekitarnya (Muslim, 2006) Upaya ini diarahkan untuk terbentuknya kelompok-kelompok peternak, kerjasama antar kelompok sehingga terbentuk kelompok yang produktif. Yang terintegrasi dalam satu koperasi dibidang peternakan (Ditjen Bina Produksi Peternakan,2002a) Melalui kelompok peternak sapi potong diharapkan para peternak dapat saling berinteraksi, sehingga mempunyai dampak saling membutuhkan, saling meningkatkan, salingmemperkuat, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengelolasistem usaha agribisnis dan agroindustri secara potensial Secara teoritis pengembangan kelompok tani ternak dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran para peternak, dimana keberadaan kelompok tani tersebut dilakukan dari, Oleh dan untuk peternak Pengembangan kelompok tani perlu dilaksanakan dengan nuansa partisipatif sehingga prinsip kesetaraan, transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas serta kerjasama menjadi muatan-muatan baru dalam pemberdayaan peternak Suatu kelompok tani yang terbentuk atas dasar adanya kesamaan kepentingan diantara peternak menjadikan kelompok tani tersebut dapat eksis dan memiliki kemampuan untuk melakukan akses kepada seluruh sumberdaya seperti sumberdaya alam, manusia, modal, informasi, serta sarana dan prasarana dalam mengembangan usahatani yang dilakukannya (Abdullah dan Syamsu,2008).
2.4 Prioritas Pemecahan Masalah
- Pemanfaatan Feses Sapi Untuk Pembuatan Biogas
Biogas merupakan bahan bakar gas (biofuel) dan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable fuel) yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas perkotaan dan lain-lain. Akan tetapi, biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kuda, dan lain-lain. Kandungan utama biogas adalah gas metana (CH4) dengan konsentrasi sebesar 50- 80 vol. Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas metana (CH4), gas Hidrogen (H2), dan gas Karbon monoksida (CO). Metana (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, mempunyai sifat tidak berbau dan tidak berwarna. Jika gas yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung sedikitnya 45% gas methan. Untuk gas murni (100%) mempunyai nilai kalor 8900kkal/m3. Nilai kalor yang tinggi, biogas dapat digunakan untuk keperluan memasak, penerangan dana sumber pada penggerak mula (prime mover).
a. Pembuatan Biogas
Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:
1. Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
3. Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus
Bakteri methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
a. Alat dan Bahan
1. Alat
1. Kran Ø1 Inc
2. Pipa Ø1 Inc (2.5 cm)
3. Polietilena
4. Kran gas untuk kompor
5. lampu dan manometer air Ø 1.2 cm
6. Pipa plastik / paralon Ø1.2 cm secukupnya.
7. Pipa gelas Ø1 cm panjang 75 cm
8. Pipa karet Ø 1cm panjang 20 cm.
9. tali plastik
10. Rafia
11. Bambu
12. Plat aluminium panjang 30 cm
13. Kawat jemuran 14. paralon 20 cm 15. Besi cor 16. Alat-alat lain yang dianggap perlu.
2. Bahan
1. air ; 2. bakteri pengurai
b. Cara Pembuatan
Berikut langkah-langkah untuk pembuatan biogas:
1. Menyediakan wadah atau bejana untuk mengolah kotoran organik menjadi biogas. Kalau hanya diperuntukkan secara pribadi, cukup menggunakan bak yang terbuat dari semen yang cukup lebar atau drum bekas yang masih cukup kuat. Selain itu perlunya kesediaan kotoran hewan (baik sapi maupun kambing) yang merupakan bahan baku biogas. Kalau sulit mencari kotoran hewan, maka percuma aja. Untuk itu diperlukan survey terlebih dahulu.
2. mencampurkan kotoran organik tersebut dengan air. Biasanya campuran antara kotoran dan air menggunakan perbandingan 1:1 atau bisa juga menggunakan perbandingan 1:1,5. Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan).
3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut “kesenangan” hidup bakteri pemroses biogas antara 27 – 28 derajat celcius. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.
4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 (gas metan) dan CO2. Dalam kotoran kandang, lumpur selokan ataupun sampah dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.
5. Untuk mendapatkan biogas yang diinginkan, bak penampung (bejana) kotoran organik harus bersifat anaerobik. Dengan kata lain, tangki itu tak boleh ada oksigen dan udara yangmasuk sehingga sampah-sampah organik yang dimasukkan ke dalam bioreaktor bisa dikonversi mikroba. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup rapat.
6. Setelah proses ini selesai, maka selama dalam kurun waktu 1 minggu didiamkan, maka gas metan sudah terbentuk dan siap dialirkan untuk keperluan memasak. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan biogas. Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala. Karenanya kalau lampu atau kompor mempunyai kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya. Berbeda dengan sifat gas lainnya, sepeti elpiji, maka karena berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi kebocoran pada alat yang digunakan. Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri. Artinya dari segi keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.
KESIMPULAN
1. Biogas merupakan bahan bakar gas (biofuel) dan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable fuel) yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp.
2. Memanfaatkan limbah yang berasal dari kotoran sapi menjadi biogas yang bermanfaat bagi masyarakat, dan meminimalisir bau yang ditimbulkan dari limbah kotoran sapi.
SARAN
Diperlukan anilisis kelemahan dan kekuatan teknologi pengolahan limbah kotoran sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A dan Syamsu, J. A. 2008. Penguatan Kelompok Tani Ternak dalam Pengembangan Agribisnis Peternakan. Buletin Petemakan. Edisi XXVIII. Dinas Peternakan Prov. Sulawesi Selatan.
Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002a. Pengembangan Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Deptan,Jakarta.
Muslim, C. 2006. Peranan Kelompok Peternak Sapi Potong dengan Pendekatan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Departemen Pertanian, Bogor.
Priyadi., dan E. Subiyanta.2007. “Studi Potensi Biogas dari Kotoran Ternak Sapi sebagai Energi Alternatif untuk Penerangan”. Jurnal teknologi, 2(7):23-34.
Musyafak,Adan Ibrahim, T.M.2005.”Strategi Percepatan Adopsi Dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani”. Analisis Kebijakan Pertanian ,3(1):20-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar