MAKALAH
ILMU REPRODUKSI TERNAK
FUNGSI ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGANA GENITALIA
MASKULINA SAPI DAN PENGAMATAN SPERMATOZOA EPIDIDIMIS

OLEH :
DEDE IRWANSYAH D1E014017
KELOMPOK : 3B
ASISTEN : M. IBNU HARDIANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
PURWERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reproduksi atau
perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara
fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi
suatu hewan berhenti, hewan tersebut masih dapat bertahan hidup. Sebagai contoh
hewan yang diambil organ reproduksinya (testes atau ovarium) hewan tersebut
tidak mati. Walaupun tidak vital, reproduksi merupakan proses yang sangat
penting untuk kelanjutan suatu jenis atau bangsa hewan. Sebagai contoh, untuk
menghasilkan telur, susu dan ternak muda, haruslah melalui serangkaian proses
reproduksi yang dimulai dengan pembentukan sel telur/sperma, ovulasi,
fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan fetus sampai dengan dilahirkan.
Sistem reproduksi
jantan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: testes,yang juga disebut gonad,
testikel, atau organ-organ primer; kelenjar kelamin skunder atau kelenjar
asesoris; dan organ kopulasi eksternal, yaitu penis. System reproduksi adalah
suatu rangkaian interaksi organ dalam dan zat organism yang dipergunakan untuk
berkembang biak. System reproduksi juga merupakan bagian dari system tubuh yang
bertanggung jawab atas kelangsungan hidup suatu generasi.
Secara anatomi organ
reprodksi jantan terdiri dari oragan reproduksi primer dan organ reproduksi
sekunder. Organ reproduksi primer yaitu testis uang terletak di dalam skrotum.
Organ reproduksi sekunder yaitu epididmis , vas deferens, ampulla,
kelenjar-kelenjar pelengkap, uretra, dan penis. Masing-masing organ mempunyai
fungsi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dari organ seks jantan pada
mamalia
2. Mengetahui
fungsi masing-masing organs seks jantan mamalia
3. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas spermatozoa
1.3 Perumusan
masalah
1. Bagaimana
anatomi organa genitalia maskulina sapi ?
2. Apa
fungsi dari organ seks primer dan organ seks sekunder organa genitalia
maskulina sapi ?
3. Factor
apa saja yang mempengaruhi kualitas spermatozoa ?
II.
PEMBAHASAN
Alat Reproduksi Jantan penting
dipelajari karena menyangkut proses keberlanjutan kehidupan. Mamalia
bereproduksi secara seksual melalui proses kopulasi menggunakan alat reproduksi
jantan bagian luar yaitu penis yang berfungsi mengeluarkan spermatozoa. Organ lain
dari alat reproduksi jantan yaitu testis, epididymis, vas deferen, urethra dan
glandula asesoris. Sistem Reproduksi Hewan Ruminansia Jantan Tugas utama hewan
jantan/pejantan secara alamiah adalah memproduksi semen/spermatozoa yang subur
dan menempatkanya dalam alat kelamin betina dengan tepat. Tugas ini
dilaksanakan oleh organ reproduksi primer dan sekunder. Organ reproduksi primer
pada hewan jantan yaitu testis. Sedangkan organ reproduksi sekunder terdiri
dari epididymis, vas deferens, uretra, kelenjar vesikularis, kelenjar prostate
dan kelenjar bulbouretralis/cowper dan penis.
Organ Reproduksi Jantan Mamalia
·
Testis
Testis
adalah suatu organ yang aktif dan menghasilkan sejumlah besar spermatozoa
setiap harinya. Kira-kira 90 persen isi testis terdiri dari beratur-ratus meter
tubulus yang sangat kecil yang disebut tubulus seminiferus (Feradis,2010).
Sel-sel interstisial yang terletak diruang antara tubulus seminiferus berada
dalam testis mengasilkan hormon jantan yang disebut testoteron. Hormon inilah
yang bertanggung jawab pada munculnya sifat-sifat kelamin sekunder (Blakely dan
David,1998). Pertumbuhan bobot badan dan testis dipengaruhi oleh peranan hormon
testosteron. Hormon testosteron dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan
karena hormon testosteron dapat menstimulasi sintesis protein otot dan hal ini
dapat terjadi langsung dalam otot karena terdapat reseptor androgen Sperma
dihasilkan dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (follicle stimulating
hormone ) sedangkan testoteron diproduksi oleh sel-sel interstitioal dari
leydig atas pengaruh ICSH (Intertitial cell stimulating hormon) (Feradis,2010).
Hormon testoteron sendiri dihasilkan oleh sel-sel leydig yang terdapat didalam
jaringan pengikat diantara tubulus seminiferus (Blakely dan David,1998).
Testis terletak
terletak pada daerah prepubis, terbungkus dalam kantong skrotum, skrotum berisi
dual obi testis yang masing-masing lobi testis mengandung satu testis dan
digantung oleh feniculus spermaticus. Sapi jantan, testis bebrbentuk oval
memanjang dan terletak dengan sumbu panjangnya vertical di dalam skrotum.
Testis terbungkus oleh kapsul berwarna putih mengkilat yang disebut dengan
tunika albugenia (Toehilere, 1985).Testis agak bervariasi
dari spesies ke spesies dalam hal bentuk ukuran dan lokasi tetapi struktur
dasarnya adalah sama. Tubulus seminiferus dikeleliling kaspul serabut atau
trabekula melintang masuk dari tunika albugenia untuk membentuk kerangka atau
stroma. Trabekula ini bergabung membentuk korda fibrosa yaitu mediastinum
testis. Rete testis terdiri dari saluran-saluran yang berantomose dalam
mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak diantara tubuhlus seminiferus
(Blakely dan David,1998).
·
Epididimis
Epididimis merupakan
saluran reproduksi jantan yang terdiri dari tiga bagian yaitu kaput epididimis,
korpus epididimis dan kauda epididimis. Kaput epididimis merupakan muara dari
sejumlah duktus efferentes dan terletak dibagian ujung dari testes. Korpus
epididimis merupakan saluran kelanjutan dari kaput yang berada di luar testes,
sedangkan kauda epididimis merupakan kelanjutan dari korpus yang terletak pada
bagian ujung bawah testes. Pada bagian kauda epididimis merupakan tempat
penyimpanan spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa didapatkan sangat tinggi pada
bagian tersebut, selain tempatnya yang relative luas juga kondisi pada kauda
epidimis ini optimal untuk mempertahankan kehidupan spermatozoa . Spermatozoa
dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follicle
Stimulating Hormone), sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel
interstitiel yang disebut sebagai sel Leydig oleh pengaruh ICSH (Interstitiil
Cell Stimulating Hormone) . Spermatozoa bergerak dari
tubulus seminiferus lewat ductus deferens menuju kepala. Epididymis merupakan
pipa panjang dan berkelak-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis
dengan ductus deferens (vas deferens).
Epidydimis berperan sebagai tempat untuk
pemasakan spermatozoa sampai pada saat spermotozoa dikeluarkan dengan ejakulasi
(Frandson,1992). Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat ductus
deferens menuju ke kepala epididymis. Spermatozoa belum masak ketika
meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pemasakan di dalam epididymis
sebelum mampu membuahi ovum. (Blakely dan David,1998). Epididymis merupakan
saluran spermatozoa yang panjang dan berbelit, terbagi atas kaput, korpus, dan
kauda epididimidis, melekat erat pada testis dan dipisahkan oleh tunika
albugeni. Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang
berasal dari tubuli seminiferi testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran
spermatozoa ke duktus deferens sebelum bergabung dengan plasma semen dan
diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi betina.
Fungsi epididimis
Transportasi
Epididymis mempunyai fungsi pertama yaitu
sebagai sarana transportasi bagi spermatozoa. Lama perjalanan spermatozoa dalam
epididymis pada domba, sapi dan babi bervariasi, masing-masing adalah dari
13-15, 9-11, dan 9-14 hari. Beberapa factor yang menunjang perjalanan
spermatozoa dalam epididymis, yaitu diantaranya adalah factor tekanan yang
diakibatkan oleh produksi spermatozoa baru dari dalam tubuli seminiferi. Hal
ini menyebabkan tekanan pada rete testis, vasa efferentia dan sampai pada
epididymis. Gerakan spermatozoa dapat ditimbulkan oleh adanya pemijatan pada
testis dan epididymis, hal ini dapat juga terjadi selama ternak memperoleh
latihan atau gerak untuk mempertahankan kondisi tubuh yang baik (exercise).
Pergerakan spermatozoa dibantu oleh adanya ejakulasi. Selama ejakulasi,
kontraksi peristaltic melibatkan otot daging licin epididymis dan tekanan
negative yang ditimbulkan oleh kontraksi vas deferens dan urethra menyebabkan
spermatozoa dapat bergerak secara aktif dari epididymis menuju dalam vas
deferensdanurethra.
Konsentrasi.
Fungsi
yang kedua adalah konsentrasi spermatozoa, dimana sewaktu spermatozoa memasuki
epididymis bersama cairan asal testis dalam keadaan relative encer,
diperkirakan sejumlah 100 juta per millimeter pada sapi, domba dan babi. Dalam
epididymis spermatozoa dikonsentrasikan menjadi kira-kira 4 milyar spermatozoa
per millimeter. Mekanismenya terjadi karena sel-sel epithel yang ada pada
dinding epididymis mengabsorbsi cairan asal testis. Sebagian besar absorbsi
cairan ini terjadi pada caput dan ujung proximaldari corpus epididymis.
Maturasi
Maturasi
Hal ini dapat dibuktikan bahwa spermatozoa yang
baru saja masuk ke caput epididymis berasal dari vasa efferentia tidak memiliki
fertilitas dan juga tidak memiliki motilitas. Spermatozoa setelah melewati
epididymis, maka akan memiliki fertilitas dan motilitas. Jika kedua ujung Cauda
epididymis diikat, maka diketahui spermatozoa yang berada terdekat dengan
corpus menigkat kemampuan fertilitasnya dalam waktu sampai 25 hari, sedangkan
spermatozoa yang terdekat dengan vas deferens menurun kemampuan fertilitasnya.
Hal ini membuktikan bahwa semakin tua spermatozoa, maka semakin hilang
kemampuan fertilnya jika tidak keluar atau bergerak keluar dari epididymis.
Sementara spermatozoa dalam epididymis, spermatozoa melepaskan butir protoplasma
(cytoplasmic droplet) yang terbentuk pada leher spermatozoa selama spermatogenesis.
Storage
Storage
Fungsi ke empat adalah sebagai tempat
penyimpanan spermatozoa. Sebagian besar disimpan pada cauda, dimana spermatozoa
terkonsentrasi di bagian yang mempunyai lumen besar. Epididymis sapi jantan
dewasa berisi antara 50-74 milyar spermatozoa. Viskositas tinggi, pH rendah,
konsentrasi CO2 tinggi, ratio K terhadap Na tinggi, pengaruh testosterone, dan
factor-faktor lain bergabung membentuk suasana bagi spermatozoa mempunyai laju
metabolisme yang rendah dan dapat hidup lama. Spermatozoa tetap dapat hidup dan
tetap fertile dalam waktu kira-kira 60 hari dalam epididymis.
·
Vas deferens
Vas deferens atau duktus deferens merupakan
saluran berdinding otot tebal, sehingga membentuk tali jika diraba terasa
kenyal. Saluran tersebut menyalurkan sel spermatozoa dari cauda epididimis ke
dalam urethra. Ductus deferens adalah pipa berotot yang
pada saat ejakulasi mendorong spermatozoa dari epididymis ke duktus
ejakulatoris dalam ureta prostaktis (Blakely dan David,1998). Vas deferen
mengangkut spermatozoa dari ekor epididymis ke urethra. Kedua ductus deferen
yang terletak sebelah vesica urinaria lambat laun menebal dan membesar
membentuk ampula ductus deferens (Feradis,2010). Duktus deferens meninggalkan
ekor epididymis bergerak melalui kanal inguinal yang merupakan bagian dari
korda spermatik dan pada cincin inguinal internal memutar ke belakang, memisah
dari pembuluh darah dan syaraf dari korda. Selanjutnya dua duktus deferens
mendekati urethra, besatu dan peritonium yang disebut lipatan urogenital
(genital fold) yang dapat disamakan dengan ligamentum lebar pada betina
(Frandson,1992).
Kelenjar asesoris pada
hewan jantan terdiri dari ampula, duktus deferens, vesikula seminalis, kelenjar
prostat dan bulbo urethralis. Ampula merupakan pembesaran kelenjar pada bagian
ujung duktus deferens. Kelenjar ampula ini bermuara ke dalam duktus deferens
dan memberikan cairan semen. Vesikula seminalis merupakan sepasang kelenjar
yang biasanya bermuara dengan duktus deferens melalui bermacam-macam duktus
ejakulatori ke dalam pelvis urethra kemudian ke caudal leher kandung kemih.
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang mengelilingi pelvis urethra. Kelenjar
ini menghasilkan sekresi alkalin yang membantu memberikan bau khas pada semen.
Kelenjar bulbourethralis merupakan sepasang kelenjar yang terletak pada tiap
sisi pelvis urethra (Frandson, 1992).
Kelenjar Vesikularis
Kelenjar vesicularis
adalah sepasang kelenjar yang biasanya bermuara dengan duktus deferens melalui
bermacam-macam duktus ejakulatori ke dalam uretra pelvik kemudian ke kaudal
leher kandung kencing. Nama vesikula seminalis tepat untuk kuda jantan sedang nama
kelenjar vesikuler lebih tepat untuk kebanyakan hewan-hewan lain. Vesikula
seminalis pada kuda jantan berupa kantong yang berbentuk buah pear dan cekung,
sedang pada sapi jantan, domba jantan dan babi merupakan kelenjar dengan lobus
– lobus dengan ukuran yang cukup besar (Frandson,1992).
Kelenjar Prostata
Merupakan
kelenjar yang
tidak berpasangan yang kurang lebih mengelilingi pelvis uretra. Pada hewa –
hewan lain kelenjar prostat lebih difus dan cenderung jauh lebih besar
sepanjang pelvik uretra dan tertutup oleh otot uretra. Duktusnya membuka dalam
dua barisan sejajar, satu pada masing –masing uretra. Glandulae
prostatae pada sapi mengelilingi urethra dan
terdiri dari dua bagian yaitu corpus prostatae dan prostata
disseminate yang mengekskresikan cairan yang encer mengandung ion
anorganik (Na, Cl, Ca, Mg) dengan pH lebih besar dari 7. Pada hewan – hewan
yang lebih tua, prostat dapat menjadi besar dan berhubungan dengan sistem
uriner. Badan
prostata berukuran lebar 2.5 – 4 cm dan tebal 1.0 – 1.5 cm.
Kelenjar Bulborethrales
(Kelenjar Cowper)
Menurut Blekeley dan Bade (1992),
terdapat sepasang kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) terletak
dorsolateral uretra dalam rongga pelvis. Bersifat sebagai kelenjar tubulus
majemuk (babi, kucing dan kambing jantan), atau tubuloalveolar (kuda, sapi dan
domba jantan).
Kelenjar-kelenjar
cowper (glandula bulbourethralis) terdapat sepasang, berbentuk bundar, kompak,
berselubung tebal dan pada sapi sedikit lebih kecil dari pada kelenjar cowper
kuda yang berukuran 2.5 – 5 cm. Kelenjar-kelenjar tersebut terletak di atas
urethra dekat jalan keluarnya dari cavum pelvis. Saluran-saluran sekretoris
dari setiap kelenjar bergabung membentuk satu saluran ekskretoris dan kelenjar
bergabung membentuk satu saluran ekskretoris yang panjangnya 2 – 3 cm. Kedua
saluran eksretori kelenjar cowper mempunyai muara kecil terpisah di tepi
lipatan mucosa urethra
Urethra merupakan
saluran tunggal yang membentang dari persambungna antara ampulla sampai pangkal
penis. Fungsi urethra adalah sebagai saluran kencing dan semen. Selama
ejakulasi pada sapid an domba, terjadi pencampuran yang kompleks antara
spermatozoa yang padat dari vas deferens dan epididimis dengan cairan sekresi
dari kelenjar-kelenjar tambahan dalam urethra yang berada di daerah pelvis
menjadi semen. Urethra adalah saluran dari tempat
bermuaranya Ampula ductus deferen sampai ujung penis. Urethra merupakan saluran
urogenitalis yang berfungsi sebagai tempat lewatnya urine dan semen (Blakely
dan David,1998). Urethra musculanis
atau canalis urogenitalis adalah saluran ekskretoris bersama urine dan
semen. Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis dan berakhir pada ujung
glands sebagai orificium urethrae extern. Urethra dapat dibedakan atas 3
bagian, yakni bagian pelvis, bulbus urethralis, dan bagian penis
(Feradis,2010).
Penis
Menurut Frandson
(1992), dalam keadaan relaks ada bagian yang
membentuk huruf S yang disebut dengan flexura sigmoidea yang
mempunyai jaringan pengikat lebih tinggi dari jaringan erektil Glans
Penis dibalut oleh tunika albuginea yang kaya akan serabut elastik,
berlanjut membentuk trakula yang mengintari
rongga yang mengandung jaringan yang erektil, mirip dengan korpus spongiosum
pernis (pada kuda), atau pleksusu kaverna besar (pada anjing). Menurut tipenya penis
dibagi menjadi dua macam yaitu: Pertama tipe muskulokavernosus yang
terdapat pada golongan anjing, kuda, primata dan sebagainya.
Kedua tipe fibroelastis terdapat pada sapi ,domba, kambing,babi,rusa, dan
kerbau.
Penis terdiri dari akar,
badan, dan ujung bebas yang berakhir pada glands penis. Penis
ditunjang oleh fascia dan kulit. Di depan scrotum, penis terletak
dalam praeputium yang berfungsi untuk melindungi penis dari
kekeringan dan pengaruh luar. Badan penis terdiri dari corpus
cavernosum penis yang relatif besar dan diselaputi selubung fibrosa
tebal berwarna putih berfungsi sebagai otot yang dapat menegangkan penis. Sedangkan musculus
retractor penis adalah otot yang dapat merelaks dan mnegkerut atau
kontraksi . Sapi pada sapi jantan dewasa panjang penis mencapai
lebih kurang 100 cm diukur dari akar hingga ujung glands penis (Hafez,2000).
Organ kopulatoris pada
hewan jantan disebut penis. Penis berfungsi sebagai tempat pengeluaran urine
dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi betina. Penis dibedakan menjadi
dua tipe yaitu penis fibroelastik dan cavernous. Sapi termasuk tipe penis
fibroelastik, bagian korpus yang melengkung disebut flexura sigmoidea atau ansa
sigmoidea, relative lebih kecil, tetapi panjang dan waktu ereksi relatif tidak
menjadi besar karena bagian yang berongga pada waktu aktif kelamin terisi darah
sehingga tidak memperbesar volume penis. Penis merupakan organ
Kopulasi pada hewan jantan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu glands atau alat
gerak bebas, bagian badan dan akar. Struktur internal penis merupakan jaringan
kavernosus (jaringan Erektil (yang terdiri dari sinus-sinus darah yang dipisahkan
oleh lembaran jaingan pengikat yang disebut septa yang berasal dari tunika
albuginea, kapsula berserabut disekitar penis. Preputium adalah lipatan kulit
disekitar ujung bebas penis. Permukaan luar merupakan kulit yang agak khas
sementara lapisan dalam menyerupai membran mukosa yang terdiri dari lapisan
preputial dan lapisan penis yang menutup permukaan eksremitas bebas penis.
(Blakely dan David,1998).
Penis
mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urine dan peletakan semen kedalam
reproduksi betina. Penis terdiri dari akar, badab dan ujung bebas yang berakhir
pada glands penis. Bagian ujung atau glands penis terletak bebas dalam
praeputium. Badan penis terdiri dari corpus cavernisum penis yang relatif besar
dan diselaputi oleh selubung fibrosa tebal putih, tunica albuginea. Di bagian
ventral terdapat corpus cavernisum urethra, suatu struktur yang relatif lebih
kecil yang mengelilingi urethra (Feradis,2010)
Glands penis pada sapi mempunyai panjang 7,5-12,5 cm dan agak
lancip; sedangkan glands penis pada kambing menyerupai suatu penonjolan
filiformis sepanjang 4-5 cm, dengan panjang glands penis 5-7,5 cm. Penis pada
sapi jantan dewasa panjangnya mencapai ± 100 cm diukur dari dari akar sampai ke
ujung glands penis. Penis sapi dalam keadaan ereksi dan pemacekan penis
menonjok ke luar dari preputium sepanjang 25-60 cm. Pada kambing penisnya
memiliki panjang 35 cm dengan flexura sigmoidea yang berkembang baik.
Diameternya relatif kecil 1,5-2 cm.
Preputium adalah
lipatan kulit disekitar ujung bebas penis. Permukaan luar merupakan kulit yang
agak khas , sementara dalam menyerupai membrane mukosa terdiri dari laisan
preputial yang menutupi permukaan ekstremitas bebas dari penis. Lubang
preputium terletak sedikit dibelakang umbilicus dan biasanya dikelilingi oleh
rambut panjang. Rongga preputium tempat ujung penis yang bebas itu terletak,
mempunyai panjang 37,5 cm dan bergaris tengah 2,5 cm. preputium berdinding sel
epitel pipih bertanduk dengan tinggi yang berbeda-beda. Pada waktu ereksi penis
biasanya memenjang tetapi tidak lebih dari 25 sampai 30 cm melewati muara
preputium dan akan mencapai perpanjangan yang sempurna hanya pada detik sapi
itu mencapai titik tertinggi dari aktifitas kopulasi.
Scrotum adalah kulit berkantong yang ukuran, bentuk
dan lokasinya menyesuaikan dengan testis yang dikandungnya. Kulit scrotum
adalah tipis, lembut dan relatif kurang berambut. Selapis jaringan fibroelastik
bercampur dengan serabut otot polos disebut tunika dartos, terdapat disebelah
dalam dari kulit dan pada cuaca dingin serabut-serabut otot dari dartos
tersebut berkontraksi dan membantu mempertahankan posisi terhadap dinding
abdominal. Tunika dartos melintas bidang median antara dua testis membantu
membentuk septum scrotal yang membagi scrotum menjadi dua bagian lateral pada
masing-masing testikel. Fungsi utama
skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu lingkungan yang memiliki
suhu 1 sampai 8oC lebih dingin dibandingkan temperatur rongga tubuh. Fungsi ini
dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh system otot rangkap yang
menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi testis atau membiarkan
testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Dengan
kata lain fungsi scrotum yaitu mengatur temperatur testes dan epidermis agar
tidak terlalu rendah dengan suhu tubuh (termoregulator testes).
·
Spermatozoa
Semen adalah sekresi kelamin jantan dan epididimis
serta kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (kelenjar vesikularis) yang terdiri
dari spermatozoa dan plasma semen yang secara normal diejakulasi ke dalam
saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan
berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (Toelihere, 1985). Spermatozoa
adalah sel atau benih yang berasal dari sistem reproduksi jantan, sedangkan
plasma adalah air mani yang digunakan oleh spermatozoa untuk tetap bergerak. Pada
semen terdapat plasma dan spermatozoa. Fungsi utama plasma semen adalah sebagai
medium pembawa spermatozoa dari saluran reproduksi hewan jantan ke dalam
saluran reproduksi hewan betina. Fungsi ini dapat dijalankan dengan baik karena
pada banyak spesies plasma semen mengandung bahan-bahan penyangga dan makanan
sebagai sumber energi bagi spermatozoa baik yang dapat dipergunakan secara
langsung (misalnya fruktosa dan sorbitol) maupun secara tidak langsung misalnya
Gliserilfosforil Colin (GPC) (Toelihere, 1985).
Komposisi semen
Sapi
Komposisi Semen Satuan (mg/100 ml)
pH 6,9 (6,4-7,8)
Air, g/100 ml 90
(87-95)
Natrium 230
(240-280)
Kalium 140 (80-210)
Kalsium 44 (35-60)
Magnesium 9
(7-12)
Klorida 180 (110-290)
Fruktosa 530
(150-900)
Sorbitol (10-140)
Asam sitrat 720
(340-1150)
Inositol 35 (25-46)
Glyceryl
Phosphoryl Choline (GPC) 350 (100-500)
Protein, g/100
ml 6,8
Plasmalogen (30-90)
Sumber: Fitri
(2009).
Faktor-faktor
Yang Menentukan Kualitas Semen
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas semen diantaranya adalah umur,bangsa ternak,
genetik, lingkungan, pakan.
1. Umur
Faktor
yang mempengaruhi kualitas semen salah satunya adalah umur
pejantan karena
perkembangan testis dan spermatogenesis dipengaruhi oleh umur.
Spermatogenesis
adalah proses pembentukan spermatozoa yang terjadi di dalam
tubuli
seminiferi. Proses spermatogenesis pada sapi berlangsung
selama 55 hari dan
berlangsung
pertama kali ketika sapi berumur 10 sampai 12 bulan (Nuryadi, 2000).
Hafez
(2000) menyatakan bahwa produksi semen dapat meningkat sampai
umur tujuh
tahun. Pada saat pubertas, spermatozoa masih banyak yang abnormal
karena masih
muda sehingga banyak mengalami kegagalan pada waktu dikawinkan. Menurut
Mathevon et al. (1998) bahwa volume, konsentrasi, motilitas dan total spermatozoa
sapi jantan dewasa lebih banyak daripada sapi jantan muda. Volume, konsentrasi
dan jumlah spermatozoa motil per ejakulat cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya umur pejantan mencapai 5 tahun.
Volume, Konsentrasi,
Motilitas, Jumlah Total Spermatozoa dan Jumlah Total Spermatozoa Motil pada
Ejakulat Sapi Jantan Muda dan Sapi Jantan Dewasa.
Kualitas
|
Sapi jantan
muda(umur sampai dengan 30 bulan)
|
Sapi jantan
dewasa (umur 4 sampai 6 tahun)
|
Volume (cc)
|
5,48±1,83
|
6,73±1,99
|
Konsentrasi
(106/cc)
|
1296±437
|
1380±444
|
Motilitas
|
51±17
|
57±14
|
Total
Spermatozoa (106/cc)
|
7090±3287
|
9310±4138
|
Sumber: Mathevon, et al.
(1998).
Pejantan yang terlalu muda (umur kurang dari 1
tahun) atau terlalu tua menghasilkan semen yang lebih sedikit. Susilawati dkk.
(1993) menyatakan bahwa pejantan yang berumur 2 sampai 7 tahun dapat
menghasilkan semen terbaik dengan angka kebuntingan yang tinggi pada betina
yang dikawini dibandingkan dengan pejantan yang berumur diluar interval
tersebut. Umur sangat berpengaruh pada sapi jantan muda saat penampungan,
karena perubahan fisiologis yang terjadi seperti dewasa kelamin. Volume dan
konsentrasi dari satu ejakulat meningkat sampai umur 11 tahun (Siratskii, 1990).
2.
Bangsa
Bangsa sapi Bos Taurus mengalami dewasa
kelamin lebih cepat bila dibandingkan dengan sapi Bos Indicus.
Persilangan dari dua bangsa sapi tersebut akan mencapai pubertas pada umur yang
sama dengan induknya (Sprott et al., 1998). Bangsa sapi perah mempunyai
libido lebih tinggi dan menghasilkan spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan
dengan sapi potong (Hafez, 2000). Coulter et al. (1997) dan Sprott et
al. (1998) menyatakan bahwa bangsa juga berpengaruh terhadap lingkar
skrotum yang berkorelasi positif dengan produksi dan kualitas spermatozoa.
Chandolia et al. (1999) menyatakan bahwa pengaruh heat shock pada
persentase spermatozoa yang motil pada Sapi Holstein lebih rendah dibandingkan
bangsa sapi yang lain.
3.
Genetik
Coulter et al. (1997) dan Sprott et al.
(1998) menyatakan bahwa produksi spermatozoa berkorelasi positif dengan ukuran
testis yang dapat diestimasi dengan panjang, berat dan lingkar skrotum. Bearden
dan Fuquay (1984) menyatakan bahwa ukuran testis dipengaruhi oleh genetik,
umur, bangsa ternak dan individu. Chondalia et al. (1999) menyebutkan
bahwa genetik juga mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa terhadap heat
shock pada saat thawing.
4.
Lingkungan
Suhu lingkungan yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi dapat mempengaruhi organ reproduksi ternak jantan. Hal ini menyebabkan
fungsi thermoregulatoris skrotum terganggu sehingga terjadi kegagalan
pembentukan spermatozoa dan penurunan produksi spermatozoa. Pejantan yang di
tempatkan pada ruangan yang panas mempunyai tingkat fertilitas yang rendah. Hal
ini disebabkan karena memburuknya kualitas semen dan didapatkan 10% spermatozoa
yang abnormal (Susilawati dkk, 1993). Pond dan Pond (1999) menyatakan jika suhu
lingkungan terlalu panas spermatozoa yang diproduksi tidak dapat bertahan hidup
dan menyebabkan sterilitas sapi jantan, sehingga manajemen saat stress perlu
dilakukan untuk menjaga fertilitas spermatozoa. Suhu normal di daerah testis
berkisar 3-7°C dibawah suhu tubuh.
Musim dapat mempengaruhi kualitas semen pada
ternak-ternak yang berada di daerah sub tropis. Di Indonesia, musim kurang
berpengaruh karena perbedaan lama penyinaran hampir tidak ada (Susilawati dkk,
1993). Perubahan musim karena perbedaan lamanya siang hari atau lamanya
penyinaran dapat menghambat produksi FSH yang dapat menghambat produksi
spermatozoa oleh testis (Hafez, 2000). Hasil penelitian Mathevon et al.
(1998) menyatakan bahwa konsentrasi, jumlah semen dan motilitas per ejakulat
pada pejantan Holstein lebih baik pada musim dingin dan semi dibandingkan pada
musim gugur. Musim saat penampungan dilaksanakan tidak mempengaruhi persentase
spermatozoa motil pada sapi jantan dewasa.
5.
Pakan
Nutrisi
sangat penting selama perkembangan sistem reproduksi sapi jantan muda.
Meningkatkan jumlah nutrisi akan mempercepat pubertas dan pertumbuhan tubuh
(Sprot et al., 1998). Makanan berpengaruh terhadap ukuran testis pada
ternak jantan. Makanan yang diberikan terlalu sedikit terutama pada periode
sebelum masa pubertas dicapai dapat menyebabkan perkembangan testis dan
kelenjar-kelenjar asesoris terhambat dan dapat memperlambat dewasa kelamin.
Pada ternak dewasa, kekurangan makanan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
fisiologis, baik pada testes maupun pada kelenjar asesorisnya dan dapat
menurunkan libido sehingga produksi semen turun (Susilawati dkk, 1993). Coulter
et al. (1998) menyatakan bahwa pemberian 100% hijauan pada Sapi Angus,
Hereford dan Simmental setelah disapih mempunyai lingkar skrotum, produksi
semen harian dan spermatozoa motil progresif lebih besar daripada pakan dengan
energi tinggi (80% konsentrat dan 20% hijauan).
Semen sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi
konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau warna susu.
Semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous dan lebih putih
karena konsentrasi spermatozoa rendah. Volume semen per ejakulat berbeda
menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi penampungan
dan berbagai faktor lain. Pada umumnya, hewan muda yang berukuran kecil dalam
satu spesies menghasilkan volume semen yang rendah. Ejakulasi yang sering menyebabkan
penurunan volume dan apabila dua ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu
singkat maka umumnya ejakulat yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah
(Feradis, 2010). Volume semen sapi antara 5-8 ml, domba 0,8-1,2 ml, babi
150-200 ml, dan kuda 60-100 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila
disertai dengan konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah spermatozoa yang
tersedia (Feradis, 2010).
2.
Warna
Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem
keputih-putihan dan keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan semen yang normal
dengan warna kekuningkuningan, yang disebabkan oleh riboflavin yang
dibawa oleh satu gen autosom resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap
fertilitas (Feradis, 2010). Adanya kuman-kuman Pseudomonas Aeruginosa di
dalam semen sapi dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen
dibiarkan di suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di
dalam semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar
pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda menandakan
adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran kelamin
urethra atau penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang telah
mengalami dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan menunjukkan
kemungkinan kontaminasi dengan feses (Feradis, 2010).
3.
pH
Umumnya, sperma sangat aktif dan tahan hidup lama
pada pH sekitar 7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5
sampai 10. Walaupun sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada
beberapa spesies dapat dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral
dalam waktu satu jam. Sperma sapi dan domba yang menghasilkan asam laktat dalam
jumlah yang tinggi dan metabolisme fruktosa plasma seminalis, sehingga penting
untuk memberikan unsure penyangga seperti garam phospat, sitrat bikarbonat di
dalam medium (Toelihere, 1985).
Evaluasi
Mikroskopis
1.
Konsentrasi
Konsentrasi digabung dengan volume dan persentase
spermatozoa motil memberikan jumlah spermatozoa motil per ejakulat, yaitu
kuantitas yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat
(Feradis, 2010).
Metode
perhitungan konsentrasi spermatozoa, yaitu:
1.
Menghitung jarak antar kepala sperma
Menurut Feradis (2010) cara ini adalah yang paling
praktis dan sederhana untuk pemeriksaan rutin di lapangan yang dilakukan tanpa
alat selain mikroskop dengan memperkirakan jarak antara dua kepala spermatozoa
di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10 dengan penilaian sebagai berikut:
a.
Densum (D) atau padat, jika jarak antara dua kepala spermatozoa kurang dari
panjang satu kepala; konsentrasi ditaksir lebih kurang 1000 juta sampai 2000
juta sel per ml semen.
b.
Semidensum (SD) atau sedang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa sama
dengan panjang satu sampai 1,5 kepala; konsentrasi ditaksir lebih kurang 500
juta sampai 1000 juta sel per ml semen.
c.
Rarum (R) atau jarang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa melebihi
panjang satu kepala atau sama dengan panjang seluruh spermatozoa, konsentrasi
ditaksir lebih kurang 200 juta sampai 500 juta sel per ml semen.
d.
Oligospermia (OS) atau sedikit spermatozoa, jika jarak antara dua kepala
spermatozoa melebihi panjang seluruh spermatozoa; konsentrasi ditaksir kurang
200 juta sel per ml semen.
e.
Aspermia (A) atau tidak ada spermatozoa, bila sama sekali tidak terdapat
spermatozoa di dalam semen.
2.
Perhitungan dengan Hemocytometer
Menurut Feradis (2010), metode perhitungan secara
langsung dilakukan
memakai
alat penghitung sel-sel darah merah atau hemocytometer. Pipet erythrocyt
diisi dengan semen yang belum diencerkan sampai tanda 0,5. Suatu larutan 3%
NaCl dihisap sampai tanda 101 pada pipet; larutan tersebut mengecerkan
sekaligus mematikan spermatozoa. Larutan ini dikocok hati-hati tetapi cukup
cepat menurut angka 8 selama 2 sampai 3 menit. Beberapa tetes dibuang dan
dikocok lagi. Beberapa tetes lagi dibuang, kemudian satu tetes ditempatkan
dibawah gelas penutup pada kamar hitung sel darah merah menurut Neubauer. Sel-sel
spermatozoa di dalam 5 kamar dihitung menurut arah diagonal. Karena setiap
kamar mempunyai 16 ruangan kecil, maka di dalam 5 kamar terdapat 80 ruangan
kecil. Dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,1 mm3 dan pengenceran 200
kali, dan apabila di dalam 5 kamar atau 80 ruangan kecil terdapat X
spermatozoa, maka konsentrasi spermatozoa yang diperiksa adalah: X x x 10 x 20
= 10.000 = X x 0,01 juta sperma per mm3 Atau X x 10 juta sperma per ml.
Prosedur ini memberi suatu indikasi yang akurat
tentang konsentrasi spermatozoa di dalam contoh semen apabila pencampuran
larutan dilakukan sempurna. Selain dengan hemocytometer, penentuan konsentrasi
spermatozoa juga dapat dilakukan dengan spectrophotometer dan SDM5 photometer.
Keunggulan SDM5 photometer adalah dapat menentukan jumlah bahan pengencer yang
harus ditambahkan dan jumlah dosis semen beku yang dihasilkan pada setiap
penampungan secara otomatis. Hasil perhitungan dapat terbaca dengan mudah pada
hasil print out (Feradis, 2010).
2.
Motilitas
1)
Gerakan massa
Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985) sesuai
dengan bentuk morfologi spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan
dasar produksi energy spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke
depan di dalam lingkungan zat cair. Motilitas telah sejak lama dikenal sebagai
alat untuk memindahkan spermatozoa melalui saluran reproduksi hewan betina.
Transport kilat spermatozoa dari serviks ke infundibulum terjadi secara
otomatik (meski pada spermatozoa tidak motil) karena rangsangan oxitocyn, terhadap
konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas spermatozoa di dalam infundibulum
bertugas sebagai alat penyebaran spermatozoa secara acak ke seluruh daerah
saluran kelamin betina, dimana terdapat ovum yang mampu dibuahi, jadi menjamin
kepastian secara static pertemuan spermatozoa dengan ovum. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah umur sperma, maturasi (pematangan)
sperma, penyimpanan energi ATP (Adenosin Triphosfat), agen aktif, biofisik dan
fisiologik, cairan suspense dan adanya rangsangan hambatan (Hafez, 2000).
Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai
kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai
gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung
dari konsentrasi spermatozoa hidup di dalamnya. Gerakan massa spermatozoa dapat
dilihat dengan jelas di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil (10x10) dan
cahaya yang dikurangi.
2)
Gerakan individu
Dibawah pembesaran pandangan 45x10 pada selapis
tipis semen di atas gelas objek yang ditutupi gelas penutup akan terlihat
gerakan-gerakan individual spermatozoa. Pada umumnya dan yang terbaik adalah
pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan. Gerakan melingkar dan
gerakan mundur sering merupakan tanda-tanda cold shock atau media yang
tidak isotonik dengan semen. Gerakan berayun atau berputar di tempat sering
terlihat pada semen yang tua, apabila kebanyakan spermatozoa telah berhenti
bergerak maka dianggap mati (Feradis, 2010).
Menurut Toelihere (1993), penilaian gerakan individual
spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:
0
: spermatozoa immotil atau tidak bergerak;
1
: pergerakan berputar di tempat;
2
: gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif dan tidak ada gelombang;
3
: antara 50 sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa;
4
: pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma
motil;
5
: gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukkan 100% motil
aktif.
3.
Abnormalitas
Menurut Toelihere (1985), mengklasifikasikan
abnormalitas dalam abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer
meliputi kepala yang terlampau besar (macrocephlalic), kepala terlampau
kecil (microcephalic), kepala pendek melebar, pipih memanjang dan
piriformis; kepala rangkap, ekor ganda; bagian tengah melipat, membengkok,
membesar, piriformis; atau bertaut abaxial pada pangkal kepala; dan ekor
melingkar, putus atau terbelah. Abnormalitas sekunder termasuk ekor yang putus,
kepala tanpa ekor, bagian tengah yang melipat, adanya butiran-butiran
protoplasma proksimal atau distal dan akrosom yang terlepas. Setiap spermatozoa
yang abnormal tidak dapat membuahi sel telur, tanpa memandang apakah
abnormalitas tersebut terjadi di dalam tubuli seminiferi, dalam epididimis atau
oleh perlakuan yang tidak legeartis terhadap ejakulat. Selama abnormalitas spermatozoa
belum mencapai 20% dari contoh semen, maka semen tersebut masih dapat dipakai
untuk inseminasi (Toelihere, 1993).
4.
Persentase hidup
Sperma yang hidup dapat diketahui dengan pengecatan
atau pewarnaan dengan menggunakan eosin. Eosin dapat dibuat dari serbuk eosin
yang dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9. Kemudian sperma
ditetesi dengan larutan eosin dan diratakan, kemudian di angin-anginkan atau di
fiksasi dengan menggunakan spiritus, setelah itu dilihat di bawah mikroskop.
Sperma yang tercat atau berwarna merah berarti sperma itu mati, sedangkan yang
tidak terwarnai atau tidak tercat berarti sperma itu hidup (Mulyono, 1998). Perbedaan
afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang hidup digunakan
untuk melindungi jumlah sperma hidup secara objektif pada waktu semen segar
dicampur dengan zat warna (eosin 2%). Sel-sel sperma yang hidup tidak atau sedikit
sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas
dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan pewarnaan diferensial adalah untuk
mengetahui persentase sel-sel sperma yang mati dan yang hidup (Hafez, 1987).
III.
KESIMPULAN
1. .Secara anatomi organ
reproduksi jantan terdiri dari oragan reproduksi primer dan organ reproduksi
sekunder. Organ reproduksi primer yaitu testis uang terletak di dalam skrotum.
Organ reproduksi sekunder yaitu epididmis , vas deferens, ampulla,
kelenjar-kelenjar pelengkap, uretra, dan penis.
2. . Testis
berfungsi menghasilkan spermatozoa dan hormone testosterone. Epididimis
berfungsi sebagai engangkutan, konsentrasi, maturasi , dan penyimpanan. Vad
deferens berfungsi mengangkut spermatozoa ke uretra. Ampulla berfungsi sebagai tempat
sekresi kelenjar, kelenjar vasikularis berfungsi sebagai pemberi nutrisi
spermatozoa, kelenjar prostat sebagai buffer dan pemberi aroma , kelenjar
cowper sebagai pembersih saluran dari sisa-sisa kotoran urin. Uretra berfungsi
sebagai saluran semen dan urin. Penis berfungsi sebagai alat kopulasi.
3. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas semen diantaranya adalah umur,bangsa ternak,
genetik, lingkungan, pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bearden,
H. J. and J. W Fuquay. 1984. Applied
Animal Reproduction. 2nd edition. Reston Publishing Company, Inc.
Virginia.
Blakely,
dan David.1998. Ilmu Peternakan.
Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Chandolia,
R. K., E. M. Reinersten dan P. J. Hansen. 1999. “ Lack Of Breed Differences In
Responses Of Bovine Spermatozoa To Heat Shock”. J. Dairy Sci. 82 : 2617- 2619.
Coulter,
G. H., R. B. Cook dan J. P. Kastelic. 1997. “ Effects Of Dietary Energy On Scrotal
Surface Temperature, Seminal Quality And Sperm Production In Young Beef Bulls”.
J. Animal Science 75 (6) : 1048-1052.
Feradis,
2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak.
Alfabeta. Bandung.
Frandson,
R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
UGM Press. Yogyakarta.
Hafez,
E. S. E. 1987. Reproduction in Farm
Animal, 4th Edition, Lea and Fibiger. Philadelfia, USA.
Hafez,
E. S. E. 2000. Semen Evaluation in
Reproduction In Farm Animals. 7th edition. Lippincott Wiliams
and Wilkins. Maryland, USA.
Mathevon,
M., M. Buhr and J. C. M. Dekkers. 1998. “ Environmental, Management And Genetic
Factors Affecting Semen Production In Holstein Bulls”. Journal Dairy Science 81
:3321-3330.
Mulyono,
S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan
Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuryadi.
2000. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya,
Malang.
Pond,
K. dan W. Pond. 1999. Introduction to
Animal Science. John Willey & Sons, Inc. USA.
Salisbury,
G. W. and N. L. Van Denmark. 1985. Fisiologi
dan Inseminasi Buatan pada Sapi (Physiologi and Artificial Insemination of
Cattle). Diterjemahkan oleh
Djanuar, R. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Siratskii,
I. Z. 1990. Inheritance Of Reproductive
Ability Of Bulls. Tsitol. Genet.
Sprott,
L. R., T. A. Thrift dan B. B Carpenter. 1998. Breeding Soundness Of Bulls. Agricultural
Communications. The Texas A & M University System.
Steinbach
J, and RH. Foote. 1967. “ Osmotic Pressure And Ph Effects On Survival Of Frozen
Or Liquid Spermatozoa” . J. Dairy Sci.
50:205.
Susilawati,
T., Suyadi, Nuryadi, N. Isnaini, , dan S. Wahyuningsih. 1993. Kualitas Semen
Sapi Fries Holland dan Sapi Bali pada Berbagai Umur dan Berat Badan. Laporan
Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Toelihere,
M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.
Angkasa. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar