Jumat, 13 November 2015

Makalah Fungsi Anatomi dan fisiologi organ sapi Jantan

MAKALAH
ILMU REPRODUKSI TERNAK
FUNGSI ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGANA GENITALIA MASKULINA SAPI DAN PENGAMATAN SPERMATOZOA EPIDIDIMIS
UNSOED.jpg
OLEH :

DEDE IRWANSYAH                      D1E014017


KELOMPOK : 3B
ASISTEN : M. IBNU HARDIANA





UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS  PETERNAKAN
PURWERTO

2015







I.                   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Reproduksi atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu hewan berhenti, hewan tersebut masih dapat bertahan hidup. Sebagai contoh hewan yang diambil organ reproduksinya (testes atau ovarium) hewan tersebut tidak mati. Walaupun tidak vital, reproduksi merupakan proses yang sangat penting untuk kelanjutan suatu jenis atau bangsa hewan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan telur, susu dan ternak muda, haruslah melalui serangkaian proses reproduksi yang dimulai dengan pembentukan sel telur/sperma, ovulasi, fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan fetus sampai dengan dilahirkan.
Sistem reproduksi jantan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: testes,yang juga disebut gonad, testikel, atau organ-organ primer; kelenjar kelamin skunder atau kelenjar asesoris; dan organ kopulasi eksternal, yaitu penis. System reproduksi adalah suatu rangkaian interaksi organ dalam dan zat organism yang dipergunakan untuk berkembang biak. System reproduksi juga merupakan bagian dari system tubuh yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup suatu generasi.
Secara anatomi organ reprodksi jantan terdiri dari oragan reproduksi primer dan organ reproduksi sekunder. Organ reproduksi primer yaitu testis uang terletak di dalam skrotum. Organ reproduksi sekunder yaitu epididmis , vas deferens, ampulla, kelenjar-kelenjar pelengkap, uretra, dan penis. Masing-masing organ mempunyai fungsi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
1.2  Tujuan
1.       Mengetahui anatomi dari organ seks jantan pada mamalia
2.      Mengetahui fungsi masing-masing organs seks jantan mamalia
3.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas spermatozoa

1.3  Perumusan masalah
1.      Bagaimana anatomi organa genitalia maskulina sapi ?
2.      Apa fungsi dari organ seks primer dan organ seks sekunder organa genitalia maskulina sapi ?
3.      Factor apa saja yang mempengaruhi kualitas spermatozoa ?

















II.                PEMBAHASAN
Alat Reproduksi Jantan penting dipelajari karena menyangkut proses keberlanjutan kehidupan. Mamalia bereproduksi secara seksual melalui proses kopulasi menggunakan alat reproduksi jantan bagian luar yaitu penis yang berfungsi mengeluarkan spermatozoa. Organ lain dari alat reproduksi jantan yaitu testis, epididymis, vas deferen, urethra dan glandula asesoris. Sistem Reproduksi Hewan Ruminansia Jantan Tugas utama hewan jantan/pejantan secara alamiah adalah memproduksi semen/spermatozoa yang subur dan menempatkanya dalam alat kelamin betina dengan tepat. Tugas ini dilaksanakan oleh organ reproduksi primer dan sekunder. Organ reproduksi primer pada hewan jantan yaitu testis. Sedangkan organ reproduksi sekunder terdiri dari epididymis, vas deferens, uretra, kelenjar vesikularis, kelenjar prostate dan kelenjar bulbouretralis/cowper dan penis.
Organ Reproduksi Jantan Mamalia
·         Testis
Testis adalah suatu organ yang aktif dan menghasilkan sejumlah besar spermatozoa setiap harinya. Kira-kira 90 persen isi testis terdiri dari beratur-ratus meter tubulus yang sangat kecil yang disebut tubulus seminiferus (Feradis,2010). Sel-sel interstisial yang terletak diruang antara tubulus seminiferus berada dalam testis mengasilkan hormon jantan yang disebut testoteron. Hormon inilah yang bertanggung jawab pada munculnya sifat-sifat kelamin sekunder (Blakely dan David,1998). Pertumbuhan bobot badan dan testis dipengaruhi oleh peranan hormon testosteron. Hormon testosteron dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan karena hormon testosteron dapat menstimulasi sintesis protein otot dan hal ini dapat terjadi langsung dalam otot karena terdapat reseptor androgen Sperma dihasilkan dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (follicle stimulating hormone ) sedangkan testoteron diproduksi oleh sel-sel interstitioal dari leydig atas pengaruh ICSH (Intertitial cell stimulating hormon) (Feradis,2010). Hormon testoteron sendiri dihasilkan oleh sel-sel leydig yang terdapat didalam jaringan pengikat diantara tubulus seminiferus (Blakely dan David,1998).
Testis terletak terletak pada daerah prepubis, terbungkus dalam kantong skrotum, skrotum berisi dual obi testis yang masing-masing lobi testis mengandung satu testis dan digantung oleh feniculus spermaticus. Sapi jantan, testis bebrbentuk oval memanjang dan terletak dengan sumbu panjangnya vertical di dalam skrotum. Testis terbungkus oleh kapsul berwarna putih mengkilat yang disebut dengan tunika albugenia (Toehilere, 1985).Testis agak bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk ukuran dan lokasi tetapi struktur dasarnya adalah sama. Tubulus seminiferus dikeleliling kaspul serabut atau trabekula melintang masuk dari tunika albugenia untuk membentuk kerangka atau stroma. Trabekula ini bergabung membentuk korda fibrosa yaitu mediastinum testis. Rete testis terdiri dari saluran-saluran yang berantomose dalam mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak diantara tubuhlus seminiferus (Blakely dan David,1998).
·         Epididimis
Epididimis merupakan saluran reproduksi jantan yang terdiri dari tiga bagian yaitu kaput epididimis, korpus epididimis dan kauda epididimis. Kaput epididimis merupakan muara dari sejumlah duktus efferentes dan terletak dibagian ujung dari testes. Korpus epididimis merupakan saluran kelanjutan dari kaput yang berada di luar testes, sedangkan kauda epididimis merupakan kelanjutan dari korpus yang terletak pada bagian ujung bawah testes. Pada bagian kauda epididimis merupakan tempat penyimpanan spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa didapatkan sangat tinggi pada bagian tersebut, selain tempatnya yang relative luas juga kondisi pada kauda epidimis ini optimal untuk mempertahankan kehidupan spermatozoa . Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone), sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstitiel yang disebut sebagai sel Leydig oleh pengaruh ICSH (Interstitiil Cell Stimulating Hormone) . Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat ductus deferens menuju kepala. Epididymis merupakan pipa panjang dan berkelak-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan ductus deferens (vas deferens).
 Epidydimis berperan sebagai tempat untuk pemasakan spermatozoa sampai pada saat spermotozoa dikeluarkan dengan ejakulasi (Frandson,1992). Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat ductus deferens menuju ke kepala epididymis. Spermatozoa belum masak ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pemasakan di dalam epididymis sebelum mampu membuahi ovum. (Blakely dan David,1998). Epididymis merupakan saluran spermatozoa yang panjang dan berbelit, terbagi atas kaput, korpus, dan kauda epididimidis, melekat erat pada testis dan dipisahkan oleh tunika albugeni. Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang berasal dari tubuli seminiferi testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke duktus deferens sebelum bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi betina.

Fungsi epididimis
Transportasi
Epididymis mempunyai fungsi pertama yaitu sebagai sarana transportasi bagi spermatozoa. Lama perjalanan spermatozoa dalam epididymis pada domba, sapi dan babi bervariasi, masing-masing adalah dari 13-15, 9-11, dan 9-14 hari. Beberapa factor yang menunjang perjalanan spermatozoa dalam epididymis, yaitu diantaranya adalah factor tekanan yang diakibatkan oleh produksi spermatozoa baru dari dalam tubuli seminiferi. Hal ini menyebabkan tekanan pada rete testis, vasa efferentia dan sampai pada epididymis. Gerakan spermatozoa dapat ditimbulkan oleh adanya pemijatan pada testis dan epididymis, hal ini dapat juga terjadi selama ternak memperoleh latihan atau gerak untuk mempertahankan kondisi tubuh yang baik (exercise). Pergerakan spermatozoa dibantu oleh adanya ejakulasi. Selama ejakulasi, kontraksi peristaltic melibatkan otot daging licin epididymis dan tekanan negative yang ditimbulkan oleh kontraksi vas deferens dan urethra menyebabkan spermatozoa dapat bergerak secara aktif dari epididymis menuju dalam vas deferensdanurethra. 


Konsentrasi.
 Fungsi yang kedua adalah konsentrasi spermatozoa, dimana sewaktu spermatozoa memasuki epididymis bersama cairan asal testis dalam keadaan relative encer, diperkirakan sejumlah 100 juta per millimeter pada sapi, domba dan babi. Dalam epididymis spermatozoa dikonsentrasikan menjadi kira-kira 4 milyar spermatozoa per millimeter. Mekanismenya terjadi karena sel-sel epithel yang ada pada dinding epididymis mengabsorbsi cairan asal testis. Sebagian besar absorbsi cairan ini terjadi pada caput dan ujung proximaldari corpus epididymis. 
Maturasi
Hal ini dapat dibuktikan bahwa spermatozoa yang baru saja masuk ke caput epididymis berasal dari vasa efferentia tidak memiliki fertilitas dan juga tidak memiliki motilitas. Spermatozoa setelah melewati epididymis, maka akan memiliki fertilitas dan motilitas. Jika kedua ujung Cauda epididymis diikat, maka diketahui spermatozoa yang berada terdekat dengan corpus menigkat kemampuan fertilitasnya dalam waktu sampai 25 hari, sedangkan spermatozoa yang terdekat dengan vas deferens menurun kemampuan fertilitasnya. Hal ini membuktikan bahwa semakin tua spermatozoa, maka semakin hilang kemampuan fertilnya jika tidak keluar atau bergerak keluar dari epididymis. Sementara spermatozoa dalam epididymis, spermatozoa melepaskan butir protoplasma (cytoplasmic droplet) yang terbentuk pada leher spermatozoa selama spermatogenesis. 
Storage
Fungsi ke empat adalah sebagai tempat penyimpanan spermatozoa. Sebagian besar disimpan pada cauda, dimana spermatozoa terkonsentrasi di bagian yang mempunyai lumen besar. Epididymis sapi jantan dewasa berisi antara 50-74 milyar spermatozoa. Viskositas tinggi, pH rendah, konsentrasi CO2 tinggi, ratio K terhadap Na tinggi, pengaruh testosterone, dan factor-faktor lain bergabung membentuk suasana bagi spermatozoa mempunyai laju metabolisme yang rendah dan dapat hidup lama. Spermatozoa tetap dapat hidup dan tetap fertile dalam waktu kira-kira 60 hari dalam epididymis. 


·         Vas deferens
 Vas deferens atau duktus deferens merupakan saluran berdinding otot tebal, sehingga membentuk tali jika diraba terasa kenyal. Saluran tersebut menyalurkan sel spermatozoa dari cauda epididimis ke dalam urethra. Ductus deferens adalah pipa berotot yang pada saat ejakulasi mendorong spermatozoa dari epididymis ke duktus ejakulatoris dalam ureta prostaktis (Blakely dan David,1998). Vas deferen mengangkut spermatozoa dari ekor epididymis ke urethra. Kedua ductus deferen yang terletak sebelah vesica urinaria lambat laun menebal dan membesar membentuk ampula ductus deferens (Feradis,2010). Duktus deferens meninggalkan ekor epididymis bergerak melalui kanal inguinal yang merupakan bagian dari korda spermatik dan pada cincin inguinal internal memutar ke belakang, memisah dari pembuluh darah dan syaraf dari korda. Selanjutnya dua duktus deferens mendekati urethra, besatu dan peritonium yang disebut lipatan urogenital (genital fold) yang dapat disamakan dengan ligamentum lebar pada betina (Frandson,1992).
Kelenjar asesoris pada hewan jantan terdiri dari ampula, duktus deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat dan bulbo urethralis. Ampula merupakan pembesaran kelenjar pada bagian ujung duktus deferens. Kelenjar ampula ini bermuara ke dalam duktus deferens dan memberikan cairan semen. Vesikula seminalis merupakan sepasang kelenjar yang biasanya bermuara dengan duktus deferens melalui bermacam-macam duktus ejakulatori ke dalam pelvis urethra kemudian ke caudal leher kandung kemih. Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang mengelilingi pelvis urethra. Kelenjar ini menghasilkan sekresi alkalin yang membantu memberikan bau khas pada semen. Kelenjar bulbourethralis merupakan sepasang kelenjar yang terletak pada tiap sisi pelvis urethra (Frandson, 1992).
Kelenjar Vesikularis
Kelenjar vesicularis adalah sepasang kelenjar yang biasanya bermuara dengan duktus deferens melalui bermacam-macam duktus ejakulatori ke dalam uretra pelvik kemudian ke kaudal leher kandung kencing. Nama vesikula seminalis tepat untuk kuda jantan sedang nama kelenjar vesikuler lebih tepat untuk kebanyakan hewan-hewan lain. Vesikula seminalis pada kuda jantan berupa kantong yang berbentuk buah pear dan cekung, sedang pada sapi jantan, domba jantan dan babi merupakan kelenjar dengan lobus – lobus dengan ukuran yang cukup besar (Frandson,1992).
Kelenjar Prostata
Merupakan kelenjar yang tidak berpasangan yang kurang lebih mengelilingi pelvis uretra. Pada hewa – hewan lain kelenjar prostat lebih difus dan cenderung jauh lebih besar sepanjang pelvik uretra dan tertutup oleh otot uretra. Duktusnya membuka dalam dua barisan sejajar, satu pada masing –masing uretra. Glandulae prostatae pada sapi mengelilingi urethra dan terdiri dari dua bagian yaitu corpus prostatae dan prostata disseminate yang mengekskresikan cairan yang encer mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg) dengan pH lebih besar dari 7. Pada hewan – hewan yang lebih tua, prostat dapat menjadi besar dan berhubungan dengan sistem uriner. Badan prostata berukuran lebar 2.5 – 4 cm dan tebal 1.0 – 1.5 cm.
Kelenjar Bulborethrales (Kelenjar Cowper)
Menurut Blekeley dan Bade (1992), terdapat sepasang kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) terletak dorsolateral uretra dalam rongga pelvis. Bersifat sebagai kelenjar tubulus majemuk (babi, kucing dan kambing jantan), atau tubuloalveolar (kuda, sapi dan domba jantan).
Kelenjar-kelenjar cowper (glandula bulbourethralis) terdapat sepasang, berbentuk bundar, kompak, berselubung tebal dan pada sapi sedikit lebih kecil dari pada kelenjar cowper kuda yang berukuran 2.5 – 5 cm. Kelenjar-kelenjar tersebut terletak di atas urethra dekat jalan keluarnya dari cavum pelvis. Saluran-saluran sekretoris dari setiap kelenjar bergabung membentuk satu saluran ekskretoris dan kelenjar bergabung membentuk satu saluran ekskretoris yang panjangnya 2 – 3 cm. Kedua saluran eksretori kelenjar cowper mempunyai muara kecil terpisah di tepi lipatan mucosa urethra 
Urethra merupakan saluran tunggal yang membentang dari persambungna antara ampulla sampai pangkal penis. Fungsi urethra adalah sebagai saluran kencing dan semen. Selama ejakulasi pada sapid an domba, terjadi pencampuran yang kompleks antara spermatozoa yang padat dari vas deferens dan epididimis dengan cairan sekresi dari kelenjar-kelenjar tambahan dalam urethra yang berada di daerah pelvis menjadi semen. Urethra adalah saluran dari tempat bermuaranya Ampula ductus deferen sampai ujung penis. Urethra merupakan saluran urogenitalis yang berfungsi sebagai tempat lewatnya urine dan semen (Blakely dan David,1998).  Urethra musculanis atau  canalis urogenitalis  adalah saluran ekskretoris bersama urine dan semen. Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis dan berakhir pada ujung glands sebagai orificium urethrae extern. Urethra dapat dibedakan atas 3 bagian, yakni bagian pelvis, bulbus urethralis, dan bagian penis (Feradis,2010).
Penis
Menurut Frandson (1992), dalam keadaan relaks ada bagian yang membentuk huruf S yang disebut dengan flexura sigmoidea yang mempunyai jaringan pengikat lebih tinggi dari jaringan erektil Glans Penis  dibalut oleh tunika albuginea yang kaya akan serabut elastik, berlanjut membentuk trakula yang  mengintari rongga yang mengandung jaringan yang erektil, mirip dengan korpus spongiosum pernis (pada kuda), atau pleksusu kaverna besar (pada anjing). Menurut tipenya penis dibagi menjadi dua macam  yaitu: Pertama tipe muskulokavernosus yang terdapat pada golongan anjing, kuda,   primata dan sebagainya. Kedua tipe fibroelastis terdapat pada sapi ,domba, kambing,babi,rusa, dan kerbau.
Penis terdiri dari akar, badan, dan ujung bebas yang berakhir pada glands penisPenis ditunjang oleh fascia dan kulit. Di depan scrotumpenis terletak dalam praeputium yang berfungsi untuk melindungi penis dari kekeringan dan pengaruh luar. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif besar dan diselaputi selubung fibrosa tebal berwarna putih berfungsi sebagai otot yang dapat menegangkan penisSedangkan musculus retractor penis adalah otot yang dapat merelaks dan mnegkerut atau kontraksi . Sapi pada sapi jantan dewasa panjang penis mencapai lebih kurang 100 cm diukur dari akar hingga ujung glands penis (Hafez,2000).
Organ kopulatoris pada hewan jantan disebut penis. Penis berfungsi sebagai tempat pengeluaran urine dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi betina. Penis dibedakan menjadi dua tipe yaitu penis fibroelastik dan cavernous. Sapi termasuk tipe penis fibroelastik, bagian korpus yang melengkung disebut flexura sigmoidea atau ansa sigmoidea, relative lebih kecil, tetapi panjang dan waktu ereksi relatif tidak menjadi besar karena bagian yang berongga pada waktu aktif kelamin terisi darah sehingga tidak memperbesar volume penis. Penis merupakan organ Kopulasi pada hewan jantan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu glands atau alat gerak bebas, bagian badan dan akar. Struktur internal penis merupakan jaringan kavernosus (jaringan Erektil (yang terdiri dari sinus-sinus darah yang dipisahkan oleh lembaran jaingan pengikat yang disebut septa yang berasal dari tunika albuginea, kapsula berserabut disekitar penis. Preputium adalah lipatan kulit disekitar ujung bebas penis. Permukaan luar merupakan kulit yang agak khas sementara lapisan dalam menyerupai membran mukosa yang terdiri dari lapisan preputial dan lapisan penis yang menutup permukaan eksremitas bebas penis. (Blakely dan David,1998).
Penis mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urine dan peletakan semen kedalam reproduksi betina. Penis terdiri dari akar, badab dan ujung bebas yang berakhir pada glands penis. Bagian ujung atau glands penis terletak bebas dalam praeputium. Badan penis terdiri dari corpus cavernisum penis yang relatif besar dan diselaputi oleh selubung fibrosa tebal putih, tunica albuginea. Di bagian ventral terdapat corpus cavernisum urethra, suatu struktur yang relatif lebih kecil yang mengelilingi urethra (Feradis,2010)
Glands penis pada sapi mempunyai panjang 7,5-12,5 cm dan agak lancip; sedangkan glands penis pada kambing menyerupai suatu penonjolan filiformis sepanjang 4-5 cm, dengan panjang glands penis 5-7,5 cm. Penis pada sapi jantan dewasa panjangnya mencapai ± 100 cm diukur dari dari akar sampai ke ujung glands penis. Penis sapi dalam keadaan ereksi dan pemacekan penis menonjok ke luar dari preputium sepanjang 25-60 cm. Pada kambing penisnya memiliki panjang 35 cm dengan flexura sigmoidea yang berkembang baik. Diameternya relatif kecil 1,5-2 cm.
Preputium adalah lipatan kulit disekitar ujung bebas penis. Permukaan luar merupakan kulit yang agak khas , sementara dalam menyerupai membrane mukosa terdiri dari laisan preputial yang menutupi permukaan ekstremitas bebas dari penis. Lubang preputium terletak sedikit dibelakang umbilicus dan biasanya dikelilingi oleh rambut panjang. Rongga preputium tempat ujung penis yang bebas itu terletak, mempunyai panjang 37,5 cm dan bergaris tengah 2,5 cm. preputium berdinding sel epitel pipih bertanduk dengan tinggi yang berbeda-beda. Pada waktu ereksi penis biasanya memenjang tetapi tidak lebih dari 25 sampai 30 cm melewati muara preputium dan akan mencapai perpanjangan yang sempurna hanya pada detik sapi itu mencapai titik tertinggi dari aktifitas kopulasi.
Scrotum adalah kulit berkantong yang ukuran, bentuk dan lokasinya menyesuaikan dengan testis yang dikandungnya. Kulit scrotum adalah tipis, lembut dan relatif kurang berambut. Selapis jaringan fibroelastik bercampur dengan serabut otot polos disebut tunika dartos, terdapat disebelah dalam dari kulit dan pada cuaca dingin serabut-serabut otot dari dartos tersebut berkontraksi dan membantu mempertahankan posisi terhadap dinding abdominal. Tunika dartos melintas bidang median antara dua testis membantu membentuk septum scrotal yang membagi scrotum menjadi dua bagian lateral pada masing-masing testikel.  Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu lingkungan yang memiliki suhu 1 sampai 8oC lebih dingin dibandingkan temperatur rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh system otot rangkap yang menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi testis atau membiarkan testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Dengan kata lain fungsi scrotum yaitu mengatur temperatur testes dan epidermis agar tidak terlalu rendah dengan suhu tubuh (termoregulator testes).
·         Spermatozoa
Semen adalah sekresi kelamin jantan dan epididimis serta kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (kelenjar vesikularis) yang terdiri dari spermatozoa dan plasma semen yang secara normal diejakulasi ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (Toelihere, 1985). Spermatozoa adalah sel atau benih yang berasal dari sistem reproduksi jantan, sedangkan plasma adalah air mani yang digunakan oleh spermatozoa untuk tetap bergerak. Pada semen terdapat plasma dan spermatozoa. Fungsi utama plasma semen adalah sebagai medium pembawa spermatozoa dari saluran reproduksi hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Fungsi ini dapat dijalankan dengan baik karena pada banyak spesies plasma semen mengandung bahan-bahan penyangga dan makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa baik yang dapat dipergunakan secara langsung (misalnya fruktosa dan sorbitol) maupun secara tidak langsung misalnya Gliserilfosforil Colin (GPC) (Toelihere, 1985).
Komposisi semen Sapi

Komposisi Semen                              Satuan (mg/100 ml)
pH 6,9                                                                         (6,4-7,8)
Air, g/100 ml 90                                              (87-95)
Natrium 230                                                    (240-280)
Kalium 140                                                     (80-210)
Kalsium 44                                                      (35-60)
Magnesium 9                                                   (7-12)
Klorida 180                                                     (110-290)
Fruktosa 530                                                   (150-900)
Sorbitol                                                           (10-140)
Asam sitrat 720                                               (340-1150)
Inositol 35                                                       (25-46)
Glyceryl Phosphoryl Choline (GPC) 350       (100-500)
Protein, g/100 ml                                             6,8
Plasmalogen                                                    (30-90)
Sumber: Fitri (2009).


Faktor-faktor Yang Menentukan Kualitas Semen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen diantaranya adalah umur,bangsa ternak, genetik, lingkungan, pakan.
1. Umur
Faktor yang mempengaruhi kualitas semen salah satunya adalah umur
pejantan karena perkembangan testis dan spermatogenesis dipengaruhi oleh umur.
Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang terjadi di dalam
tubuli seminiferi. Proses spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 55 hari dan
berlangsung pertama kali ketika sapi berumur 10 sampai 12 bulan (Nuryadi, 2000).
Hafez (2000) menyatakan bahwa produksi semen dapat meningkat sampai
umur tujuh tahun. Pada saat pubertas, spermatozoa masih banyak yang abnormal
karena masih muda sehingga banyak mengalami kegagalan pada waktu dikawinkan. Menurut Mathevon et al. (1998) bahwa volume, konsentrasi, motilitas dan total spermatozoa sapi jantan dewasa lebih banyak daripada sapi jantan muda. Volume, konsentrasi dan jumlah spermatozoa motil per ejakulat cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur pejantan mencapai 5 tahun.
Volume, Konsentrasi, Motilitas, Jumlah Total Spermatozoa dan Jumlah Total Spermatozoa Motil pada Ejakulat Sapi Jantan Muda dan Sapi Jantan Dewasa.
Kualitas
Sapi jantan muda(umur sampai dengan 30 bulan)
Sapi jantan dewasa (umur 4 sampai 6 tahun)

Volume (cc)
5,48±1,83
6,73±1,99
Konsentrasi (106/cc)
1296±437
1380±444
Motilitas
51±17
57±14
Total Spermatozoa (106/cc)
7090±3287
9310±4138

Sumber: Mathevon, et al. (1998).

Pejantan yang terlalu muda (umur kurang dari 1 tahun) atau terlalu tua menghasilkan semen yang lebih sedikit. Susilawati dkk. (1993) menyatakan bahwa pejantan yang berumur 2 sampai 7 tahun dapat menghasilkan semen terbaik dengan angka kebuntingan yang tinggi pada betina yang dikawini dibandingkan dengan pejantan yang berumur diluar interval tersebut. Umur sangat berpengaruh pada sapi jantan muda saat penampungan, karena perubahan fisiologis yang terjadi seperti dewasa kelamin. Volume dan konsentrasi dari satu ejakulat meningkat sampai umur  11 tahun (Siratskii, 1990).
2. Bangsa
Bangsa sapi Bos Taurus mengalami dewasa kelamin lebih cepat bila dibandingkan dengan sapi Bos Indicus. Persilangan dari dua bangsa sapi tersebut akan mencapai pubertas pada umur yang sama dengan induknya (Sprott et al., 1998). Bangsa sapi perah mempunyai libido lebih tinggi dan menghasilkan spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi potong (Hafez, 2000). Coulter et al. (1997) dan Sprott et al. (1998) menyatakan bahwa bangsa juga berpengaruh terhadap lingkar skrotum yang berkorelasi positif dengan produksi dan kualitas spermatozoa. Chandolia et al. (1999) menyatakan bahwa pengaruh heat shock pada persentase spermatozoa yang motil pada Sapi Holstein lebih rendah dibandingkan bangsa sapi yang lain.
3. Genetik
Coulter et al. (1997) dan Sprott et al. (1998) menyatakan bahwa produksi spermatozoa berkorelasi positif dengan ukuran testis yang dapat diestimasi dengan panjang, berat dan lingkar skrotum. Bearden dan Fuquay (1984) menyatakan bahwa ukuran testis dipengaruhi oleh genetik, umur, bangsa ternak dan individu. Chondalia et al. (1999) menyebutkan bahwa genetik juga mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa terhadap heat shock pada saat thawing.
4. Lingkungan
Suhu lingkungan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi organ reproduksi ternak jantan. Hal ini menyebabkan fungsi thermoregulatoris skrotum terganggu sehingga terjadi kegagalan pembentukan spermatozoa dan penurunan produksi spermatozoa. Pejantan yang di tempatkan pada ruangan yang panas mempunyai tingkat fertilitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena memburuknya kualitas semen dan didapatkan 10% spermatozoa yang abnormal (Susilawati dkk, 1993). Pond dan Pond (1999) menyatakan jika suhu lingkungan terlalu panas spermatozoa yang diproduksi tidak dapat bertahan hidup dan menyebabkan sterilitas sapi jantan, sehingga manajemen saat stress perlu dilakukan untuk menjaga fertilitas spermatozoa. Suhu normal di daerah testis berkisar 3-7°C dibawah suhu tubuh.
Musim dapat mempengaruhi kualitas semen pada ternak-ternak yang berada di daerah sub tropis. Di Indonesia, musim kurang berpengaruh karena perbedaan lama penyinaran hampir tidak ada (Susilawati dkk, 1993). Perubahan musim karena perbedaan lamanya siang hari atau lamanya penyinaran dapat menghambat produksi FSH yang dapat menghambat produksi spermatozoa oleh testis (Hafez, 2000). Hasil penelitian Mathevon et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi, jumlah semen dan motilitas per ejakulat pada pejantan Holstein lebih baik pada musim dingin dan semi dibandingkan pada musim gugur. Musim saat penampungan dilaksanakan tidak mempengaruhi persentase spermatozoa motil pada sapi jantan dewasa.
5. Pakan
            Nutrisi sangat penting selama perkembangan sistem reproduksi sapi jantan muda. Meningkatkan jumlah nutrisi akan mempercepat pubertas dan pertumbuhan tubuh (Sprot et al., 1998). Makanan berpengaruh terhadap ukuran testis pada ternak jantan. Makanan yang diberikan terlalu sedikit terutama pada periode sebelum masa pubertas dicapai dapat menyebabkan perkembangan testis dan kelenjar-kelenjar asesoris terhambat dan dapat memperlambat dewasa kelamin. Pada ternak dewasa, kekurangan makanan dapat mengakibatkan gangguan fungsi fisiologis, baik pada testes maupun pada kelenjar asesorisnya dan dapat menurunkan libido sehingga produksi semen turun (Susilawati dkk, 1993). Coulter et al. (1998) menyatakan bahwa pemberian 100% hijauan pada Sapi Angus, Hereford dan Simmental setelah disapih mempunyai lingkar skrotum, produksi semen harian dan spermatozoa motil progresif lebih besar daripada pakan dengan energi tinggi (80% konsentrat dan 20% hijauan).
Semen sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau warna susu. Semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous dan lebih putih karena konsentrasi spermatozoa rendah. Volume semen per ejakulat berbeda menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi penampungan dan berbagai faktor lain. Pada umumnya, hewan muda yang berukuran kecil dalam satu spesies menghasilkan volume semen yang rendah. Ejakulasi yang sering menyebabkan penurunan volume dan apabila dua ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu singkat maka umumnya ejakulat yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah (Feradis, 2010). Volume semen sapi antara 5-8 ml, domba 0,8-1,2 ml, babi 150-200 ml, dan kuda 60-100 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai dengan konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah spermatozoa yang tersedia (Feradis, 2010).
2. Warna
Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan semen yang normal dengan warna kekuningkuningan, yang disebabkan oleh riboflavin yang dibawa oleh satu gen autosom resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Feradis, 2010). Adanya kuman-kuman Pseudomonas Aeruginosa di dalam semen sapi dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen dibiarkan di suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran kelamin urethra atau penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang telah mengalami dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan menunjukkan kemungkinan kontaminasi dengan feses (Feradis, 2010).
3. pH
Umumnya, sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar 7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10. Walaupun sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada beberapa spesies dapat dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral dalam waktu satu jam. Sperma sapi dan domba yang menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang tinggi dan metabolisme fruktosa plasma seminalis, sehingga penting untuk memberikan unsure penyangga seperti garam phospat, sitrat bikarbonat di dalam medium (Toelihere, 1985).
Evaluasi Mikroskopis
1. Konsentrasi
Konsentrasi digabung dengan volume dan persentase spermatozoa motil memberikan jumlah spermatozoa motil per ejakulat, yaitu kuantitas yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat (Feradis, 2010).
Metode perhitungan konsentrasi spermatozoa, yaitu:
1. Menghitung jarak antar kepala sperma
Menurut Feradis (2010) cara ini adalah yang paling praktis dan sederhana untuk pemeriksaan rutin di lapangan yang dilakukan tanpa alat selain mikroskop dengan memperkirakan jarak antara dua kepala spermatozoa di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10 dengan penilaian sebagai berikut:
a. Densum (D) atau padat, jika jarak antara dua kepala spermatozoa kurang dari panjang satu kepala; konsentrasi ditaksir lebih kurang 1000 juta sampai 2000 juta sel per ml semen.
b. Semidensum (SD) atau sedang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa sama dengan panjang satu sampai 1,5 kepala; konsentrasi ditaksir lebih kurang 500 juta sampai 1000 juta sel per ml semen.
c. Rarum (R) atau jarang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa melebihi panjang satu kepala atau sama dengan panjang seluruh spermatozoa, konsentrasi ditaksir lebih kurang 200 juta sampai 500 juta sel per ml semen.
d. Oligospermia (OS) atau sedikit spermatozoa, jika jarak antara dua kepala spermatozoa melebihi panjang seluruh spermatozoa; konsentrasi ditaksir kurang 200 juta sel per ml semen.
e. Aspermia (A) atau tidak ada spermatozoa, bila sama sekali tidak terdapat spermatozoa di dalam semen.
2. Perhitungan dengan Hemocytometer
Menurut Feradis (2010), metode perhitungan secara langsung dilakukan
memakai alat penghitung sel-sel darah merah atau hemocytometer. Pipet erythrocyt diisi dengan semen yang belum diencerkan sampai tanda 0,5. Suatu larutan 3% NaCl dihisap sampai tanda 101 pada pipet; larutan tersebut mengecerkan sekaligus mematikan spermatozoa. Larutan ini dikocok hati-hati tetapi cukup cepat menurut angka 8 selama 2 sampai 3 menit. Beberapa tetes dibuang dan dikocok lagi. Beberapa tetes lagi dibuang, kemudian satu tetes ditempatkan dibawah gelas penutup pada kamar hitung sel darah merah menurut Neubauer. Sel-sel spermatozoa di dalam 5 kamar dihitung menurut arah diagonal. Karena setiap kamar mempunyai 16 ruangan kecil, maka di dalam 5 kamar terdapat 80 ruangan kecil. Dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,1 mm3 dan pengenceran 200 kali, dan apabila di dalam 5 kamar atau 80 ruangan kecil terdapat X spermatozoa, maka konsentrasi spermatozoa yang diperiksa adalah: X x x 10 x 20 = 10.000 = X x 0,01 juta sperma per mm3 Atau X x 10 juta sperma per ml.
Prosedur ini memberi suatu indikasi yang akurat tentang konsentrasi spermatozoa di dalam contoh semen apabila pencampuran larutan dilakukan sempurna. Selain dengan hemocytometer, penentuan konsentrasi spermatozoa juga dapat dilakukan dengan spectrophotometer dan SDM5 photometer. Keunggulan SDM5 photometer adalah dapat menentukan jumlah bahan pengencer yang harus ditambahkan dan jumlah dosis semen beku yang dihasilkan pada setiap penampungan secara otomatis. Hasil perhitungan dapat terbaca dengan mudah pada hasil print out (Feradis, 2010).
2. Motilitas
1) Gerakan massa
Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985) sesuai dengan bentuk morfologi spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan dasar produksi energy spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair. Motilitas telah sejak lama dikenal sebagai alat untuk memindahkan spermatozoa melalui saluran reproduksi hewan betina. Transport kilat spermatozoa dari serviks ke infundibulum terjadi secara otomatik (meski pada spermatozoa tidak motil) karena rangsangan oxitocyn, terhadap konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas spermatozoa di dalam infundibulum bertugas sebagai alat penyebaran spermatozoa secara acak ke seluruh daerah saluran kelamin betina, dimana terdapat ovum yang mampu dibuahi, jadi menjamin kepastian secara static pertemuan spermatozoa dengan ovum. Faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah umur sperma, maturasi (pematangan) sperma, penyimpanan energi ATP (Adenosin Triphosfat), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspense dan adanya rangsangan hambatan (Hafez, 2000).
Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa hidup di dalamnya. Gerakan massa spermatozoa dapat dilihat dengan jelas di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil (10x10) dan cahaya yang dikurangi.
2) Gerakan individu
Dibawah pembesaran pandangan 45x10 pada selapis tipis semen di atas gelas objek yang ditutupi gelas penutup akan terlihat gerakan-gerakan individual spermatozoa. Pada umumnya dan yang terbaik adalah pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan. Gerakan melingkar dan gerakan mundur sering merupakan tanda-tanda cold shock atau media yang tidak isotonik dengan semen. Gerakan berayun atau berputar di tempat sering terlihat pada semen yang tua, apabila kebanyakan spermatozoa telah berhenti bergerak maka dianggap mati (Feradis, 2010).
Menurut Toelihere (1993), penilaian gerakan individual spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:
0 : spermatozoa immotil atau tidak bergerak;
1 : pergerakan berputar di tempat;
2 : gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif dan tidak ada gelombang;
3 : antara 50 sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa;
4 : pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma motil;
5 : gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukkan 100% motil aktif.
3. Abnormalitas
Menurut Toelihere (1985), mengklasifikasikan abnormalitas dalam abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar (macrocephlalic), kepala terlampau kecil (microcephalic), kepala pendek melebar, pipih memanjang dan piriformis; kepala rangkap, ekor ganda; bagian tengah melipat, membengkok, membesar, piriformis; atau bertaut abaxial pada pangkal kepala; dan ekor melingkar, putus atau terbelah. Abnormalitas sekunder termasuk ekor yang putus, kepala tanpa ekor, bagian tengah yang melipat, adanya butiran-butiran protoplasma proksimal atau distal dan akrosom yang terlepas. Setiap spermatozoa yang abnormal tidak dapat membuahi sel telur, tanpa memandang apakah abnormalitas tersebut terjadi di dalam tubuli seminiferi, dalam epididimis atau oleh perlakuan yang tidak legeartis terhadap ejakulat. Selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dari contoh semen, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere, 1993).
4. Persentase hidup
Sperma yang hidup dapat diketahui dengan pengecatan atau pewarnaan dengan menggunakan eosin. Eosin dapat dibuat dari serbuk eosin yang dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9. Kemudian sperma ditetesi dengan larutan eosin dan diratakan, kemudian di angin-anginkan atau di fiksasi dengan menggunakan spiritus, setelah itu dilihat di bawah mikroskop. Sperma yang tercat atau berwarna merah berarti sperma itu mati, sedangkan yang tidak terwarnai atau tidak tercat berarti sperma itu hidup (Mulyono, 1998). Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang hidup digunakan untuk melindungi jumlah sperma hidup secara objektif pada waktu semen segar dicampur dengan zat warna (eosin 2%). Sel-sel sperma yang hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan pewarnaan diferensial adalah untuk mengetahui persentase sel-sel sperma yang mati dan yang hidup (Hafez, 1987).
III.             KESIMPULAN


1.      .Secara anatomi organ reproduksi jantan terdiri dari oragan reproduksi primer dan organ reproduksi sekunder. Organ reproduksi primer yaitu testis uang terletak di dalam skrotum. Organ reproduksi sekunder yaitu epididmis , vas deferens, ampulla, kelenjar-kelenjar pelengkap, uretra, dan penis.
2.      . Testis berfungsi menghasilkan spermatozoa dan hormone testosterone. Epididimis berfungsi sebagai engangkutan, konsentrasi, maturasi , dan penyimpanan. Vad deferens berfungsi mengangkut spermatozoa ke uretra. Ampulla berfungsi sebagai tempat sekresi kelenjar, kelenjar vasikularis berfungsi sebagai pemberi nutrisi spermatozoa, kelenjar prostat sebagai buffer dan pemberi aroma , kelenjar cowper sebagai pembersih saluran dari sisa-sisa kotoran urin. Uretra berfungsi sebagai saluran semen dan urin. Penis berfungsi sebagai alat kopulasi.
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen diantaranya adalah umur,bangsa ternak, genetik, lingkungan, pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Bearden, H. J. and J. W Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. 2nd edition. Reston Publishing Company, Inc. Virginia.
Blakely, dan David.1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Chandolia, R. K., E. M. Reinersten dan P. J. Hansen. 1999. “ Lack Of Breed Differences In Responses Of Bovine Spermatozoa To Heat Shock”. J. Dairy Sci. 82 : 2617- 2619.
Coulter, G. H., R. B. Cook dan J. P. Kastelic. 1997. “ Effects Of Dietary Energy On Scrotal Surface Temperature, Seminal Quality And Sperm Production In Young Beef Bulls”. J. Animal Science 75 (6) : 1048-1052.
Feradis, 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.
Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal, 4th Edition, Lea and Fibiger. Philadelfia, USA.
Hafez, E. S. E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. 7th edition. Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland, USA.
Mathevon, M., M. Buhr and J. C. M. Dekkers. 1998. “ Environmental, Management And Genetic Factors Affecting Semen Production In Holstein Bulls”. Journal Dairy Science 81 :3321-3330.
Mulyono, S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuryadi. 2000. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
Pond, K. dan W. Pond. 1999. Introduction to Animal Science. John Willey & Sons, Inc. USA.
Salisbury, G. W. and N. L. Van Denmark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan pada Sapi (Physiologi and Artificial Insemination of Cattle). Diterjemahkan oleh Djanuar, R. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Siratskii, I. Z. 1990. Inheritance Of Reproductive Ability Of Bulls. Tsitol. Genet.
Sprott, L. R., T. A. Thrift dan B. B Carpenter. 1998. Breeding Soundness Of Bulls. Agricultural Communications. The Texas A & M University System.
Steinbach J, and RH. Foote. 1967. “ Osmotic Pressure And Ph Effects On Survival Of Frozen Or Liquid Spermatozoa” . J. Dairy Sci. 50:205.
Susilawati, T., Suyadi, Nuryadi, N. Isnaini, , dan S. Wahyuningsih. 1993. Kualitas Semen Sapi Fries Holland dan Sapi Bali pada Berbagai Umur dan Berat Badan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar