Senin, 01 Juni 2015

paper kepemimpinan

Pemimpin yang Suka Menolong Untuk Menambah Keimanan dan Ketaqwaan
5. Penolong
Menurut Muflihin (2008) fungsi utama pemimpin pendidikan adalah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja, antara lain pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memeberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
Menurut Rahman dan Yahaya (2011) sifat lain yang juga penting dimiliki oleh pemimpin pendidikan berkaitan dengan interaksinya dengan bawahannya (dalam rangka menggerakkan dan memotivasi mereka untuk mau dan mampu bekerja dengan baik) adalah suka menolong memberi petunjuk dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana.
Menurut Sumiyarsih, Mujiasih, dan Ariati (2012) perilaku-perilaku kooperatif dan saling membantu yang berada di luar persyaratan formal sangat penting bagi berfungsinya suatu organisasi.  Altruism, merupakan perilaku menolong orang lain secara sukarela khususnya yang berhubungan dengan tugas di luar tanggung jawabnya dalam organisasi.
Menurut Ibrahim (2010) terdapat dua syarat penting yang perlu ada pada seseorang pemimpin iaitu berani bertindak dan mempunyai pahlawan budi, di dalam sejarah agama islam saidina umar bin al-khattab telah menunjukkan sifatnya sebagai seorang pemimpin yang dermawan, memaafkan kejahilan rakyatnya, lemah-lembut di dalam pergaulan serta tidak menghiraukan soal yang remeh temeh dan beliau tidak mengamalkan sikap membalas dendam.
Tolong Menolong dalam Ketaqwaan
Zakaria dan Azahar (2013) berpendapat apabila manusia meninggalkan kewajipan utama sebagai hamba Allah, pastinya mereka akan menempuhi banyak rintangan. Melalui ibadah solat fardu yang konsisten, ianya boleh membawa kepada kekuatan iman dan akan menjadi benteng pertahanan kepada individu tersebut untuk
Menangkis dugaan yang mendatang.
            Menurut Ahmad dkk.(2014) solat merupakan salah satu kaedah utama menghindarkan mereka daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar. Hal ini bertepatan dengan firman Allah SWT yang bermaksud, “Sesungguhnya solat itu mencegah daripada perbuatan keji dan mungkar” (Surah Al-Ankabut, ayat : 45).
            Menurut Dewi (2013) pada hakikatnya manusia harus mempunyai perilaku peduli lingkungan yang tinggi, karena manusia memiliki hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung dengan lingkungan hidup dimana dia berada, sejak dia lahir sampai meninggal dunia. Namun, dilihat dari sisi manusia, lingkungan merupakan sesuatu yang bersifat pasif, sedangkan yang aktif adalah manusia. Sehingga kualitas lingkungan sangat bergantung pada kualitas manusia.
Menurut Wardani  dan Analya  (2012) berbicara tentang potensi alam, erat kaitannya dengan manajemen eksplorasi dan manajemen pemberdayaan lingkungan hidup. Ekplorasi sumber daya alam maupun mineral seharusnya dapat pula diimbangi dengan menjaga kualitas lingkungan sekitar agar tetap terjaga seimbang. Hal ini penting agar kejadian-kejadian berupa bencana alam maupun pencemaran lingkungan dapat diminimalisasi.
            Menurut Mulyana (2009) Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam dan juga relasi di antara semua kehidupan alam
Semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk hidup yang lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam.
            Menurut Ahdiyana (2007) lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Unsur Hayati (biotik)  2. Unsur Sosial Budaya 3. Unsur Fisik (abiotik).
5.1 Menolong dengan Kebajikan
Menurut Suanda et al. (2012) ,kesukarelawanan dalam bahasa mudahnya ialah perbuatan memberi atau kemahuan untuk melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain kesukarelawanan adalah aktiviti kebajikan. Kesukarelawanan adalah bertujuan untuk membantu orang lain atau organisasi tanpa paksaan dan tanpa mendapat sebarang bayaran atau pampasan kebendaan
Menurut Mariati (2013) qardh merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih, atau dengan perjanjian akan dikembalikan atau akan membayar
Yang sama dengan hutangnya tersebut, yang didasarkan atas asas saling tolong menolong dalam kebaikan, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-qur’an surat al-maidah ayat (2) yang berbunyi ; dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikandan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Menurut Nurlaili (2013) Takaful adalah saling menanggung. Dalam takaful, hubungan sosial tidak lagi bersifat transaksional, melainkan hubungan kasih sayang yang sangat indah yang melampaui segala perbedaan, kesenjangan dan kepentingan. Takaful adalah saling mencukupi. Perilaku takaful merupakan puncak tertinggi dalam ukhuwah islamiyah.
Menurut Muzakkir (2013) perilaku prososial adalah semua bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memedulikan motif-motif si penolong, kesukarelaan atau kepedulian sosial terhadap orang-orang yang memerlukan pertolongan. Dengan kata lain, perilaku yang berorientasi pada tindakan-tindakan positif terhadap orang lain, baik bantuan berupa materi, fisik, maupun psikologis termasuk altruisme, empati, dan simpati.
5.2 Jangan Tolong Menolong dalam Kejahatan dan Dosa
Menurut Akyunin (2007) salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian. Pencurian menurut pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana adalah : “barangsiapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
 Menurut Kurniawan (2014) salah satu permasalahan yang muncul akibat perkembangan teknologi informasi adalah lahirnya kejahatan-kejahatan , yang lebih dikenal cybercrimes (kejahatan dunia maya) akibat dari kejahatan dunia maya dapat lebih luas daripada tindak pidana konvensional, karena para pelaku tidak dibatasi oleh waktu dan geografis, oleh karena itu wilayah terjadinya tidak hanya secara lokal atau nasional tetapi juga transnasional dan internasional.
Menurut Plantinga (2005) Dosa adalah suatu konsep religius bukan konsep moral belaka. Kriminalitas dan pelanggaran moral adalah dosa karena keduanya meukai dan menghianati Allah. Suatu dosa dalah tindakan , pikiran keinginan emosi atau  perbuatan apapun atau kelalayan untuk melakukan tindakan yang tidak berkenaan kepada Allah dan layak dipersalahkan.
Menurut Huda (2009 ) Manusia adalah tempat salah dan lupa , tidak ada yang dapat luput dari dosa. Oleh karenanya menurut sebagian kalangan melakukan sebagian dosa itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi tidak boleh hanyut dalam kewajaran itu , lalu denagn selalu membiasakan perbuatanyang terlarang atau hanyut dalam kesdihan karena dosanya hingga tidak melakukan suatu tidakan apapun kalau demikian adanya maka perbuatan yang harus dilakukan adalah mealakukan perbuatan yang baik dan taubat kepada Allah.
Menurut Ishak (2007) Argumentasi Murjiah, ialah bahawa orang Islam yang melakukan dosa besar masih mengucap dua kalimah syahadah dan Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya,33 orang seperti ini masih mukmin bukan kafir atau musyrik. Dalam dunia ini ia tetap dianggap mukmin bukan kafir. Soal di akhirat diserahkan kepada keputusan Tuhan.
5.3 Menolong Menjadi Masyarakat yang  Beriman
Menurut Qardhawi  (2005) Aqidah Islam ada pada keimanan kita kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari kemudian. Aqidah Islam itu membangun bukan merusak, mempersatukan bukan memecah belah, karena aqidah ini tegak di atas warisan ilahiyah seluruhnya. Dan di atas keimanan kepada para utusan Allah seluruhnya "Laa Nufarriqu Baina Ahadin Min Rusulihi."
Saleh (2006) Rukun Iman adalah: Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kemudian serta beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Iman mencakup ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan amalan dengan anggota badan. Iman itu akan meningkat dengan melakukan ketaatan, dan menurun dengan melakukan maksiat.
Menurut  Norlina, Mohamed dan Haron (2009) Islam juga telah meletakkan cinta dan kasih sayang sebagai sebahagian daripada iman. Ini dibuktikan oleh sabda Rasulullah S.A.W dalam memupuk persahabatan yang bermaksud:
“ Tidak beriman seseorang itu selagi dia tidak kasihkan saudaranya sebagaimana dia kasihkan dirinya sendiri.” (Riwayat Bukhari)  .
 Menurut Samsinas (2006) Masyarakat Madinah merupakan legalitas internalisasi nilai iman dan amal shaleh. Demikian pula karakter masyarakat madani, totalitas aktifitas pembangunan masyarakat berasaskan moral atau nilai-nilai religious. Alquran dengan tegas memberikan sinyalemen akan bentuk masyarakat yang identik dengan konsep masyarakat madani sebagaimana terdapat dalam Q.S. Ali Imran (3): 110). Di sini disebutkan khaira ummah (masyarakat unggul) yakni yang menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah swt
Suhid (2012) berpendapat bahwa dalam Islam manusia yang paling tinggi statusnya adalah manusia yang paling mulia akhlaknya dan tinggi sifat taqwanya. Banyak hadis yang menunjukkan kaitan iman dengan akhlak. Misalnya, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya (Imam Ahmad, Juz 3, No.7406). dan “Tidak sempurna iman seseorang itu sehingga dia mengasihi saudaranya sebagaimana dia mengasihi dirinya sendiri” (Sahih Bukhari, Jilid 1, Bil. 10).
Menurut Ishak (2007) Kewajipan beriman kepada Allah dapat diketahui melalui wahyu dan akal. tentang wajibnya beriman hanya semata-mata kerana akal tidak dipersetujui oleh Asy’ariyyah. Bagi Asy’ariyyah soal wajibnya beriman adalah melalui ketentuan wahyu, bukan lantaran akal. Pendapat Asy’ariyyah itu ditolak oleh Mu’tazilah dan Maturidiyyah. Bagi kedua-dua aliran ini, akal sudah dapat menghantar manusia untuk wajib beriman kepada-Nya.
5.4 Menolong Menjadi Masyarakat yang Rajin Beramal Soleh
Menurut Baharuddin dan Ismail (2015) Kecerdasan ruhaniah dalam Islam bertujuan untuk taat kepada Allah (S.W.T.), orang yang bertaqwa mempunyai kekuatan dalaman yang hebat lagi unik. Allah (S.W.T.) Telah memberi dorongan kekuatan dengan mengilhamkan dua jalan iaitu jalan kebaikan dan kejahatan untuk dipilih. Maka beruntunglah orang yang memilih jalan kebaikan dengan membersihkan hati dan ruhaniahnya dari sebarang kekotoran.
Menurut Kurniawan , Ashaari dan Umar (2012) natijah daripada matlamat yang terkandung dalam Falsafah Pendidikan Islam ini akan lahirlah generasi Muslim yang seimbang dari segi material dan spiritual iaitu individu yang warak, ikhlas, jujur, istiqamah dan berbuat baik sesama insan. Ia juga melahirkan muslim yang berilmu, beriman, berketrampilan, beramal soleh dan berakhlak mulia berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah.
Menurut Khotimah (2014) Nilai-nilai agama merupakan nilai yang sangat efektif digunakan untuk melahirkan partisipasi masyarakat. Sosialisasi nilai-nilai substansial dan masyarakat yang beradab dapat ditanamkan melalui lembaga-lembaga keagamaan. Nilai-nilai teologis itu merupakan energy yang dapat menggerakkan semangat untuk beramal soleh. Semangat itu menjadi penting untuk pemberdayaan manusia. Para nabi dan rosul sebagai contoh panutan pengikut agama apapun dan menjadi model yang sangat berperan dalam mengubah sikap dan perilaku masyarakat.
Menurut Jaapar dan Azahari (2011) al-Farabi menjelaskan bahawa dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, ianya berkait dengan jiwa yang baik (al-fadilah) iaitu jiwa yang terlepas daripada ikatan kebendaan dan tuntutan hawa nafsu, melaksanakan amanah dan janji, menunaikan tugas-tugas syarak dengan sempurna, menjauhkan dosa-dosa besar, meninggalkan perkara yang diharamkan oleh Allah SWT dan lain-lain lagi.13 Oleh yang demikian jiwa akan menjadi bahagia apabila manusia berjaya melaksanakan kesemua perkara yang mulia dan menjauhi perkara yang dilarang.
Menurut Beik (2009) dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Asbahani dari Imam at-Thabrani, dalam kitab Al-Ausath dan Al-Shaghir, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”.




Moralitas Pemimpin dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Adil
6. Pemimpin Yang Bagus Moralitas
6.1  TAUHID
Menurut Muzakir (2013) inti dari keimanan adalah tauhid atau mengesakan Allah SWT. Ajaran tentang syariah atau hukum islam yang mengatur hubungan
Antara manusia dengan tuhannya (habl minallah) terwujud dalam ketaatan dan ketaqwaan seorang hamba terhadap tuhannya.
Menurut Hasbi (2009) tauhid berarti komitmen seseorang kepada allah sebagai pusat orientasi dan fokus dari seluruh rasa hormat, tunduk, patuh, syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki allah akan menjadi nilai bagi manusia tauhid, dan ia tidak akan mau menerima otoritasatau petunjuk kecuali otoritas dan petunjuk Allah.
Menurut Mohammad et.al ( 2008) tauhid sebagai ilmu yang dapat menegakkan akidah keagamaan seseorang yang berlandaskan kepada keyakinan. Keimanan seseorang tidak akan diterima di sisi allah selagi tidak ditegakkan di atas mentauhidkan-nya dari sudut ilmu dan iktikad, iaitu kepercayaan serta pegangan tauhid adalah merupakan suatu pegangan, pengilmuan dan sesuatu yang bersabit dengan penghayatan tentang Pengesaan dan Keesaaan Allah Taala.
Menurut Farhana dan Rahman (2012) konsep tauhid merupakan satu konsep utama yang menjadi asas dalam semua sudut pandangan dan seluruh aspek kehidupan muslim. Tauhid merupakan satu asas keimanan yang ditekankan dalam islam. Tauhid merupakan satu konsep yang melambangkan kepercayaan monoteisme dalam islam yang mempercayai bahawa tuhan itu hanya satu.
6.2 NIKAH
Menurut An-Nabhani (2007) wanita-wanita Ahlul Kitab yang senantiasa menjaga kehormatannya adalah halal untuk dikawini oleh pria Muslim. Maka seorang pria muslim boleh mengawini wanita Ahlul Kitab baik Yahudi maupun Nashrani menikahi wanita-wanita Ahlul Kitab yang menjaga kehormatannya itu adalah halal bagi kalian pernikahan seorang wanita Muslimah dengan pria Ahlul Kitab baik Yahudi maupun Nashrani, secara syar’i adalah haram dan sama sekali tidak boleh.
Menurut Bafadhal (2008) perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
Laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Wuryandari, Indrawati, dan Siswati (2010) pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan pernikahan
Bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada persatuan dua sistem
Keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem yang baru. Artinya,
Perbedaan-perbedaan yang ada perlu disesuaikan satu sama lain untuk membentuk
Sistem baru bagi keluarga mereka.
Menurut Arsal ( 2012) pernikahan pada hakekatnya adalah manifestasi pelembagaan antara dua insan berlainan jenis yang saling mencintai dan merelakan dengan cara bermartabat. Hukum pernikahan Sunnah, bilamana seseorang mempunyai dorongan seksual yang mendesak dan mampu memenuhi kewajiban pernikahan tetapi masih mampu menahan diri.
 Menurut Fathudin dan Fitria (2013 Al Qur‟an, secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan tentram. Al Qur‟an juga menyebut dalam surat An-Nisa (4): 21, bahwa perkawinan sebagai mitsaqan galidhan, yakni sebuah ikatan yang kokoh. Ikatan tersebut mulai diakui setelah terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qabul.
 Menurut Syahbandir (2010) , bahwa wanita yang haram dinikahi terbagi menjadi dua, yaitu: a) Takhrim muabbad: yaitu wanita yang haram dinikahi untuk selamanya. b) Takhrim muaqqad: yaitu wanita yang haram dinikahi karena ada sebab tertentu yang menyebabkan wanita tersebut haram.
6.3 HAYATI
Menurut Hamlan (2012) learning to be yaitu manusia saling memiliki kebergantungan satu dengan yang lainnya. Karena itu manusia saling menolng kasih sayang,  hidup toleran dan konsisten berpegang teguh kepada jati dirinya. Learning to live together adalah menuntun seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educted person yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat dan untuk sesama  umat manusia tanpa membedakan satu dengan yang lainnya meskipun mereka berbeda.
Budiningsih (2009) kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan dengan merebaknya isu-isu moral dan nilai-nilai kehidupan di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), pornografi, perkosaan, merusak milik orang lain, perampasan, penipuan, pengguguran kandungan, penganiayaan, perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain, sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Sulistyarini (2011) menyatakan dalam era globalisasi , kekhawatiran yang muncul adalah hancurnya rasa kemanusiaan dan terkikisnya semangat religious serta kaburnya nilai kemanusiaan. Humanisasi adalah proses pembangunan karakter kemanusiaan dalam diri manusia yang menghargai harkat dan maratbat manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan berbagai anugrah kelebihan.
Menurut Rizal (2013) pentingnya pendidikan bagi manusia sudah menjadi umat manusia sepanjang sejarah . Para ahli berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang belum selesai dan belum jadi manusia sewaktu dilahirkan. Untuk memungkinkannya kelak hidup sebagai manusia dan melaksankan tugas hidup kemanusiaan maka perlu dididik dan dibesarkan oleh manusia dalm lingkungan kemanusiaan.
6.4 AMANAH
Menurut Yusoff dan Abdullah (2013) menyatakan bahwa makna amanah untuk pemimpin lebih tinggi daripada makna amanah orang biasa, oleh yang demikian, para pemimpin janganlah membelanjakan harta awam untuk kepentingan diri sendiri, pemimpin juga dilarang mengkhianati kawan-kawannya. Mereka wajib jujur, ikhlas, tidak terlalu banyak menabur janji yang tidak dapat dipenuhi serta mereka hendaklah berusaha bersungguh-sungguh.
Menurut Mahira, Suhartono dan Awaliyah (2009) kejujuran adalah dasar dari segalanya sekaligus kunci menuju tempat yang mulia di hadapan allah dan terhormat di hadapan manusia. Konsep kejujuran yang harus ditanamkan sebagai kunci adalah dengan jujur kepada allah swt sebagai sang pencipta, jujur kepada diri sendiri serta jujur kepada  lingkungan dan masyarakat sosial. Masyarakat yang kering dari kejujuran akan hidup dalam kegersangan.
Menurut Kholmi (2012) dalam islam semua yang dititipkan kepada manusia adalah amanah. Konsep amanah merupakan bagian universal yang kemudian diturunkan menjadi akuntabilitas sebuah konsep barat yang diturunkan dari teori agensi secara filosofi akuntabilitas adalah amanah. Amanah berarti dapat dipercaya. Sifat amanah merupakan syarat pokok bagi setiap pemimpin.
Menurut Noor (2012), amanah dalam perspektif agama islam memiliki makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan tsb bermuara pada satu pengertian yaitu setiap orang merasakan bahwa allah swt senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang dibebani kepadanya, dan setiap orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung jawaban atas urusan tersebut.
Budiharto dan Himam (2012) ajaran islam memandang kepemimpinan sebagai tugas (amanah), ujian, tanggung jawab dari tuhan, yang pelaksanaannya tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada para anggota yang dipimpin, tetapi juga kepada allah swt. Jadi pertanggungjawaban kepemimpinan dalam islam tidak hanya bersifat horisontal-formal kepada sesama manusia, tetapi juga bersifat vertikal-moral, yaitu kepada allah swt baik di dunia maupun di akhirat.
6.5 ADIL
Menurut Mawardi (2010) keadilan sosial dipahami sebagai keadilan yang berkaitan dengan yang bagaimana seharusnya hal-hal yang enak untuk didapatkan dan menunutut pengorbanan, keuntungan dan beban dalam kehidupan sosial dib agi dengan adil kepada anggota masyarakat . Suatu kondisi sosial ataupun kebijakan sosial tertentu dinilai sebagai adil dan tidak adil ketika seseorang mendapat keuntungan yang sedikit  dari apa yang seharusnya mereka peroleh
Qohar (2009) bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang berkaitan
Dengan hubungan antar manusia. Adil itu dapat berarti menurut hukum dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya. Di sini ditunjukkan, bahwa seorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Berlaku adil itu sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh seseorang , termasuk hak asasi wajib diperlakukan secara adil.
Menrut Hanafi (2008) Allah menyuruh berbuat adil dan kebaikan , orang-orang yang beriman dilarang berbuat tidak adil kepada musuhnya dan agar tetap memegang keadilan. Serta lebih baik dari iru Al-Quran menyatakan bahwa keadilan itu lebih dekat kepada taqwa.
Menurut Faturochman (2006) Keadilan menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Besarnya tuntutan akan keadilan yang akhirakhir ini mengemuka sebenarnya merupakan tuntutan normatif. Keadilan menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat.. Pada tingkat individu, keadilan juga sulit diformulasikan.
             Menurut Simangunsong (2006) untuk menjamin tegaknya keadilan dan kebenaran ditengah-tengah masyarakat , maka tidak dibenarkan adanya intervensi dari kekuasaan legislative mau lingkungan eksekutif terhadap peradilan/ hakim dalm pengambilan keputusan antar warga masyarakat. Hakim dalam menjalankan tugasnya tidak boleh memihak kepada pihak -pihak yang berperkara. Hakim harus menjadi benteng terakhir dalam tegaknya keadilan ditengah-tengah masyarakat.




Daftar Pustaka




Ahdiyana, Marita. 2007. ” Meningkatkan Kepedulian terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup melalui Pemilahan Sampah Mandiri”. Psikologia ,1 (2) : 4

Ahmad , Dkk. 2014. “Penghayatan Solat dan Pengimarahan Masjid: Kajian dalam Kalangan Pelajar Universiti Utara Malaysia”. Proceeding Of The Social Sciences, 2(13):9.

Akyunin, Claudia Qurota .2007.” Kajian Viktimologi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Korban Pengendara Kendaraan Bermotor yang Mengalami Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Studi Kasus di Kepolisian Resor Pasuruan) “. Jurnal Ilmiah, 5(2): 10.

An-Nabhani, Taqiyuddin. 2007. Sistem Pergaulan dalam Islam. Hti Press. Jakarta

Arsal, Thriwaty. 2012. “ Nikah Siri dalam Tinjauan Demografi Nikah Siri in Demographic Overview”.  Jurnal Sosiologi Pedesaan , 2 (6): 162.
Baharuddin dan Ismail. 2015.  The Goals Of Spiritual Intelligence As Perceived  From Islam Perspectives1 Matlamat”. Jurnal Hadhari, An International Journal , 7 (1): 21.

Beik , Irfan Syauqi . “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”. Jurnal Pemikiran dan Gagasan , 1(2) : 8.

Budiharto dan Himam. 2012. “Konstruk Teoritis dan Pengukuran  Kepemimpinan Profetik .” Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada,2(33) : 133 – 146.

Bafadhal, Faizah. 2008. “ Nikah Siri dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan”. Jurnal Ilmu Hukum, 2(13) : 17.

Budiningsih, C. Asri  . 2009.Strategi Pembelajaran Nilai Yang Humanis”. Jurnal Kependidikan , 2(1): 21.
Dewi, Winda Prima .2013. “Perilaku Peduli Lingkungan Ditinjau dari Aspek Pemahaman Tentang Lingkungan”. Jurnal Ilmu Social, 1(1) :4.
Farhana dan Rahman . 2012. “ Pemahaman Konsep Tauhid Asas Keharmonian Kepelbagaian Agama”. International Journal of Islamic Thought, 2(4): 46.

Fathudin dan Fitria. 2013. “ Problematika Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya bagi Perempuan”. Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 ( 2): 34.
Faturochman. 2006 .” Keadilan Sosial: Suatu Tinjauan Psikologi”. Buletin Psikologi, 1(7) :13-27.

Hamlan .2012. “ Pendidikan Karakter dan Mutu Pendidikan : Memabngun Kualitas Nilai Generasi Bangsa di Era Globalisasi”. Jurnal Kependidikan Dan Social Keagamaan , 11 18 : 961-972.
Hanafi, Mohammad. 2008. “ Konsep ‘ Al- Qist ‘ ( Keadilan ) dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani Karya Al-Alusi”. Skripsi, 1(1) : 25.
Hasbi, M. (2009)Konsep Tauhid sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama bagi Siswa Madrasah”. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan,2(14): 289-319

Huda Muhammad .2009. ” Hadist Tentang Taubat Dari Suatu Dosa Tetapi Masih Melakukan Dosa Yang Lain  Dosa”.  Skripsi, 1(2): 5.
Ibrahim , Mohammed Sani. 2010. “Analisis Kompetensi Pengetua Berdasarkan Kualiti Peribadi, Pengetahuan, Kemahiran dan Amalan dalam Bidang Pengurusan Sekolah Menengah Malaysia (Competency of Malaysian Principals Based on Personal Qualities, Knowledge Skills and Practices in Managing School)”. Jurnal Pendidikan Malaysia, 35(2)(2010): 31-41.

Ishak ,Mohd. Said.2006. “ Konsep Iman dan Kufur: Perbandingan Perspektif Antara Aliran Teologi ”. Jurnal Teknologi, 36(5): 61–74

Jaapar  dan Azahari. 2011. “Model Keluarga Bahagia Menurut Islam”. Jurnal Fiqh, No. 8 (11): 25-44.

Kholmi , Masiyah . 2012. “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam”. Jurnal pendidikan Agama,1(15): 9.

Khotimah .2014. “ Agama dan Civil Society”. Jurnal Ushuluddin , 1 (21) : 13.

Kurniawan, Novryan Alfin .2014.” Pencegahan Kejahatan Carding Sebagai Kejahatan  Transnasional Menurut Hukum Internasional”. Jurnal Ilmu Social 1(2) : 16.

Kurniawan , Ashaari Dan  Umar.2012. “Jati Diri Kebangsaan Dalam Falsafah Pendidikan Islam”.  Jurnal Of Islamic And Arabic Education 2(1): 1-12 .


Mahira, Suhartono, dan Awaliyah. 2009. “ Implementasi Nilai Kejujuran Dalam Pendidikan Anti Korupsi Pada Pembelajaran Pkn Di Smpn 3 Malang”. Jurnal Pendidikan Social, 3(2): 65.
Mariati .2013. “ Tinjauan Yuridis Qardhul Hasan Menurut Hukum Islam Dan Pelaksanaannya Pada Perbankan Syariah Di Indonesia”. Jurnal Ilmiah, 5(2) :14.

Mawardi .2010. “ Keadilan Sosial Menurut John Rawsl”. Skripsi, 1(1) : 13.
Mohammad  Et Al. 2008 . “ Pendekatan Tauhid dalam Kepemimpinan Pendidikan”. Seminar Kebangsaan Pengurusan Pendidiikan , 1(22) : 2.

Muflihin , Muh. Hizbul. 2008. “Kepemimpinan Pendidikan: Tinjauan terhadap Teori Sifat dan Tingkah-laku”. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan
                       Insania,1(13):67-86.
Mulyana,Rahmat. 2009. “Penanaman Etika Lingkungan Melalui Sekolah Perduli Dan Berbudaya Lingkungan ” Jurnal Psikologi , 2(14)1 :180.

Muzakkir. 2013. “Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Angkatan 2009/2010 Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Alauddin Makassar”.Jurnal Diskursus Islam ,1 (3): 43.

Nurlaili , Khabibah Tri . 2013. “Persepsi Anak Tentang Perilaku Altruis Orang Tua Dan Takaful Dirinya  (Studi Korelasi Di Dusun Garangan, Desa Garangan, Kec. Wonosegoro, Kab. Boyolali Tahun 2013) “. Skripsi, 1(2) : 12.

Planting , Cornelius. 2005. Not The Way Its Supossed To Be. Momentum. Jakarta.
Qardhawi, Dr. Yusuf. 2005. Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah(Malaamihu Al Mujtama' AlMuslim Alladzi Nasyuduh).Citra Islami Press. Solo.

Qohar, Adnan . 2009. “ Arti Keadilan dalam Hukum Kewarisan”. Jurnal Syariah, , 2(4): 24.
Rahman dan yahaya. 2011. “ Peranan Komunikasi Kepemimpinan Diri dan Organisasi dalam Perspektif Islam”. Jurnal Sosiologi, 2(2): 43.

Rizal, Achmad Syamsu.2013. “ Orientasi Metodologis Dalam Pendidikan Nilai ( Analisis Konseptual Terhadap Model-Model Pendidikan Nilai Modern )”. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim , 1(11) : 3.
Saleh, Mawardi Muhammad.2006.  Rukun Iman . Universitas Islam Madinah. Madinah

Samsinas . 2006. “ Masyarakat Madani dalam Islam”. Jurnal Hunafa ,1(3):65-72.

Simangunsong , Marthin.2006.” Analisis Yuridis Penerapan Konep Negara Hokum dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Adil dan Bertanggung Jawab”. Penelitian ilmiah , 3(2):23.
Siti Norlina  Dan Mohamed Dan Haron . 2009. “ Budaya Penyayang Dalam Kehidupan Masyarakat Islam: Antara Teori Dan Praktis “. Pusat Pengajian Islam Dan Pembangunan Sosial , 2(4) : 112.


Suanda et,al. 2012. ” Semangat Kesukarelawan Dalam Kalangan Mahasiswa Melayu Di IPTA: Satu Tinjauan Ke Arah Pembentukan Pendidikan Kesukarelawan”. Pendidikan Melayu Antarabangsa (SePMA), 13(2) :5.Suhid , Asmawati Bte. 2012. “ Pemantapan Komponen Akhlak Dalam Pendidikan Islam Bagi Menangani Era Globalisasi”. Jurnal  Llmu-Ilmu Agama. 1(4)  :1-13


Sulistyarini. 2011. “ Pentingnya Pendidikan Humanistic Di Era Globalisasi”. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora, 1 (2): 1.
Syahbandir, Mahdi . 2010. “ Pandangan Hukum Islam terhadap Anak Hasil Zina yang Lahir Di Dalam Perkawinan”. Jurnal Hukum , 17 (1): 143 – 168 .

Wardani  Dan Analya . 2012.” Sikap Implicit Mahasiswa Terhadap Peduli Atau Tidak Peduli Lingkungan “. Jurnal Tabularasa Pps Unimed, .6 (2) : 23.

Wuryandari, Indrawati, dan Siswati. 2010. “ Perbedaan Persepsi Suami Istri Terhadap Kualitas Pernikahan Antara Yang Menikah Dengan Pacaran Dan Ta’aruf”. Jurnal ilmu social , 2(5): 18.

                        Yusoff dan Abdullah .2013. “ Pemimpin menurut Pandangan Hamka: Satu Tinjauan dalam Tafsir Al-Azhar”. Jurnal Altamaddun Bil. 8(1): 17-38.

Zakaria dan Azahari . 2013. “Hubungan Antara Tahap Pelaksanaan Solat Fardu Dengan Konflik Rumah Tangga: Kajian Di Unit Rundingcara Keluarga (Urk) Bahagian Perkahwinan Dan Pembangunan Keluarga (Bppk), Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan (Jawi)”. Jurnal Syariah, , 2(21) :145-164.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar